Deponering, Kejaksaan Agung Dinilai Tampar Muka Sendiri

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan bahwa deponering atau pengesampingan perkara memang hak dari jaksa agung. Namun untuk perkara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, Kejaksaan Agung dianggap ibarat menampar muka sendiri.

Alasan Kapolri Tak Mau Uji Materi Deponering

Pasalnya, berkas P21 (hasil penyidikan sudah lengkap) Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dilakukan Kejaksaan Agung, namun kemudian dikeluarkan deponering.

"Maka kesannya Kejaksaan bersedia menampar mukanya sendiri dalam melakukan proses penegakan hukum," kata Arsul Sani ketika dihubungi, Jumat, 4 Maret 2016.

Deponering Samad dan BW Digugat

Penetapan berkas lengkap dan akan dinaikkan ke pengadilan atau P21 seharusnya tidak dilakukan Kejaksaan Agung terburu-buru. Apalagi ternyata berpotensi perkara itu dikesampingkan maupun diberikan SKP2.

"Dalam kasus semacam ini mestinya Kejaksaan sudah bisa memprediksi kemungkinan dihentikannya perkara. Baik dengan instrumen deponering atau Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)," kata Politikus PPP ini.

Hakim Tolak Gugatan Praperadilan SKPP Novel Baswedan

Ada dua hal yang biasanya menjadi alasan yaitu kepentingan umum dan kepentingan hukum sesuai dengan KUHAP. Oleh karena itu, pemberian deponering terhadap perkara kedua pimpinan KPK dinilai harus jelas mengandung hal tersebut.

Lebih jauh dia meminta Kejaksaan Agung bisa mengambil pelajaran agar tidak terburu-buru menangani perkara yang kemudian harus berhadapan dengan diskursus di publik.

Jaksa Agung HM Prasetyo resmi mendeponer kasus dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto pada Kamis, 3 Februari 2016. Hal itu didasarkan pada Pasal 35 huruf C UU Nomor 16  tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan dokumen KTP. Sementara Bambang Widjojanto disangkakan memerintahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010. (ase)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya