73 Persen Pandemi COVID-19 Picu Kecemasan, Bisakah Diatasi?

Ilustrasi cemas dan khawatir (Imago Images/M. Eichhammer).
Sumber :
  • dw

VIVA – Tidak cukup hanya sehat secara fisik, kesehatan mental seseorang sangat memengaruhi produktivitasnya dalam bekerja. Sebab, masalah mental juga dapat mengganggu kesehatan fisik seseorang, khususnya di saat pandemi COVID-19 yang masih melanda.

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat Soroti Kesehatan Mental Generasi Muda Indonesia

Berbagai pembatasan dilakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Anak-anak bersekolah di rumah, karyawan bekerja dari rumah. Setiap keluar rumah wajib pakai masker.

Sesampainya di rumah harus segera melakukan ritual membersihkan diri. Tidak ada lagi acara kumpul-kumpul dengan teman dan saudara. Kondisi itu sudah kita rasakan sejak pertengahan Maret 2020 dan masih berlangsung hingga sekarang.

AstraZeneca Tarik Vaksin COVID-19 di Seluruh Dunia, Ada Apa?

Dampak pandemi pada mental

Sebagai makhluk sosial, kondisi ini tentu membuat kita tidak nyaman, kita merasa tertekan. Berbicara di acara media baru-baru ini yang diadakan oleh Good Doctor Technology Indonesia (GDTI) dan AXA Financial Indonesia, Psikolog Inez Kristanti, M.Psi memaparkan status kesehatan mental di Indonesia selama pandemi COVID-19.

Lebih Rendah dari Sebelum Pandemi, BPS Catat Pengangguran di Indonesia Turun Jadi 7,2 Juta Orang

"Sebuah studi dari Iskandarsyah, A. (2020, 29 April) dengan 3.686 responden dari 33 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 72 persen partisipan dilaporkan mengalami kecemasan dan 23 persen partisipan dilaporkan merasa tidak bahagia," kata dia, dikutip Selasa 5 Oktober 2021.

Lebih dalam, Inez menjelaskan bahwa gejala kecemasan antara lain kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir yang berlebihan, mudah marah dan kesal, serta sulit merasa rileks. Sementara itu, gejala depresi yang dilaporkan antara lain masalah tidur, kurangnya kepercayaan diri, kelelahan, dan kehilangan minat. 

Gejala Long COVID-19 intai kesehatan mental

Bukan hanya pembatasan sosial yang menyebabkan masalah kesehatan mental. Para penyintas COVID-19 pun merasakan gangguan mental ini. Menurut dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD dari GDTI, gejala yang dialami penyintas COVID-19 setelah 12 bulan atau lebih bervariasi seperti sesak napas, cemas, depresi, lelah, dan capai. 

"Gejalanya bervariasi. Misalnya, olahraga dengan intensitas rendah yang dilakukan hanya sebentar membuat Anda merasa lelah. Sementara itu, mereka yang 6 bulan telah sembuh dari COVID-19 dan masih merasakan gejala-gejala itu mencapai hampir 70 persen," ujarnyaa.

Kondisi itulah yang dikenal dengan istilah Long COVID. Long COVID-19 adalah apabila setelah empat pekan sejak mulai merasakan gejala COVID-19 sampai dinyatakan negatif, masih timbul gejala sisa. 

"Gejala ini dapat berupa sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan,” ujar dr. Jeff dalam Good Talk yang berkolaborasi dengan Hippindo, Sentra Vaksinasi Serviam, dan Personal Growth.

Dampak psikis penyintas COVID-19

Virus Corona bahkan menyebabkan aspek kognitif mengalami penurunan. Menurut dr. Jeff, aspek reasoning (penalaran) dan analisis (pemecahan masalah) merupakan aspek kognitif yang paling terdampak akibat penyakit ini. 

“Kognitif terganggu akan memengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa yang ujung-ujungnya pada outcome atau produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Performa negara ini terhadap negara-negara lain akan makin tertinggal," kata dokter Jeff.

Sebuah studi yang dipublikasikan di The Lancet pada April 2021 menemukan bahwa sepertiga pasien COVID-19 telah didiagnosis dengan gejala neurologis atau psikologis, termasuk kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan psikosis, dalam enam bulan setelah mereka tertular COVID-19. 

“Paling banyak yang datang ke kami adalah yang mengalami gangguan psikosomatis dan kecemasan,” tuturnya.

Upaya pulihkan kesehatan mental

Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog Klinis, CEO & Founder Personal Growth dan Sahabat Sentra Vaksinasi Serviam yang juga penyintas COVID mengakui bahwa ketakutan, kengerian, paranoid, kecemasan (PTSD) tetap ada sekalipun kita dinyatakan sembuh.

“Kesehatan mental perlu diperhatikan apabila seseorang mengalami Long COVID-19, apalagi karena mereka akan merasakan frustrasi karena gejala penyakit masih dirasakan walaupun mereka sudah dinyatakan sembuh. Dalam perjalanan untuk sembuh dari Long COVID-19, para pasien harus mengerti bahwa ini merupakan sebuah proses,” ujar Ratih dalam Good Talk sebagai bagian dari rangkaian Good Talk Series.

Untuk membuat mental kita pulih, Ratih memberikan tips untuk mengadopsi kebiasaan kesehatan mental yang baik berikut ini:

- Lakukan latihan pernapasan secara teratur,

- Menerapkan pola latihan yang baik,

- Makan dengan baik,

- Mengadopsi kebiasaan gaya hidup yang baik,

- menerapkan kebiasaan tidur yang baik.

Selain itu, ada berbagai teknik relaksasi untuk membantu mengatasi stres, yaitu Shaking Therapy, Ikigai, Butterfly Hug, dan Guided Imagery. Apabila kecemasan mulai menguasai Anda, cobalah terapkan salah satu teknik relaksasi ini sebagai pertolongan pertama.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya