VIVAnews - LDU Quito untuk sementara sukses menahan Manchester United (MU) 0-0 di babak 1 final Piala Dunia Antarklub 2008.
Bermain di Internasional Stadion Yokohama, Jepang, Minggu 21 Desember 2008, klub Ekuador itu bermain ekstra keras menahan gempuran Setan Merah.
Dari menit awal, MU sudah menunjukkan keunggulan di segala lini. Tapi masuk menit ke 3, hal yang paling ditakutkan Sir Alex Ferguson soal barisan belakang, benar terjadi.
Pemain Quito, Jairo Campos berhasil lolos dari sergapan pemain MU dan langsung berada di depan gawang. Sayangnya, bola malah melebar.
Wayne Rooney menciptakan peluang berbahaya di menit 9. Umpan lambung dari Michael Carrick mampu dikontrol Rooney lalu melepaskan tendangan voli keras.
Kiper Quito, José Francisco Cevallos, sampai harus melakukan aksi terbang demi menyelamatkan gawangnya.
Menit 14, Rooney lagi-lagi memaksa Cevallos jatuh bangun. Kali ini Rooney melepas tendangan keras langsung ke arah gawang. Namun, Cevallos sudah siap menghadang.
Empat menit kemudian, gantian Carlos Tevez yang menguji Cevallos. Pemain Argentina itu melakukan sundulan hasil umpan Ronaldo. Tapi, kali ini bola malah jatuh ke pelukan kiper Quito itu.
Roney belum menyerah untuk mencetak gol. Di menit 21, ia sekali lagi mengancam jala Quito. Kali ini menggunakan tendangan cungkil melewati kepala Cevallos. Sayangnya, bola hanya mendarat di atas jala gawang.
Secara keseluruhan babak 1, MU terlihat tak sengotot semifinal lalu. Setan Merah terlihat hanya meraba-raba permainan dengan
penguasaan bola sebanyak 68 persen. Akibatnya, laga jadi terlihat membosankan.
MU baru terlihat panas lagi di menit 34, ketika kerjasama satu-dua Rooney dengan Park Ji-Sung mengancam jala Quito. Tapi, lagi-lagi kiper Cevallos bisa menyelamatkan gawangnya.
Berselang enam menit, Rooney gantian bekerjasama dengan Ronaldo. Tapi hasilnya sama, hanya nyaris merobek jala Quito. Hingga turun minum, skor 0-0 bertahan untuk kedua tim.
Belum Mampu Atasi Banjir dan Macet di DKI, SPJ beri Rapor Merah Kinerja Heru Budi
Pj Gubernur DKI, Heru Budi Hartono dinilai gagal dalam mengatasi masalah banjir, kemacetan, hingga ruang bagi pejalur sepeda dan pedestarian di DKI Jakarta.
