Algoritma YouTube Dinilai Bohongi Publik saat Pemilu AS 2020

Logo YouTube.
Sumber :
  • TechCrunch

VIVA Tekno – Algoritma rekomendasi YouTube mendorong lebih banyak video tentang penipuan pemilu kepada orang-orang yang sudah skeptis perihal legitimasi pemilu Amerika Serikat 2020.

Sang Anak Minta Transfer Uang ke Jemaat, Sumber Penghasil Pendeta Gilbert Jadi Sorotan

Sebuah studi terbaru di Center for Social Media and Politics di New York University menunjukkan, jumlah video tentang kecurangan pemilu relatif sedikit, tetapi pengguna YouTube yang paling skeptis melihat video tersebut tiga kali lebih banyak dibandingkan pengguna yang paling tidak skeptis, mengutip dari situs The Verge, Jumat, 2 September 2022.

“Semakin Anda rentan terhadap jenis narasi tentang pemilu ini… semakin Anda akan direkomendasikan konten tentang narasi itu,” kata penulis studi James Bisbee, sekaligus ilmuwan politik di Vanderbilt University.

Mensos Risma Berikan Pesan ke Konten Kreator: Tidak Usah Takut untuk Melangkah!

Bisbee dan tim penelitinya sedang mempelajari seberapa sering konten berbahaya secara umum direkomendasikan kepada pengguna dan kebetulan ia dan timnya tengah menjalankan penelitian tersebut yang membuat mereka memanfaatkan waktu untuk secara khusus melihat cara algoritme merekomendasikan konten seputar penipuan pemilu.

Tim peneliti mensurvei lebih dari 300 orang dengan pertanyaan tentang pemilu 2020 yang menanyakan seberapa khawatir mereka tentang surat suara palsu dan campur tangan pemerintah asing.

YouTube Luncurkan sebuah Serial Dokumenter 5 bagian berjudul “Seribu Kartini”

Selain itu, tim peneliti juga melacak pengalaman peserta di YouTube.  Setiap orang diberi video untuk memulai, dan kemudian mereka diberi jalur yang mengarahkannya ke suatu situs misalnya, mengklik video kedua yang direkomendasikan setiap kali.

Analisis tersebut menemukan bahwa orang-orang yang paling skeptis terhadap pemilu memiliki rata-rata delapan video yang lebih direkomendasikan tentang kecurangan pemilu daripada orang-orang yang paling tidak skeptis.

Orang yang skeptis melihat rata-rata 12 video, dan non-skeptis melihat rata-rata empat video. Lebih dalam, jenis video yang ditampilkan juga berbeda, video yang dilihat oleh orang yang skeptis lebih cenderung mendukung klaim penipuan pemilu.

Tetapi jumlah video terkait penipuan dalam penelitian ini terbilang rendah, secara keseluruhan, orang melihat total sekitar 400 video, jadi bahkan 12 video adalah persentase kecil dari keseluruhan diet YouTube mereka.

Sehingga, orang-orang tidak dibanjiri dengan informasi yang salah, kata Bisbee.  Dan jumlah video tentang kecurangan pemilu di YouTube turun lebih banyak pada awal Desember setelah platform mengumumkan akan menghapus video yang mengklaim bahwa ada kecurangan pemilih dalam pemilu 2020.

Secara khusus, juru bicara YouTube Elena Hernandez menegaskan dalam email ke The Verge bahwa kebijakan platform tidak mengizinkan video yang secara salah mengklaim ada penipuan dalam pemilihan 2020.

Secara umum, YouTube membantah gagasan bahwa algoritma-nya secara sistematis telah mempromosikan informasi yang salah.  "Meskipun kami menyambut lebih banyak penelitian, laporan ini tidak secara akurat mewakili cara kerja sistem kami," kata Hernandez dalam sebuah pernyataan.

“Kami menemukan bahwa video dan saluran yang paling banyak ditonton dan direkomendasikan terkait pemilu berasal dari sumber resmi, seperti saluran berita,” timpalnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya