Gerakan Larang Plastik Langgar HAM Pemulung?

Diskusi Aliansi Zero Waste Indonesia
Sumber :
  • VIVA/Misrohatun Hasanah

VIVA – Beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan larangan terhadap penggunaan plastik sekali pakai di pasar modern, bahkan sudah mulai beranjak ke pasar tradisional. Kota-kota yang sudah menerapkannya yakni Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Balikpapan, Kalimantan Timur, Bali dan Bogor, Jawa Barat.

Peringati Hari Bumi Sedunia, IMIP Tanam 1.000 Pohon Pelindung

Namun Peraturan Gubernur dan Peraturan Wali Kota belum berjalan mulus di Bogor dan Bali. Sebab, ada beberapa pertentangan terhadap Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Secara garis besar protes datang dari asosiasi industri dan asosiasi daur ulang plastik dengan membawa label 'Hak Asasi Manusia'.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, kritik yang disampaikan oleh sejumlah asosiasi dan industri dinilai tidak tepat. Pelarangan plastik tidak bisa dikaitkan dengan hak asasi individu pemulung dan pendaur ulang dalam memperoleh kehidupan yang layak.

Baznas Sediakan Layanan Kesehatan di Sekolah Informal Pemulung

"Argumen mereka sulit untuk diterima. Pengurangan plastik sekali pakai malah diniatkan untuk menjamin hak asasi, khususnya untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat," katanya dalam konferensi pers 'Dukung Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Indonesia', di Artotel Thamrin, Jakarta, Senin, 29 April 2019.

Asosiasi yang menjatuhkan kritik itu meminta Pergub dan Perwali tersebut untuk diuji materiil di Mahkamah Agung. Sedangkan Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira mengatakan, proses yang dilayangkan cukup membingungkan karena saat ini masyarakat saja sudah mulai sadar akan bahaya plastik sekali pakai.

Pemulung Jadi Ujung Tombak Pengumpulan Sampah, IPI: Banyak yang Belum Mengapresiasi Mereka

"Tidak ada gejolak dari masyarakat di Banjarmasin, Bali, Balikpapan dan Bogor. Mereka bahkan sudah mulai antusias. Isu ini sudah diperjuangkan sejak lama, ketika berhasil mengubah, tiba-tiba saja ada gugatan dengan narasi yang cukup menyesatkan," katanya.

Berdasarkan riset Jenna Jambeck di Jurnal Science 2015, dari tahun pertama plastik diciptakan 1950 sampai 2015, ada 60 persen atau lima miliar ton sampah dibuang ke lingkungan, 12 persen dibakar di insinerator dan hanya 9 persen yang berhasil didaur ulang.

Menurut Tiza, mustahil jika daur ulang dapat menyelesaikan permasalahan di atas. Terbukti dari data di atas. Plastik sekali pakai memiliki nilai ekonomi yang rendah, dan tidak diambil untuk didaur ulang. Kendala klasiknya ialah pengumpulan, kualitas plastik dan kuantitas pasokan.

"Kami mengajak semua pihak, tidak hanya LSM yang peduli. Tapi semua pegiat persampahan, untuk sama-sama jangan membingungkan masyarakat. Kalau dibuat bingung, nanti malah tidak memperbaiki," kata Tiza. (ali)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya