Ibu Mendiang Julia Perez Alami Gegar Otak, Pakar Imbau Ini Cegah Kecelakaan Lalin

Ilustrasi otak
Sumber :
  • Times of India

VIVA Lifestyle – Ibu mendiang Julia Perez (Jupe), Sri Wulansih mengalami kecelakaan lalu lintas (lalin) yang mengakibatkannya pingsan di tempat. Menjadi korban kecelakaan membuat Sri Wulansih harus dilarikan ke rumah sakit lantaran pingsan di tempat hingga diduga alami gegar otak.

Codeblu Divonis Gegar Otak Ringan Sebelum Tanding dengan Chef Arnold

Hal itu disampaikan oleh adik Jupe, Nia Anggia, dalam unggahan di Instagram Stories pada Rabu, 5 April 2023. Nia mengungkapkan bahwa ibunya masih dirawat di rumah sakit karena mengalami geger otak usai menjadi korban keserempet motor.

"Kondisi mamaku skrg masih dirawat di Rs, mama gegar otak ada bejolan darah diotaknya. Pembekuan darah," tulis Nia Anggia dikutip VIVA, Kamis, 6 April 2023.

Operasi Keselamatan 2024 Rampung, Catat 372 Orang Tewas Karena Kecelakaan

Nia menjelaskan, pada saat keserempet motor, ibunya itu sampai terpental jauh hingga kepalanya membentur aspal dan sempat pingsan. Hal itu yang membuatnya segera dilarikan ke rumah sakit untuk segera ditangani.

Ilustrasi kecelakaan bus dan sepeda motor.

Photo :
  • U-Report
Korlantas Polri Beri Bantuan ke Bocah SD yang Kecelakaan hingga Kaki Kanan Diamputasi

"Karena waktu keserempet motor terpental jauh dan kepala nya kebentur batu/aspal. Pingsan ditempat," tulisnya.

Sebenarnya, dampak gegar otak ini dapat dicegah dengan sejumlah rekomendasi saat berkendara yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Hal pertama, pengendara harus memenuhi standar keselamatan berkendara seperti memakai helm dengan standar SNI bagi pengendara roda dua. 

Memakai pakaian yang nyaman seperti jaket dan sepatu juga disarankan untuk melindungi tubuh saat berkendara.

Bagi pengendara roda empat, diwajibkan memakai sabuk pengaman ketika berkendara. Hal ini juga berlaku untuk penumpang di kursi depan maupun belakang.

Ilustrasi kecelakaan.

Photo :
  • U-Report

Untuk mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas, standar kecepatan berkendara rata-rata adalah 30 km per jam. Namun, kepatuhan terhadap batas maksimal kecepatan ini masih sering diabaikan sehingga perlu pendisiplinan dari pihak berwajib soal peraturan dan sanksi.

"Untuk di perumahan itu standard kecepatannya 30 km per jam dan di perkotaan 40 km per jam," ujar Anggota Satgas Perlindungan Anak IDAI Hari Wahyu Nugroho, beberapa waktu lalu.

Mengendarai alat transportasi tentunya harus dalam kondisi tubuh yang sehat. Pengguna obat terlarang dan orang yang dalam keadaan mabuk sangat pantang membawa kendaraan karena pikirannya yang tidak fokus dan bisa menyebabkan kecelakaan fatal.

Ilustrasi organ otak manusia

Photo :
  • IG @katadokter_official

Selain itu, selama berkendara hindari menggunakan alat komunikasi atau ponsel. Mengangkat telepon, membalas pesan, atau melihat peta harus dihindari saat berkendara karena dapat mengurangi fokus penglihatan dan pikiran terhadap kondisi lalu lintas.

"Dilarang menyetir saat dalam pengaruh alkohol karena dapat membahayakan nyawa. Kecelakaan yang terjadi tidak hanya berdampak pada kematian tapi juga disabilitas seumur hidup," tambahnya.

Bahaya Jangka Panjang Gegar Otak

Bahkan gegar otak ringan tidak boleh dianggap enteng. Ahli bedah saraf dan ahli cedera otak lainnya menekankan bahwa meskipun beberapa gegar otak tidak seserius yang lain, tidak ada yang namanya gegar otak ringan.

Dalam kebanyakan kasus, gegar otak tunggal seharusnya tidak menyebabkan kerusakan permanen. Gegar otak kedua segera setelah yang pertama efeknya melumpuhkan secara permanen.

Setelah gegar otak, beberapa orang mungkin menderita gejala yang menetap, seperti masalah ingatan dan konsentrasi, perubahan suasana hati, perubahan kepribadian, sakit kepala, kelelahan, pusing, susah tidur, dan rasa kantuk yang berlebihan selama beberapa minggu hingga bulan. Ini dikenal sebagai sindrom pasca-gegar otak.

Pasien dengan sindrom pasca-gegar otak harus menghindari aktivitas yang membuat mereka berisiko mengalami gegar otak berulang. Atlet tidak boleh kembali bermain saat mengalami gejala tersebut.

Atlet yang menderita gegar otak berulang harus mempertimbangkan untuk mengakhiri partisipasi dalam olahraga tersebut.

Sindrom dampak kedua terjadi akibat pembengkakan otak akut dan seringkali fatal yang terjadi saat gegar otak kedua bertahan sebelum pemulihan total dari gegar otak sebelumnya.

Dampaknya diduga menyebabkan kongesti vaskular dan peningkatan tekanan intrakranial, yang dapat terjadi dengan sangat cepat dan mungkin sulit atau tidak mungkin dikendalikan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya