Iuran BPJS Kesehatan Naik 2 Kali Lipat, Bikin Masyarakat Ogah Bayar

BPJS Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA – Pemerintah Indonesia resmi menaikkan iuran BPJS bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional- Kartu Indonesia Sehat. Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 tahun 2019 tanggal 24 Oktober menyatakan bahwa baik peserta Penerima Bantuan Iuran maupun Penerima Bukan Penerima Upah Naik hingga dua kali lipat. 

Dukung Pers Sehat, BPJS Kesehatan Kembali Raih Penghargaan Bergengsi

Kebijakan ini pun menuai pro-kontra di masyarakat. Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa cara umum Perpres No. 75 ini baik dan diharapkan dapat mengatasi masalah defisit yang tiap tahun mendera Program JKN. 

Namun, yang menjadi persoalan utama Perpres no. 75 ini ialah kenaikan iuran peserta PBPU atau Peserta Mandiri yang sedemikian besarnya yang diatur dalam pasal 34. Dalam pasal itu disebutkan bahwa iuran peserta Kelas III menjadi Rp. 42.000 POPB, kelas II menjadi Rp. 110.000 POPB dan Kelas II menjadi Rp160.000 POPB. 

WAML Gelar Kongres ke-28 di Batam, Sejumlah Isu Akan Dibahas

"Kenaikan ini sangat memberatkan peserta mandiri yang akan berakibat pada keinginan membayar (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) yang menurun,"ungkap Timboel saat dihubungi VIVA, Rabu, 30 Oktober 2019. 

Dengan kenaikan iuran ini, lanjut Timoel, potensi kepesertaan menjadi non aktif akan semakin besar. Bila di 30 Juni 2019 peserta Mandiri yang non aktif sebanyak 49.04 persen maka paska dinaikkannya iuran mandiri ini akan terjadi peningkatan peserta non aktif. 

Di Universitas Harvard, Dirut BPJS Kesehatan Ungkap Jurus Capai UHC dalam 10 Tahun

"Semangat baik JKN mendekatkan dan memudahkan masyarakat ke fasilitas kesehatan, maka dengan adanya kenaikan iuran ini masyarakat akan dijauhkan lagi dengan pelayanan kesehatan," ungkap Timboel. 

Timboel melanjutkan, untuk peserta kelas 1 dan 2 tentunya kenaikan iuran ini akan memberatkan di tengah pelayanan BPJS Kesehatan kepada peserta JKN masih banyak masalah seperti sulitnya mencari kamar perwatan, menanti jadwal operasi yang lama, masih disuruh beli obat, dsb. Kenaikan iuran 100 persen ini akan menyebabkan keinginan untuk membayar iuran malah menurun.

Menurut Timboel adanya keinginan untuk turun kelas perawatan menjadi kelas 3 sudah terjadi sejak isu kenaikan iuran klas 2 dan 1 ini terpublikasi.  Akibat turun kelas dan peserta non aktif meningkat kemungkinan pendapatan iuran dari peserta mandiri akan menurun. 

"Demikian juga kelas 3 yang memang masih banyak diisi oleh rakyat miskin, akan menyebabkan peserta non aktif semakin meningkat. Seharusnya mereka dapat PBI tetapi karena keterbatasan quota PBI maka mereka ambil kelas 3,"ujar Timboel. 

Khusus kelas III, seharusnya Pemerintah mempertimbangkan masukan Komisi IX DPR yang meminta iuran klas 3 tidak naik sampai selesainya proses pembersihan data PBI. Hingga saat ini proses pembersihan data PBI masih berlangsung dan tentunya sampai 2020 pun masih terus terjadi. Saya berharap anggota Komisi IX DPR saat ini mau menagih “kesepakatan” yang lalu tersebut.

Pasal 34 ini berpotensi menimbulkan gejolak penolakan dari masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah sebaiknya mengkaji lagi pasal 34 tersebut. Pemerintah sebaiknya menaikkan iuran untuk peserta mandiri dalam batas yang wajar saja. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya