Masyarakat Masih Salah Persepsi Soal Imunisasi dan Susu

Ilustrasi bayi menangis.
Sumber :
  • Pixabay/ joffi

VIVA Lifestyle – Stunting masih menjadi 'pekerjaan rumah' yang belum bisa diselesaikan hingga sekarang. Khususnya di provinsi Sumatera Utara, menurut hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunting di provinsi tersebut mencapai 25,8 persen. 

Bey Machmudin Minta ICMI Arahkan Mahasiswa KKN Ikut Tangani Stunting

Hal yang lebih memprihatinkan lagi, sebanyak 13 dari 33 kabupaten berstatus 'merah', di mana persentase stunting masing-masing daerah di atas 30 persen. Kabupaten Langkat berada pada urutan ke-10 kabupaten/kota yang memiliki jumlah stunting tertinggi di Sumatera Utara, yaitu sebanyak 31,5 persen. 

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat, mengungkapkan, mengacu pada SSGI 2021, Sumatera Utara berada pada urutan 17 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi. 

Sekjen Gerindra: Prabowo Akan Menepati Janjinya setelah Dilantik

"Namun dasar kami menentukan wilayah edukasi bukan hanya data-data tersebut, melainkan banyak faktor, di antaranya karakteristik wilayahnya, kesiapan wilayah dan kader serta beberapa pertimbangan lainnya,” jelas Arif saat melakukan sesi edukasi gizi di Sumatera Utara bersama PP Aisyiyah, lewat rilis yang diterima VIVA, Senin 27 Juni 2022.  

Gerakan Nasional Indonesia Bebas Stunting 2030

Photo :
  • istimewa
Kisah Sertu Onisius, Babinsa TNI AD yang Berhasil Atasi Stunting di Pulau Terluar Dekat Australia

Lebih lanjut, Arif menjelaskan pada dasarnya edukasi gizi seharusnya tidak hanya difokuskan pada wilayah-wilayah dengan angka stunting yang tinggi, namun harus merata di seluruh daerah Indonesia. 

"Edukasi gizi ini harus dilakukan secara menyeluruh, seluruh kader dan penyuluh kesehatan masyarakat harus memiliki pengetahuan mengenai gizi keluarga, dilakukan secara terus-menerus. Ini adalah cara yang efektif untuk memutus mata rantai gizi buruk di Indonesia,” tegas Arif. 

Dalam kesempatan itu, YAICI bersama PW/PD Aisyiyah juga diterima oleh Plt. Bupati Langkat Syah Afandin di kediamannya, didampingi Plt Kepala Dinas Kesehatan Kab Langkat dr. Juliana dan Kepala Dinas PPKB dan PPA dr Sadikun Winato. 

"Dengan masuknya edukasi dari Aisyiyah pusat ini, besar harapan kita dapat membantu program penurunan stunting yang sudah ada di Kab. Langkat.  Karena itu dari kita juga harus bantu, Dinkes dan PPKB bisa berkoordinasi, karena ini (penurunan stunting) memang harus dikerjakan bersama-sama," ujar Syah Afandin. 

Ilustrasi stunting

Photo :
  • Direktorat P2PTM Kemenkes

Lebih lanjut, Syah Afandin juga menyoroti konsumsi kental manis yang menjadi salah satu pemicu persoalan gizi di masyarakat. 

"Nah itu, masih banyak yang minum susu kental ini. Walah, celaka kali ini. Tapi memang ini juga dipengaruhi ekonomi, jujur saja, susu kental ini kan murah,” bebernya.

Selain memberikan edukasi dalam bentuk Training of Trainer (ToT) untuk kader kesehatan Aisyiyah wilayah Sumut, YAICI juga melakukan kunjungan rumah di beberapa wilayah di Kab Langkat, di antaranya Paya Mabar, Pangkalan Brandan dan Besitang. 

Ketua bidang advokasi YAICI Yuli Supriati menjelaskan kunjungan rumah dilakukan untuk menggali pola konsumsi keluarga dan pengetahuan masyarakat mengenai gizi anak.

Ilustrasi imunisasi bayi

Photo :
  • ist

"Di masing-masing wilayah, kami berinteraksi dengan kader Posyandu dan juga ibu-ibu dengan balita. Dengan cara ini kita mendapatkan gambaran kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang memengaruhi kecukupan gizi anak,” tutur Yuli. 

Selain pengumpulan data melalui metode observasi dan wawancara tersebut, YAICI bersama Aisyiyah juga melakukan penelitian dengan metode survei sehingga hasil temuan di suatu daerah dinilai menjadi lebih komprehensif. 

"Yang menarik adalah, masing-masing wilayah ini memiliki karakteristik persoalannya sendiri. Di Paya Mabar, rata-rata balita tidak diimunisasi. Kalaupun ada yang imunisasi tapi tidak lengkap. Alasannya karena anaknya akan sakit setelah diimunisasi," ungkapnya.

"Lalu, rata-rata balita di sini juga tidak minum susu dengan alasan susu mengakibatkan anak jadi mencret.  Bahkan ada 1 balita yang sehari-hari hanya minum air putih di dalam botol dengan ditambahkan gula sekitar 1 sendok teh. Dalam sehari bisa 10-15 botol," sambung dia.

Ilustrasi susu.

Photo :
  • Freepik/freepik

Yuli berharap, dengan adanya temuan dari kunjungan keluarga tersebut, dapat menjadi masukan bagi pemerintah setempat untuk memberi perhatian lebih terhadap persoalan ini. 

"Dan berdasarkan pengamatan kami, dan juga berdasarkan data pengukuran dari kader posyandu setempat, tinggi badan dan berat badan balita-balita ini tidak sesuai dengan umurnya. Artinya ada indikasi permasalahan asupan gizi di sini,” pungkas Yuli. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya