Pelaku Usaha Spa Indonesia Tolak Kenaikan Pajak hingga 40 Persen

Asosiasi Spa Indonesia (ASPI)
Sumber :
  • ist

JAKARTA – Pelaku usaha spa merespons terhadap kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen, yang kini maksimal mencapai 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen. Peraturan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pemerintah Sudah Kantongi Rp 112 Miliar Pajak Transaksi Kripto pada 2024

"Kami mewakili penggugat ada 22 orang, baik di Jakarta maupun di Bali, kami sepakat untuk melakukan judicial review sehingga pada 3 Januari kita ke MK, kemudian diterima secara resmi itu 5 Januari 2024," ujar Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi, baru-baru ini. Scroll lebih lanjut ya.

Asyhadi menegaskan proses penyusunan UU tersebut tidak melibatkan para pemangku kepentingan.

Fortuner vs Pajero Sport Bekas, Pajak Tahunannya Murah Mana?

"Itu menjadi syarat MK bisa melakukan judicial review, yang menguji kembali apakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45, terutama rasa keadilan," tambahnya.

Bumi Resources Masuk 7 Perusahaan Wajib Pajak Terbaik versi DJP Kemenkeu

Pihak ASTI berfokus pada Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 58 Ayat 2, dengan menyoroti bahwa spa seharusnya tidak dimasukkan dalam kategori hiburan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata.

Didi, salah satu perwakilan, menyebut bahwa objek spa adalah manusia dan diatur oleh Kementerian Kesehatan, bukan hiburan.

"Jadi dengan dasar itu, spa bukan hiburan. Jadi kami judicial review, body of knowledge-nya jelas di kesehatan karena objeknya manusia," ujar Didi.

Ilustrasi pijat/spa.

Photo :
  • Istimewa

Mengenai besaran pajak, Didi menyebut bahwa sebenarnya tidak hanya 40 persen, melainkan dapat mencapai 67 persen dengan memperhitungkan pajak lainnya.

"Kami menganggap ini sangat bertentangan dengan rasa keadilan," ucapnya.

Kusuma Ida Anjani dari Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) menambahkan bahwa selama pandemi banyak bisnis spa yang berjuang, dan kenaikan pajak dapat mematikan industri spa, terutama yang masih berada dalam skala UMKM. Anggota ASPI, Wulan Tilaar, menjelaskan industri spa belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.

"Belum 100 persen back to normal," katanya.

Asosiasi Spa Indonesia (ASPI)

Photo :
  • ist

Ia mengkhawatirkan bahwa pajak yang tinggi dapat merugikan industri spa, yang telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan melestarikan budaya Indonesia. Wulan menyoroti pentingnya memberikan insentif kepada industri spa sebagai upaya mendukung pengembangan sektor kebugaran dan kesehatan masyarakat.

"Jangan sampai usaha-usaha yang kita lakukan bertahun-tahun itu akan gagal hanya karena pajak yang memberatkan industri ini," tegasnya.

Pihak spa juga menekankan dampaknya terhadap berbagai aspek, termasuk ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, pemeliharaan budaya, dan pencapaian Sustainable Development Goals. Mereka berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan pajak hiburan untuk mendukung kelangsungan industri spa di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya