Virus Corona Bisa Menular Lewat Udara, Mitos atau Fakta?

Ilustrasi virus corona/COVID-19/masker.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Belum lama ini sempat ramai isu bahwa virus corona atau COVID-19 bisa menular lewat udara atau airborne. Hal ini bermula dari sebuah penelitian yang dilakukan di luar negeri dan ramai diberitakan media-media internasional. Organisasi kesehatan dunia atau WHO juga telah mengomentari hal ini.

Geger Vaksin COVID-19 AstraZeneca, Ketua KIPI Sebut Tidak ada Kejadian TTS di Indonesia

Namun, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, dr. Erlina Burhan membantah corona adalah virus yang bersifat airborne atau menular lewat udara. Ia mengatakan bahwa WHO sendiri tak pernah menyatakan bahwa virus corona bisa menular lewat udara. 

Ia meluruskan bahwa WHO menyampaikan komentar mengenai sebuah penelitian suatu terapi, yang memungkinkan virus itu ada di udara dan bertahan selama tiga jam.

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

"Yang ingin disampaikan WHO adalah untuk petugas medis. Memang ada tindakan medis yang dilakukan, memungkinkan atau menimbulkan virus ini bisa (ada) di udara," ujar Erlina saat menjadi tamu di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, Selasa malam, 24 Maret 2020.

Ia kemudian mencontohkan pasien asma yang menerima perawatan inhalasi atau diuap. Waktu mesin dihidupkan, keluar uap yang dinamakan aerosol.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Kalau itu (inhalasi) dilakukan ke pasien COVID-19, yang keluar bukan cuma uap, tapi virusnya. Jadi kalau itu dilakukan, petugas harus pakai masker N95, yang mampu menyaring 95 persen dari partikel yang berukuran 5 mikron. Jadi kecil sekali kemungkinan itu (virus) akan masuk," jelas Erlina.

Contoh lainnya seperti alat penyemprot yang biasa digunakan dokter gigi. Menurutnya, inilah alasan dokter gigi patut berhati-hati, karena hal tersebut bisa menyebabkan virusnya ada di udara dan berisiko masuk ke saluran napas.

Begitu pula dengan metode intubasi yang sering dilakukan dokter pada pasien gagal napas, kondisi di mana kadar oksigen di darahnya sangat rendah.

"Itu harus dipasang namanya ventilator, alat bantu napas. Dipasang pipa ke saluran napas. Ini berisiko terjadinya aerosol atau penguapan, di mana virus bisa jadi airborne," kata Erlina.

"Jadi bukan mendeklarasikan penularan lewat airborne. Itu ada di situsnya WHO," tambahnya.

Sebagai informasi, virus corona sendiri menular lewat droplet atau percikan cairan dari saluran pernapasan penderita dan kontak fisik dengan orang yang positif.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya