Soal Bom Solo, Sutiyoso Tidak Mau Dibilang Kecolongan

Kepala BIN Sutiyoso
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, tidak terima bila institusinya disebut kecolongan dengan terjadinya aksi bom bunuh diri di halaman Mapolres Surakarta, Jawa Tengah.

Kepala BIN: Saatnya Indonesia Punya Medical Intelligence Andal

Saat ditanya mengenai terjadinya aksi bom bunuh diri yang menimbulkan korban luka seorang polisi di Solo, Sutiyoso mengungkapkan, sebenarnya BIN telah berupaya melakukan tugas dan fungsi semaksimal mungkin.

"Jangan bilang kecolongan, karena kami sudah bekerja keras," kata Sutiyoso kepada awak media seusai bersilaturahmi ke kediaman Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 6 Juli 2016.

Wilayah 4T di Sulawesi Utara Digempur Vaksinasi

Dia menjelaskan, fungsi dan tugas BIN adalah memberikan informasi terkait ancaman atau teror yang berpotensi terjadi. Namun, BIN tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui secara persis lokasi terjadinya.

"Fungsi BIN itu hanya memberikan informasi kepada aparat, ini bakalan ada begini. Tapi, kami tidak pernah bisa menjelaskan di mana tempatnya, karena keterbatasan," ungkapnya.

11 Ribu Dosis Vaksin Disebar ke 5 Kabupaten di Jawa Tengah

Dia mempersilakan persepsi orang, bila dinilai institusinya kecolongan. Karena, menurut dia, mereka yang tidak mengerti akan berbicara demikian.

"Terserah dari penilaian orang mau bilang kecolongan. Orang yang enggak tahu tugas dan fungsi BIN juga akan bilang seperti itu," ungkapnya.

Dia mengibaratkan, bila yang terjadi di Solo adalah suatu bentuk kecolongan, aksi bom yang terjadi di Amerika dan Istanbul, Turki, juga kecolongan.

"Ya, kecolongan semua kalau bom teroris itu. Karena, teroris tidak pernah bilang kapan mau menyerang, di mana sasarannya, tidak pernah ada (keterangan itu)," tuturnya.

Oleh karena itu, dia menekankan untuk segera mungkin pemerintah memperbaiki sistem regulasi Indonesia terkait terorisme, dengan merevisi undang-undang terorisme.

Menurut Sutiyoso, regulasi terorisme yang longgar menjadi salah satu titik lemah Indonesia dalam menghadapi aksi terorisme, yang membuat ruang gerak aparat intelijen menjadi terbatas.

"Revisi UU terorisme segera kita lakukan. Karena itu titik lemah kita," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya