Pleno DPP Belum Ada, Gelagat Mengarahkan Calon Ketum Tunggal di Munas

Wasekjen Golkar periode 2009-2014 dan 2014-2015, Lalu Mara Satriawangsa.
Sumber :
  • Ist

VIVA – Partai Golkar tahun ini punya agenda penting yaitu perhelatan Musyawarah Nasional atau Munas. Namun, munas dikritik karena terkesan ada gelagat untuk mengarahkan agar hanya calon tunggal di munas.

Duet Ahmad Dhani-Bayu Airlangga Masuk Bursa Pilwali Surabaya

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Golkar periode 2009-2014, Lalu Mara mengatakan gelagat mengarahkan calon tunggal karena belum juga ada agenda rapat pleno harian. Padahal, pleno ini penting untuk menentukan jadwal Rapat Pimpinan Nasional atau Rapimnas yang akan membahas penentuan waktu dan tempat munas.

"DPP Partai Golkar belum juga mengagendakan rapat pleno harian untuk memutuskan jadwal Rapimnas yang agendanya penetapan waktu munas. Dampaknya hingga saat ini belum juga dibentuk Komite Pemilihan Ketua Umum, dan pembentukan OC dan SC,” kata Lalu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.

Khofifah Sudah Jalin Komunikasi, PDIP Akan Ikut Mendukungnya di Pilgub Jatim?

Menurut dia, hal ini tak baik untuk citra Golkar yang selama ini dikenal demokratis dalam pemilihan ketua umum. Ia mengingatkan dengan hitungan beberapa bulan lagi, waktu sudah mepet. Merujuk jika pelaksanaan munas digelar akhir 2019.

"Mengingat waktu yang sudah mepet, maka kesan yang muncul adalah ada gelagat untuk menciptakan calon tunggal," tutur Lalu.

Golkar Sebut Ridwan Kamil Pilih Maju Pilkada Jawa Barat

Kemudian, ia menambahkan, biasanya jelang munas juga ada Komite Pemilihan yang membahas syarat untuk menjadi ketua umum. Komite pemilihan ini nanti yang berujung terbentuknya Organizating Commitee (OC) dan Sterring Committee (SC). Namun, kali ini dinilai berbeda.

"Pleno aja belum. bagaimana mau buat komite pemilihan, pembentukan OC dan SC?" tuturnya.

Menurutnya, dengan cara ini membuat kader partai yang mau maju sebagai caketum akan menjadi serba salah. Tanpa ada aturan yang disepakati bersama maka akan sulit untuk sosialisasi ke DPD sebagai pemilik hak suara.

"Mau sosialisasi ke DPD dan pemilik hak suara bisa salah karena bisa dianggap tidak santun. Sementara diam saja juga salah. Bisa dinilai tidak serius oleh pemilik hak suara," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya