Saking Banyaknya Informasi COVID-19, Banyak Orang Ngaku Punya Gejala

ilustrasi batuk.
Sumber :
  • Viva.co.id/Lutfi

VIVA – Pandemi global virus corona jenis baru penyebab penyakit COVID-19 tentu membuat masyarakat di berbagai belahan dunia merasa khawatir. Terlebih dengan banyaknya jumlah kasus positif dan dampak korban yang meninggal. 

Kuota Haji Kabupaten Tangerang Bertambah, 20 Persen Lansia

Belum lagi pemberitaan yang masif mengenai penyebaran virus corona tentu membuat masyarakat semakin khawatir akan virus ini. Akibatnya, tidak sedikit masyarakat yang kemudian menjadi curiga atau takut bahwa dirinya terjangkit virus corona atau COVID-19. 

Maka, saat tiba-tiba mereka merasakan gejala seperti demam atau nyeri tenggorokan, mereka langsung curiga jika tertular virus corona. Padahal, beberapa gejala yang dirasakan itu hanya penyakit ringan saja. 

Geger Vaksin COVID-19 AstraZeneca, Ketua KIPI Sebut Tidak ada Kejadian TTS di Indonesia

Lalu, bagaimana pakar melihat hal ini? Spesialis kejiwaan, dr. Andri, SpKJ, FACLP melalui akun Twitternya memberikan penjelasan bahwa hal tersebut adalah hal normal. 

"Masa saat ini ketika kita membaca berita atau cerita tentang gejala virus corona atau COVID19 dan tiba-tiba kita merasa tenggorokan kita agak gatal, nyeri dan merasa agak sedikit meriang walaupun suhu tubuh normal itu wajar," kata dia seperti dikutip VIVA, Selasa 24 Maret 2020.

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

Dia menjelaskan, kondisi tersebut disebut reaksi psikosomatik. Yang mana reaksi psikosomatik ini muncul salah satunya karena kecemasan yang dipicu oleh berita-berita yang terus menerus terkait COVID-19.

"Amygdala atau pusat rasa cemas sekaligus memori kita jadi terlalu aktif bekerja, akhirnya kadang dia tidak sanggup mengatasi kerja berat itu. Amygdala yang bekerja berlebihan ini juga mengaktifkan sistem saraf otonom secara berlebihan, kita jadi selalu dalam kondisi fight or flight atau siaga terus menerus," jelas Andri. 

Andri melanjutkan, ketidakseimbangan ini yang membuat gejala psikosomatik muncul sebagai suatu reaksi untuk siap siaga menghadapi ancaman. Salah satu cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi gejala psikosomatik akibat amygdala yang terlalu aktif ini adalah mengurangi dan membatasi informasi terkait degan COVID-19 ini. 

"Lakukan hal lain selain browsing, lakukan hobi yang menyenangkan dan sebarkan optimisme kita bisa lewati semua ini," jelas Andri. 

Dalam unggahannya, Andri juga memberikan perbedaan antara gejala psikosomatik dengan gejala virus corona yang sesungguhnya. Dia menjelaskan, beberapa hal yang biasanya dikaitkan dengan gejala psikosomatik, antara lain gejala hilang timbul, tidak terus menerus, berpindah-pindah gejalanya. 

"Pemeriksaan objektif bisa dilakukan pada kondisi seperti sekarang ingat kalau ada demam tinggi, batuk pilek dan sesak nafas lebih baik segera ke RS. Kalau sesak napas itu juga bisa karena reaksi cemas, tapi tidak terus menerus biasanya pada kondisi cemas panik," kata Andri. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya