Selek, Ritual Para Caleg di Manggarai NTT Jelang Pencoblosan

Caleg Heribertus Candra dioleskan darah ayam
Sumber :
  • Jo Kenaru (NTT)

Nusa Tenggara Timur - Masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT) diwarisi begitu banyak ritual adat. Ritual-ritual itu diadakan sesuai konteks dan tujuannya. Ritual yang menyangkut siklus kehidupan manusia misalnya, itu dilakukan sejak di dalam kandungan, kelahiran, menikah, sampai pada orang itu meninggal dan dikendurikan.

Ini 'Ritual' yang Dilakukan Witan Sulaeman sebelum Bela Timnas Indonesia di Piala Asia U-23

Beberapa acara adat yang sering disaksikan misalkan acara penyambutan tamu penting seperti pejabat, syukuran kampung, kasih makan leluhur jelang pergantian tahun, juga ritual tolak bala dan buang sial. Namun di era modern, ritual bernuansa perebutan kekuasan dan persaingan politik lokal seperti pilkades, pileg dan pilkada menambah daftar ritual adat di tanah Congka Sae.

Salah satu jenis ritual adat yang lagi marak jelang pelaksanaan pemilu 14 Februari 2024 yaitu ritual “Selek” yang dilakoni para calon legislatif jelang pemungutan suara.

Tidak Hadir, MK Sebut Caleg Gerindra dan Nasdem Tidak Serius: Dianggap Tidak Dilanjut Lagi

Penutur mengucapkan doa adat dalam ritus selek di Manggarai, NTT

Photo :
  • Jo Kenaru (Manggarai-NTT)

Seperti ritus Selek yang digelar di rumah adat (mbaru gendang) kampung Rentung Desa Belang Turi Kecamatan Ruteng yang melaksanakan Selek untuk calon anggota DPRD Heribertus Candra yang maju dari partai Gerindra nomor urut 2 pada wilayah pemilihan Kecamatan Ruteng, Lelak dan Rahong Utara.

Gerindra: PDIP di Luar atau Dalam Pemerintahan Sama-sama Baik

Seperti disaksikan ViVA, ritus ini diawali “Kari” atau pernyataan dukungan dan doa restu dari suku-suku dan klan juga dari pihak penjaga rumah adat sendiri. Perwakilan setiap suku dan klan serta kerbat yang menghadiri acara ini bersila seperti membentuk huruf “U” di ruang utama (lutur) rumah adat.

Kemudian, dari pihak anak rona sebutan untuk pihak-pihak yang dipandang terhormat dalam struktur adat Manggarai masing-masing menyerahkan barang yang biasa dibawa dalam acara selek seperti sarung adat (songke), selendang, destar, parang dan payung.

Adapun pemberian serupa seserahan ini dipakaikan kepada caleg setelah kari. Acara selek dimulai dari pemasangan destar di kepala, mengenakan selendang dan menyarungkan caleg tersebut dengan songke atau sarung adat serta memberi parang dan payung.

Didampingi istrinya, caleg yang hendak didoakan di depan sidang adat ini kemudian diarahkan duduk bersebelahan dengan tukang tudak (pendoa). Posisi duduknya membelakangi siri bongkok, sebutan tiang utama rumah adat.

Hewan kurban yang dipersembahkan dalam ritus Selek berupa seekor ayam jantan buluh merah (lalong cepang). Ayam itu dipegang penutur sambil mengucap untaian istilah adat seraya memohon restu leluhur (wura ceki) juga ayah dan ibu dari caleg yang kebetulan kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

Uniknya segala doa dan harapan menggunakan bahasa adat yang dirapalkan secara cepat-cepat. Terdengar seperti nyanyian tenor. Inti doa adatnya agar selama mendulang suara caleg tersebut tidak mendapat halangan dan rintangan.

Kemudian ada doa agar suara yang sudah ada jangan sampai berkurang lagi sebaliknya jumlah suara terus bertambah yang dalam narasi adatnya cai neho wani tua neho ruang yang berarti dukungan terus berdatangan seperti lebah yang beterbangan.

Menyudahi tudak atau doa, ayam jantan tersebut disembelih di depan penutur oleh 2 orang yang ditugaskan. Darah ayam di piring putih dipercaya sebagai petunjuk.

Membaca darah ayam

Tukang tudak dianggap sebagai orang pintar karena bisa menterjemahkan jawaban leluhur atau hasil yang bakal dicapai dari bentuk gumpalan darah ayam itu.

Kepada caleg Heribertus Candra, tukang tudak yang bernama Samuel itu menyampaikan kabar baik bahwa Caleg Heribertus berada sangat dekat dengan titik keberuntungan.

Selek supaya disegani

Samuel, tokoh adat kampung Rentung yang selalu dipercayakan sebagai tukang tudak (pendoa) di rumah adat menjelaskan, ritual Selek dapat didefinisi tergantung konteks tema dan tujuannya. Selek erat kaitannya dengan perjuangan.

Disampaikan Samuel, berkenaan dengan konteks perjuangan seorang caleg maka Selek berarti mendandani dengan sarung dan destar serta parang agar caleg tersebut terlihat berwibawa dan disegani. Parang dan payung adalah senjata penghalau segala halangan dan rintangan.

“Biasanya laki-laki Manggarai kalau ke kebun atau hendak keluar rumah pasti selek kope atau mengingkat parang di pinggang. Tapi dalam hal persaingan politik seperti caleg atau pilih kepala desa selek itu berarti memasang destar, selendang, songke dan parang supaya terlihat gagah dan disegani,” kata Samuel usai ritual, Sabtu 3 Februari 2024.

Dijelaksan Samuel, pernyataan niat maju sebagai caleg dari seseorang terlebih dahulu disampaikan dalam musyawarah adat atau lonto leok termasuk nantinya menentukan tanggal diadakan ritual selek.

“Kalau paang agu ngaung (semua suku) setuju maka dibuatlah acara selek sebagai bentuk dukungan dan restu sehingga dia yang sedang mencari suara supaya dijauhkan dari halangan maupun rintangan. Dalam tudak (doa) yang saya ucapkan tadi kita juga meminta kepada restu leluhur agar menjaga suara yang ada juga meminta tambahan suara yang sedang dicari dari kampung ke kampung,” terangnya.

Mengoles darah ayam

Ditambahkannya, acara selek dimaknai memateraikan seorang pria yang tengah berkutat dengan sebuah perjuangan. Untuk itu caleg tersebut diolesi darah ayam pada dahi dan tangannya.

“Saya juga oleskan darah ayam di dahi dan tangan Pak Heribertus Candra. Intinya, agar memperoleh perlindungan dari Tuhan dan leluhur,” tutupnya.

Selain meletakkan sesajen di atas tikar berupa potongan daging ayam yang dibakar, dalam acara selek ini juga dibuatkan pula ritual memanggil roh leluhur melalui acara cepa yakni meracik sirih pinang.

Tujuh kali ritual

Caleg Heribertus Candra menjelaskan bahwa setelah resmi menjadi caleg ia telah melakukan 7 kali ritual yang dipuncaki oleh ritus selek di rumah adat di rumah adat besar atau mbaru gendang.

“Sudah sembelih tujuh ekor ayam pada tujuh kali ritual adat. Ritual di rumah suku, kasih makan orang tua, di kampung ibu, di rumah mertua di garis keturunan ibu dan terakhir di sini di gendang acara selek yang melibatkan pang olo ngaung musi (seluruh suku),” kata Candra.

Dia pun mengakui, ritus adat yang dibuatnya Bersama keluarga besarnya merupakan warisan leluhur yang mesti dilaksanakan.

“Jangan main-main dengan adat, semua ritual terasa manfaatnya. Sama halnya dengan caleg ini yang tidak boleh main-main ya, saya percaya ritual selek maupun sekian banyak ritual yang saya jalankan pasti bermanfaat baik setidaknya saya dalam mencari suara selalu bertemu dengan orang-orang baik dan saya sudah rasakan itu,” kata Heribertus Candra.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya