Perempuan Adopsi Sampah, Mitigasi Dampak Lingkungan Seputar Pariwisata Labuan Bajo

Pengumpulan sampah daur ulang di Pulau Mesa
Sumber :
  • Jo Kenaru (NTT)

VIVA- Topik pariwisata berkelanjutan telah dimulai sejak dua dekade lalu seiring berkembangnya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan mengingat pariwisata adalah salah satu faktor ekonomi utama yang berkontribusi terhadap pertumbuhan lapangan kerja di seluruh dunia. 

5 Negara Asia Tenggara Diajak Thailand Terapkan Skema ala Visa Schengen

Di samping itu, pariwisata juga merupakan sektor ekonomi yang berkembang pesat di banyak negara, memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan. 

Namun, pertumbuhan pariwisata juga seringkali berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti kerusakan ekosistem alam, peningkatan emisi karbon, dan peningkatan limbah plastik. 

Komisaris HAM PBB Kecam Perihal Hukum yang Mewajibkan Hijab di Iran

UNWTO, Organisasi Pariwisata Dunia, menyebut pariwisata berkelanjutan atau pariwisata lestari adalah sebuah gagasan di mana praktik-praktik pariwisata haruslah mengedepankan dan memperhitungkan dengan cermat efek sosial, ekonomi dan dampak lingkungan baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Aktivitas pariwisata yang dilakukan secara holistik bukan hanya memberi pengalaman dan memuaskan kebutuhan wisatawan, tapi juga bisa memberi manfaat yang sama besarnya kepada penduduk setempat baik sebagai negara maupun dalam skala komunitas yang paling kecil, seperti desa. 

Festival Semarapura Kembali Digelar, Pemkab Klungkung Siapkan Ribuan Seniman dan Booth UMKM

Gudang sampah daur ulang IWP di Labuan Bajo

Photo :
  • Jo Kenaru (NTT)

Dalam 70 tahun terakhir jumlah wisatawan internasional telah meningkat lebih dari 50 kali lipat. Namun demikian, kontribusi pariwisata terhadap timbunan sampah (kota) juga sama besarnya dan terus meningkat disertai dengan peningkatan beberapa dampak lingkungan dan sosial-ekonomi. 

Nilai rata-rata sampah kini dihasilkan per wisatawan 1,67 kg (Obersteiner et al, 2017). Maka dari itu, pencegahan dan daur ulang sampah harus menjadi tujuan utama dalam pengelolaan sampah wisata oleh pemerintah. 

Mengacu pada rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional 2010-2025, Labuan Bajo adalah salah satu destinasi yang terpilih sebagai destinasi  super prioritas yang berlokasi di propinsi Nusa Tenggara Timur. 

Hasil exit survey (2022) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat menemukan lama tinggal wisatawan di Manggarai Barat adalah lebih dari 50% wisatawan tinggal di Labuan Bajo selama 4-7 hari. Dari data ini bisa dihitung seberapa besar timbunan sampah yang dihasilkan di kota Labuan Bajo setiap harinya.  

IWP pengelola sampah kepulauan

Indonesian Waste Platform (IWP) adalah salah satu Lembaga non pemerintah yang secara khusus bekerja membantu pemerintah Manggarai Barat dalam penanganan masalah sampah yang bersumber dari hotel, resor, restoran, kapal wisata, dan tempat berbelanja yang bertumbuh pesat.

Gudang sampah daur ulang IWP di Labuan Bajo

Photo :
  • Jo Kenaru (NTT)

Sejak pandemi Covid-19 tahun 2020, IWP secara spesifik bekerja sebagai pengelola sampah kepulauan. Mengingat karakter Kabupaten Manggarai Barat adalah Kabupaten kepulauan dengan lebih dari 100 pulau dan  highlight Pariwisata Manggarai Barat adalah wisata perairan, maka penanganan sampah kepulauan menjadi sangat krusial. Apalagi jika mengingat publikasi Jenna Jambeck, Phd yang menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar kedua mensuplai sampah lautan. 

Program Circular Economy yang dilakukan IWP merupakan salah satu strategi untuk memperkenalkan budaya daur ulang kepada masyarakat, khususnya masyakarat kepulauan. 

"Dengan memperkenalkan sampah jadi uang, diharapkan akan terjadi perubahan pola konsumsi di Masyarakat sehingga tujuan aksi nasional pengurangan sampah 2014 yang menargetkan peningkat angka daur ulang sebesar 30% di tahun 2025 dan pengurangan 70% sampah berakhir di lingkungan dapat tercapai," ujar Koordinator IWP, Marta Muslin.

Riset yang dilakukan Indonesian Waste Platform menyebut sumbangan sampah terbesar setelah sampah dari pelaku wisata dalam hal ini hotel, kapal dan stakeholders wisata lainnya adalah sampah rumah tangga.

Penanganan sampah selama ini masih bertumpu pada pendekatan akhir  (end of pipe) yakni pemindahan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Penanganan   sampah   yang   demikian   sama   halnya   dengan memindahkan  masalah  dari  satu  tempat  ke  tempat  yang  lain.  

"Bila  hal  ini  terus menerus dilakukan maka dalam beberapa dekade ke depan bumi tercinta ini akan penuh dengan timbunan sampah," ungkap Muslin.

Berikut sampel data yang diperoleh sebelumnya di TPA Warloka Labuan Bajo ditemukan hasil total sampah yang dibawa ke TPA per hari di rata-rata 18.000-19.500 Kilogram dengan total mobil beroperasi 13-14 unit dumptruck. 

Rata-rata muatan sampah per dumptruck di angka 1.300-an Kg. Ini merupakan angka yang tergolong tinggi untuk ukuran satu TPA yang luasnya kurang lebih 6 hektare.

Sedangkan untuk sampah kepulauan yang dikelola oleh IWP, per bulan November 2023, program yang dimulai sejak tahun 2020 ini telah mengeluarkan sampah dari pulau-pulau tersebut sebesar lebih dari 200 ton.

"Angka ini secara signifikan telah mengurangi jumlah sampah yang dibakar dan dibuang ke laut sebagaimana praktik yang biasa dilakukan oleh masyarakat pulau terpencil di mana sistem pengelolaan sampah tidak tersedia sama sekali," tutur Marta Muslin. 

Hal ini bisa dimaklumi karena pengelolaan sampah kepulauan memang membutuhkan logistik yang cukup besar. Hal baik yang terjadi di Labuan Bajo adalah meningkatnya kunjungan wisata membantu memberikan kesadaran kepada masyakat kepulauan bahwa Kebersihan lingkungan  merupakan salah satu syarat utama dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisata.

Perempuan yang akrab dipanggil Ica ini lebih dalam menerangkan bahwa penanganan sampah yang hanya   menggunakan pendekatan end of pipe tidak memberikan solusi melainkan justru mendatangkan permasalahan  baru seperti  TPA  yang  mulai penuh, bermunculannnya penyakit  yang  disebabkan timbunan sampah, banjir  dan sebagainya. 

Pengumpulan sampah daur ulang di Pulau Mesa

Photo :
  • Jo Kenaru (NTT)

Penelitian yang  diadakan IWP membuktikan  bahwa  permasalahan sampah  dari  dulu hingga sekarang masih belum tertangani dengan  baik. Secara umum pemerintah masih menggunakan pendekatan end of pipe. 

Penanganan sampah setelah sampai di TPA pun hanya dengan metode open dumping maupun sanitary  landfill.  Meskipun  pada  prakteknya  di  beberapa TPA lebih sering digunakan metode open dumping.    

"Reduce, Reuse  dan Recycle  adalah  model  relatif  aplikatif  dan bernilai   ekonomis   yang   dapat   diterapkan   pada   skala   kawasan   sehingga memperkecil  kuantitas  dan  kompleksitas  sampah.   Kini  metode  tersebut  dirasa masih  sangat  relevan  digunakan  untuk  menangani  permasalahan  sampah," katanya.

Pemahaman  dan  cara  pandang  masyarakat tentang  sampah  perlu diubah.  Salah   satu   caranya   adalah   dengan  melibatkan   masyarakat   dalam pengelolaan  sampah  di  lingkup  yang  kecil.

Perempuan memainkan peran penting dalam pengelolaan sampah karena merekalah yang mengambil keputusan terkait konsumsi plastik dan plastik sekali pakai di rumah tangga mereka. Oleh karena itu, masukan mereka harus dipertimbangkan ketika merancang dan berkonsultasi mengenai kebijakan dan kegagalan dalam melakukan hal tersebut dapat membahayakan efektivitas setiap langkah kebijakan. 

Ruang partisipasi perempuan

Strategi ini pula yang dilakukan IWP saat memperkenalkan program economy circular di pulau-pulau di Manggarai Barat. Peran Perempuan (Ibu Rumah Tangga) terkait sampah ini sangatlah penting. 

Menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat terutama perempuan dalam pengelolaan  sampah,  terutama  sampah  rumah  tangga  secara  tidak  langsung  juga dapat  dikatakan  sebagai  upaya  pemberdayaan dan mendidik masyarakat dan masa depan, jika dipandang dari perspektif perempuan sebagai pendidik pertama- tama rumah tangga. 

Perempuan  diajak  untuk  lebih proaktif  dalam  menangani  hal-hal mengenai  lingkungan  di  wilayah  mereka. Dengan  adanya  konsep  partisipasi  yang  dikembangkan  oleh IWP dengan Program Circular Economy,  maka perempuan  secara tidak  langsung telah  diberdayakan untuk memahami dan mencintai lingkungan karena Manajemen  lingkungan yang  baik dan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa adanya tindakan bersama semua pihak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya