Sistem Tata Negara Dinilai Bisa Rusak Jika MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

Jakarta - Gugatan batasan umur capres-cawapres yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) akan memiliki efek buruk jika dikabulkan. Pendapat itu disampaikan oleh Pengamat hukum dan tata negara serta dosen STHI Jentera, Bivitri Susanti.

Ketua MPR: Tidak Ada Celah untuk Menunda atau Membatalkan Pelantikan Prabowo-Gibran

Ia menilai bahwa Mahkamah Konstitusi sudah sewajibnya untuk menolak mentah-mentah adanya pengajuan permohonan terkait batas usia capres-cawapres. Sebab menurut Bivitri, MK merupakan lembaga yudikatif yang tidak memiliki peran dalam perubahan aturan terkait Pemilu.

“Tidak seharusnya diputuskan oleh lembaga yudikatif. Itu tugasnya DPR dan pemerintah,” ucap Bivitri.

Pakar Hukum Trisakti: Gugatan Praperadilan Panji Gumilang Bakal Ditolak di PN Jaksel

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti usai diskusi di Jakarta.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Fajar Ginanjar Mukti

Bahkan, pengamat hukum tersebut juga memproyeksikan adanya kerusakan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Karena jika gugatan batas usia capres-cawapres diizinkan, maka legitimasi MK akan rusak.

Istana Sebut Nama-nama Anggota Pansel KPK Akan Diumumkan Bulan Ini

Secara terang-terangan Bivitri menyebut bahwa legitimasi MK sebagai lembaga negara akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.

“Kalau secara keilmuan sih, seharusnya MK memang tidak menerimanya. Jadi seharusnya memang tetap 40 tahun,” tegas Bivitri.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Namun ia tidak memungkiri bahwa kuat diduga tengah ada desakan pada tubuh MK untuk segera mengizinkan adanya perubahan aturan batasan usia capres-cawapres demi Pilpres 2024 mendatang. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana sikap MK yang sempat menunda keputusan terkait gugatan tersebut.

Dan kondisi itulah yang dianggap Bivitri dapat menggoyahkan sistem ketatanegaraan Indonesia.

“Ada operasi yang dilakukan juga dan itu yang menurut saya akan merusak sistem ketatanegaraan kita,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya