Kepala Sekolah Setrum Siswa Tak Punya Lisensi Alat Terapi

SD Negeri III Lowokwaru di Kota Malang, Jawa Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Lucky Aditya

VIVA.co.id - Tjipto Yuhwono, Kepala Sekolah SD Negeri III Lowokwaru di Kota Malang, Jawa Timur, mengklarifikasi tuduhan atas empat siswa yang menjadi korban penyetruman. Dia berdalih hal yang dilakukannya murni tes kebohongan atau tes konsentrasi.

Kouta Penerimaan Siswa PPDB Sumut 2024, SMA 96.588 Orang dan SMK 89.560 Orang

"Yang saya lakukan itu tidak ada sentimen terhadap anak-anak, murni pembinaan. Terapi yang kita gunakan untuk nge-tes kebohongan dan konsentrasi anak. Tidak ada sentimen dan menghukum pada anak," kata Tjipto pada Rabu, 3 Mei 2017.

Dia berterus terang tidak mempunyai sertifikat atau lisensi dari alat yang ia klaim sebagai alat tes konsentrasi itu. Soalnya, itu murni inisiatif pribadi dan ilmu yang didapat untuk membuat alat tes konsentrasi didapat dari gurunya.

Ria Ricis Kasih Bantuan ke Sekolah SLB: Karena Aku Suka Anak-anak Kecil

"Saya lihatnya sama seperti anak yang lain, sama seperti anak saya sendiri, kalau perlu pembinaan, ya, saya lakukan. Lisensi alat ini dan sertifikasi memang tidak ada. Ini inisiatif saya sendiri, saya dapat ilmu dari guru saya. Ini sebenarnya untuk kesehatan dan terapi," ujar Tjipto.

Soal tuduhan penyiksaan, ia menegaskan tujuan utamanya murni memberi terapi. Bukan menyiksa atau memberikan hukuman. Ia bersedia meminta maaf kepada orangtua dan masyarakat jika perbuatan yang ia lakukan dianggap tidak benar dan penyiksaan.

Ini Pertimbangan Komisi B DPRD DKI Bahas Kenaikan Tarif Transjakarta

Tjipto menjelaskan mula dia berinisiatif menggunakan alat bertenaga listrik yang dia klaim untuk terapi konsentrasi itu. Sebenarnya dia sempat menguji coba teknik meditasi kepada sejumlah siswa. Tujuannya sama, yakni melatih konsentrasi. Tetapi teknik itu tak membuahkan hasil. Dia kemudian mencoba alat bertenaga listrik itu kepada empat siswa.

Ia mengaku bersalah jika terapi yang dilakukannya justru membuat anak-anak menjadi trauma sebelum pelaksanaan Ujian Nasional. Ia sudah berkomunikasi dengan empat siswa itu, dengan memberi trik dan meminta mengatur waktu sebelum Ujian Nasional.

Tjipto bersedia menerima sanksi mutasi dari Dinas Pendidikan Kota Malang jika dianggap bersalah. Sedangkan soal pelaporan kepada Kepolisian, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Pendidikan.

"Saat ini saya minta pelayanan ke anak-anak tetap, jika ada sanksi dari insiden ini; saya dimutasi, saya legowo (menerima) jika itu sesuai prosedur. Kalau ada proses hukum, saya serahkan ke Dinas Pendidikan. Soal tuduhan mimisan, saya tidak tahu pasti," katanya.

Kadisdik Sumut, Abdul Haris Lubis.(B.S.Putra/VIVA)

Sekolah Jangan Paksa Siswa Ikut Acara Perpisahan

"Mewajibkan itu, tidak boleh. Jangan samakan semua kondisi ekonomi orang tua siswa itu. Apa lagi, siswa itu termasuk orang tidak mampu," jelas Haris.

img_title
VIVA.co.id
15 Mei 2024