KPK Yakin Gazalba Saleh Tak Kembali Dapat Vonis Bebas

KPK kembali menahan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh di kasus TPPU
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh kembali ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terjerat dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK kembali tahan Gazalba karena telah penuhi kecukupan bukti dari pengembangan kasus suap di lingkungan Mahkamah Agung (MA).

Prabowo Pernah Bilang Demokrasi Sangat Melelahkan, Bamsoet Dorong Penyempurnaan UU Pemilu

Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa lembaganya yakin tidak akan mengulangi kesalahan yang sama yakni bebaskan Gazalba Saleh. Hakim agung nonaktif itu kini diyakini telah cukup dengan sejumlah bukti.

"Ya ini jadi sebuah pelajaran, sudah dikaji oleh tim hukum KPK, jaksa, juga lihat kembali kekurangan-kekurangan dan yang yg perlu ditutupi diantisipasi," ujar Asep Guntur kepada wartawan dikutip Jumat 1 Desember 2023.

Dewas KPK Ungkap Penyalahgunaan Wewenang Nurul Ghufron: Diminta Mutasi PNS Kementan ke Jawa

KPK kembali menahan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.

Photo :
  • VIVA/Zendy Pradana

Asep menuturkan bahwa KPK sudah penuhi sejumlah bukti dan keterangan saksi. Maka itu, dia berharap kasus Gazalba Saleh bisa lanjut ke persidangan dan dinyatakan resmi bersalah hingga berkekuatan hukum tetap.

Ketua DPRD Jambi Edi Purwanto: Kami Siap Berantas Korupsi

"InsyaAllah ke depan dengan konstruksi pasal yang saat ini dibangun, kemudian juga keterangan-keterangan para saksi dan kecukupan alat bukti, kami yakin bisa dibawa ke persidangan untuk disidangkan," kata dia.

Asep Guntur Rahayu sebelumnya mengatakan bahwa gratifikasi yang diterima oleh Gazalba Saleh salah satunya yakni untuk pengurusan kasasi eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"GS (Gazalba Saleh) menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi diantaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar," ujar Asep Guntur kepada wartawan dikutip Jumat 1 Desember 2023.

Gazalba menerima gratifikasi ketika menangani sebuah perkara di MA. Sebab, Gazalba harus menguntungkan pihak yang berperkara karena telah menerima gratifikasi.

"Untuk perkara yang pernah disidangkan dan diputus GS, terdapat pengondisian terkait amar isi putusan yang mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA. Dari pengondisian isi amar putusan tersebut," kata Asep.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan atau Eksekusi KPK Asep Guntur

Photo :
  • Zendy Pradana/ VIVA.

Tetapi, KPK masih belum menjelaskan berapa nilai gratifikasi yang diterima oleh Gazalba Saleh. Asep menyebutkan bahwa dirinya tak bisa jelaskan secara rinci kasus yang ditangani Gazalba saat itu.

"Jadi begini, ada sejumlah uang dan beberapa perkara. Nah, ini tidak bisa dipilah dari satu yang berapa, mungkin karena sudah waktunya lampau, kemudian nilainya tidak bisa jelas diingat, sehingga kalau suap harus jelas suapnya dari perkara siapa, jumlahnya berapa, kapan diberikan, kapan diterima, siapa yang berikan, siapa yang menerima. Nah karena tidak jelas, hanya memang perkara yang ditanganinya adalah salah satu perkara Pak EP (Edhy Prabowo)," kata dia.

"Nah, kalau dari awal kami mengetahui bahwa di perkara misal Pak EP beri uang dan kita tahu itu pasalnya kita menggunakan pasal suap, karena banyak sekali kita jaring pakai pasal gratifikasi. Bentuknya tadi sudah rumah jadi tanah masuknya ke TPPU karena sudah berubah," sambungnya.

Lebih lanjut, Gazalba menerima gratifikasi dalam kurun waktu 2018-2022 dengan nilai sekitar Rp 15 miliar.

"Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar," bebernya.

Gazalba Saleh dinilai bersalah karena telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya