Tren Revenge Travel dan Kerumunan Holywings, Pakar IDI: Memilukan

Pembubaran kerumunan Holywings Kemang
Sumber :
  • Instagram @jakinfo

VIVA – Nyaris dua tahun pandemi COVID-19 melanda dan masyarakat 'dipaksa' beraktivitas di rumah serta mengurangi mobilitas. Sayangnya, masyarakat dunia sudah mulai jenuh untuk di rumah sehingga muncul tren baru dengan berani bepergian dan berkerumun seperti 'pesta' di Holywings.

Direkomendasikan oleh IDI, Apa Sih Physical Sunscreen Itu?

Ya, baru-baru ini Holywings ramai diperbincangkan lantaran menciptakan kerumunan. Dalam sebuah video, terlihat warga berkumpul di tempat makan tersebut tanpa menjaga jarak. Menurut Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban, hal itu sangat memilukan.

"Sejujurnya saya sedang senang ketika tahu BOR rumah sakit rujukan Covid-19 turun jadi 20 persen dan Indonesia turun ke nomor 13 di Worldometers. Tapi langsung mengerutkan dahi saat melihat video kerumunan seperti "konser" pra-Covid-19 di Holywings. Pemandangan yang memilukan," tulis Zubairi dikutip dari akun twitter pribadinya.

Soekarno-Hatta Airport Gets the Busiest Title in Southeast Asia

Belum cukup di situ, saat ini tren lain juga bermunculan, yakni revenge travel alias balas dendam untuk liburan. Prof Zubairi menilai, tren ini bisa menggagalkan usaha yang selama ini dilakukan untuk membasmi pandemi.

"Revenge travel benar-benar sedang terjadi dan bisa lebih besar lagi gelombangnya. Ini harus diwaspadai. Sebab, SARS-CoV-2 belum kemana-mana. Jangan sampai tren itu membatalkan kemajuan situasi pandemi saat ini. Semoga kita bisa bercermin atas keadaan suram Juni dan Juli silam," kata Prof Zubairi.

GrandMax Maut Tewaskan 12 Orang di Tol Cikampek Mobil Travel Gelap? Ini Kata Kapolri

Ada pun tren revenge travel berarti melarikan diri dari kehidupan monoton yang ditimbulkan oleh lockdown gelombang kedua COVID-19. Dikutip dari India Today, fenomena itu disebut sebagai 'perjalanan balas dendam'.

Lebih dari itu, ada kemungkinan ketakutan akan gelombang ketiga dari tren tersebut. Jarak sosial menjadi masalah ketika orang-orang terlihat berkeliaran di sekitar tujuan wisata populer di perbukitan dan mencipta kerumunan.

Perjalanan balas dendam dari tren pariwisata ini mengacu pada fenomena di mana orang ingin melepaskan diri dari rutinitas di rumah yang disebabkan adaptasi kehidupan baru. Ini juga dipicu dari keadaan yang digambarkan sebagai 'kelelahan di rumah' atau kelelahan yang meningkat karena aktivitas yang monoton.

Dalam istilah yang lebih sederhana, orang lelah mengikuti rutinitas yang sama hari demi hari, bekerja dari rumah, tidak dapat keluar rumah karena takut tertular virus corona. Hal ini menimbulkan semacam kepenatan yang membuat mereka ingin melarikan diri ke perbukitan atau destinasi wisata lainnya, sebuah konsep yang juga dikenal sebagai wisata balas dendam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya