Sumber :
- Aceng Mukaram
VIVA.co.id
- Komisi VIII yang mengurusi keagamaan dan sosial menyayangkan kejadian pembakaran di permukiman warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan Barat (Kalbar). Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay mengatakan sekalipun Gafatar salah, masyarakat tak berhak beraksi main hakim sendiri.
"Pembakaran kampung Gafatar itu tidak semestinya terjadi. Jika mereka dianggap berbahaya, ada banyak cara yang bisa ditempuh. Selain melaporkan ke pihak berwajib, tokoh-tokoh masyarakat di sana bisa mengajak mereka untuk dialog," kata Saleh melalui rilis pers di Jakarta, Rabu 20 Januari 2016.
Apalagi menurutnya, soal menyimpang tidaknya ajaran Gafatar masih dalam kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI). Oleh karena itu fatwa resmi larangan MUI juga belum dikeluarkan.
"Di sinilah letak peranan pemerintah dan tokoh masyarakat. Mereka bisa memberikan pencerahan agar pemahaman masyarakat tidak salah dan menyimpang, apalagi bertentangan dengan ideologi Pancasila dan Konstitusi," lanjut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ditambahkannya, pemerintah masih bisa mengingatkan dan membina warga yang dianggap menyimpang. Setiap orang menurut Saleh harus diberikan kesempatan untuk berubah meskipun pernah melakukan kesalahan apalagi belum dipastikan pelanggaran hukum. Hak untuk hidup setiap warga negara dijamin melalui Konstitusi.
Baca Juga :
Kasus Gafatar, Polisi Sudah Periksa 50 Saksi
"Outputnya adalah memelihara ketenteraman dan ketertiban umum di masyarakat. Jadi mereka tidak berleha-leha, bersantai-santai kalau ada kejadian. Kalau ada kejadian di daerah camat yang bertanggung jawab," kata Soedarmo.
Hal tersebut disampaikan Saleh dan Soedarmo menanggapi aksi pembakaran permukiman eks Gafatar yang terjadi di Desa Moton, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat pada Selasa 19 Januari 2016.
Halaman Selanjutnya
"Outputnya adalah memelihara ketenteraman dan ketertiban umum di masyarakat. Jadi mereka tidak berleha-leha, bersantai-santai kalau ada kejadian. Kalau ada kejadian di daerah camat yang bertanggung jawab," kata Soedarmo.