Jokowi Tak Masalah Diejek Plonga-plongo, Firaun Hingga Tolol: Sedih Budaya Santun Hilang

Pidato Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR RI Bersama DPR dan DPD 2023
Sumber :
  • (Willy Kurniawan/Pool Photo via AP)

Jakarta –  Presiden Joko Widodo menyebut, bahwa posisi sebagai seorang Presiden RI memang tidak senyaman yang dibayangkan. Bahkan kerap kali diejek, termasuk dengan kata-kata seperti ejekan firaun hingga disebut tolol.

PKB Siapkan Calon Potensial di Pilgub DKI 2024, Hasbiallah Ilyas Ungkap Kriterianya

Itu disampaikan Presiden Jokowi, saat menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR/DPD/DPR RI di Gedung MPR/DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 16 Agustus 2023. Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung soal calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024 mendatang.

Menurut dia, menjadi Presiden Republik Indonesia tidak bisa senyaman yang dibayangkan. Tentu, kata dia, ada tanggung jawab yang besar harus diemban oleh seorang pemimpin.

Jokowi Ajak Relawan dan Menteri Nobar Semifinal Timnas U-23 di Istana

“Posisi Presiden itu, tidak senyaman yang dipersepsikan. Ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan dan dengan adanya media sosial seperti sekarang ini. Apapun, apapun bisa sampai ke Presiden,” kata Jokowi.

Bukan cuma itu, Jokowi juga mengingatkan menjadi seorang Presiden Republik Indonesia harus berlapang dada. Sebab kerap kali mendapat amarah masyarakat, ejeken hingga caci maki serta difitnah. Malah, Jokowi sudah mengalaminya hal itu semua selama 2 periode atau 10 tahun memimpi Republik ini.

Ditolak Gelora Masuk Koalisi Prabowo, PKS Lempar Sindiran Menohok: Aduh, Partai Nol Koma

“Mulai dari masalah rakyat di pinggiran sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian dan fitnahan. Bisa dengan mudah disampaikan. Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir’aun, tolol. Ya ndak apa, sebagai pribadi saya menerima saja,” ujarnya.

Namun, Jokowi mengaku sedih kalau budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini mulai hilang. Menurutnya, kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini, jelas eks Gubernur DKI Jakarta itu, sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia.

“Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik. Bersatu menjaga mentalitas masyarakat sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa. Menuju Indonesia Maju. Menuju Indonesia Emas 2045,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya