Kemenkes Sebut Ada Lonjakan Anomali Angka Kematian COVID-19, Kok Bisa?

Vaksin COVID-19
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Dalam kurun waktu tiga minggu terakhir, Kementerian Kesehatan merilis angka Kematian akibat COVID-19 yang cenderung tinggi. Terlebih, tigq provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki kontribusi paling besar. 

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg. Widyawati, MKM mengakui adanya keterlambatan dalam pembaharuan pelaporan dari daerah akibat keterbatasan tenaga kesehatan dalam melakukan input data akibat tingginya kasus di daerah mereka pada beberapa yang minggu lalu. 

“Tingginya kasus di beberapa minggu sebelumnya membuat daerah belum sempat memasukkan atau memperbarui data ke sistem National All Record (NAR) Kemenkes," kata  Widya dalam keterangan persnya.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

NAR merupakan sistem big data untuk pencatatan laboratorium dalam penanganan COVID-19 yang dikelola oleh Kemenkes. Adanya keterlambatan memasukan data itu yang menimbulkan lonjakan anomali angka kematian.

“Lonjakan-lonjakan anomali angka kematian seperti ini akan tetap kita lihat setidaknya selama dua minggu ke depan,” ujar drg. Widyawati. 

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Sejalan dengan itu, Tenaga Ahli Kementerian Kesehatan, dr. Panji Fortuna Hadisoemarto, MPH, menyampaikan bahwa berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kementerian Kesehatan, didapati bahwa pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime dan merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya. 

Berdasarkan laporan kasus COVID-19 di tanggal 10 Agustus 2021, misalnya, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya. Bahkan 10,7% diantaranya berasal dari kasus pasien positif yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal. 

“Kota Bekasi, contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen diantaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57 persen dan bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen," ujarnya dalam keterangan pers.

Lalu 6 persen sisanya, lanjut Panji, merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus. Contoh lain adalah Kalimantan Tengah dimana 61% dari 70 angka kematian yang dilaporkan kemarin adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari namun baru diperbaharui statusnya. 

Dokter Panji menuturkan lebih dari 50 ribu kasus aktif yang saat ini adalah kasus yang sudah lebih dari 21 hari tercatat namun belum dilakukan pembaharuannya. 

“Kita saat ini sedang mengkonfirmasi status lebih dari 50 ribu kasus aktif. Jadi beberapa hari kedepan akan ada lonjakan di angka kematian dan kesembuhan yang bersifat anomali dalam pelaporan perkembangan kasus COVID-19. Tapi ini justru akan menjadikan pelaporan kita lebih akurat lagi,” tutur dr. Panji. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya