PPATK Kumpulkan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp17,38 Triliun

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia

VIVA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), melaporkan pada periode 2018-2020 PPATK telah membantu penerimaan negara. Di mana penerimaan itu berasal dari pemanfaatan hasil pemeriksaan dan denda sebesar Rp10,85 miliar.

Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar, Denda Terhindar

Selain dari pemeriksaan dan denda, penerimaan negara juga berasal dari uang pengganti kerugian negara yang dikumpulkan PPATK pada periode itu senilai Rp17,38 triliun.

“Kami akan terus membantu teman-teman DJP yang hampir tiap hari menyampaikan info kepada kami. Untuk mendapatkan hasil analisis terkait dengan upaya yang teman-teman DJP lakukan. Terkait dengan pengungkapan kasus-kasus di bidang perpajakan,” ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan dalam acara PPATK 3rd Legal Forum, Kamis 31 Maret 2022.

Yuk Pahami Aturan Barang Kiriman Hasil Perdagangan

Menghitung uang kertas rupiah pecahan 100 ribu (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Ivan juga menjelaskan, masifnya penerapan pajak karbon di Indonesia dapat menimbulkan potensi terjadinya kebocoran penimbangan negara. Di mana hal itu berasal dari pajak karbon yang teridentifikasi dilakukan oleh para oknum serta pelaku usaha.

Stafsus Menkeu: Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah

“Sejalan dengan penelitian Anti Corruption Resource Center pada tahun 2021. Yang menyatakan bahwa korupsi pada pajak karbon dapat menurunkan efektivitas pengenaan pajak karbon, pada pelaku usaha.  Sehingga berdampak tidak terwujudnya karbon netral yang ditargetkan oleh pemerintah,” jelasnya.

Berdasarkan hasil penilaian risiko di bidang nasional pencegahan, pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme di tahun 2021. Telah menetapkan tindak pidana korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang berisiko tinggi, diikuti tindak pidana di bidang perpajakan.

Dia menuturkan, bahwa rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme telah dibangun sejak dua dekade lalu. Dengan melalui penerapan Undang-Undang No 12 tahun 2022, sebagaimana telah diubah ke UU No 25 Tahun 2023.

“Yang kemudian diamandemen melalui UU No 8 tahun 2010, yang dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dari  tindak pidana korupsi dan tindak pidana perpajakan termasuk pajak karbon,” imbuhnya.

Namun disrupsi dari tindak pencucian uang melalui Gerakan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dapat berjalan efektif di Indonesia. “Jika dalam penerapannya dilakukan secara solid antara sektor publik dan sektor usaha. Termasuk di dalamnya para pelaku usaha uang menghasilkan emisi karbon,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya