Sumber :
- VIVAnews/Adri Irianto
VIVAnews
– Sabtu pekan lalu, 23 Februari 2013, Anas Urbaningrum menyatakan berhenti dari Ketua Umum Demokrat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan status hukumnya sebagai tersangka kasus Hambalang. Status tersangka itu bagai meruntuhkan karir politik yang selama ini dibangun Anas dari bawah.
Lihat video perjalanan karir politik Anas .
Baca Juga :
BRIN Dukung Industri Kendaraan Listrik Nasional Lewat Pameran IEMS 2024, Catat Tanggalnya
Semasa kuliah, Anas aktif berkiprah di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia pun terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada tahun 1997. Sebagai ketua umum organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia saat itu, Anas berada di tengah perubahan pusaran politik pada reformasi 1998.
Pada masa itu pula, Anas menjadi tim revisi Undang-Undang Politik yang merupakan salah satu tuntutan reformasi. Tahun 1999, Anas menjadi anggota tim seleksi partai politik yang bertugas memverifikasi kelayakan parpol untuk ikut Pemilu. Anas akhirnya terpilih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang bertugas mengawal Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2004 itu, Partai Demokrat yang masih “bayi” memperoleh kemenangan telak. Setahun kemudian, 2005, Anas bergabung dengan Demokrat. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPR pada tahun 2009. Karir politik Anas melejit cepat. Tahun 2010, ia terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Demokrat mengalahkan rivalnya, Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Anas pun mundur dari DPR untuk berkonsentrasi mengurus partai. Sayangnya, sejak terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat itu, jalan politik Anas tak pernah mulus. Berulang kali posisinya digoyang. Paling tidak Anas mengalami percobaan kudeta politik sampai tiga kali. Namun upaya-upaya itu selalu kandas.
Anas memang didukung kuat oleh struktur dan kader Demokrat di akar rumput. Jaringan Anas di Demokrat tak bisa diremehkan. Meski secara politis kuat, posisi Anas sangat rapuh karena bergantung pada kasus korupsi Hambalang yang sedang ditangani KPK.
Akhirnya, Jumat 22 Februari 2013, KPK menetapkan status hukum Anas sebagai tersangka. Anas pun mundur. Namun ia bukannya akan tinggal diam dan pasrah saja. Anas belum menyerah. Ia “mengancam” untuk membongkar banyak hal. “Ini bukan tutup buku, tapi pembukaan halaman pertama. Saya yakin halaman berikutnya akan bermakna bagi kepentingan kita bersama,” kata Anas.
“Kandas” di Demokrat, Anas masih tetap punya loyalis dan teman seperjuangan. Setiap hari, rumahnya di Duren Sawit Jakarta Timut tak hentinya dikunjungi para kolega, mulai kader Demokrat, kader HMI, politisi partai lain, sampai sahabat masa kecilnya. Kawan-kawan Anas itu menyatakan simpati dan mengalirkan energi kepada Anas di tengah cacian dan hujatan yang ia terima.
Politisi senior Golkar Akbar Tandjung yang sama-sama berkiprah di HMI bersama Anas termasuk salah satu yang menyambanginya. Ketika bertandang ke rumah Anas, Akbar mengutip perkataan mendiang Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. “Dalam kehidupan, Anda dibunuh sekali, mati. Tapi dalam politik, Anda dibunuh beberapa kali, akan bisa bangkit kembali,” kata Akbar. (eh)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Pada masa itu pula, Anas menjadi tim revisi Undang-Undang Politik yang merupakan salah satu tuntutan reformasi. Tahun 1999, Anas menjadi anggota tim seleksi partai politik yang bertugas memverifikasi kelayakan parpol untuk ikut Pemilu. Anas akhirnya terpilih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang bertugas mengawal Pemilu 2004.