Sering Alami Cedera Kepala, Waspada Bahaya Stroke Mengintai

Ilustrasi stroke.
Sumber :
  • Pixabay/ Geralt

VIVA Lifestyle – Stroke menjadi penyakit penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada tahun 2015 dan penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada tahun 2014. Terlebih, peneliti mengungkapkan bahwa memiliki banyak cedera kian meningkatkan risiko stroke, bahkan lebih besar daripada tingkat keparahan satu cedera otak traumatis (TBI).

Lonjakan Kasus DBD di Lampung, 1.779 Kasus Terungkap dengan 10 Korban Meninggal

“Studi kami menemukan bahwa mereka yang mengalami dua atau lebih cedera kepala, termasuk cedera kepala ringan sekalipun, memiliki risiko lebih tinggi terkena stroke iskemik berikutnya,” kata penulis studi Dr. Holly Elser, seorang ahli neurologi di Rumah Sakit Universitas Pennsylvania di Philadelphia. 

"Temuan ini menggarisbawahi pentingnya intervensi kesehatan masyarakat untuk mengurangi risiko cedera kepala, serta langkah-langkah yang bertujuan untuk mencegah stroke pada individu yang pernah mengalami cedera kepala sebelumnya," tambahnya dikutip laman Medical News Today, Selasa 19 September 2023.

Terpopuler: Sakit yang Diidap Parto sampai Syifa Hadju Pernah Diperingatkan oleh Raffi Ahmad

Cedera kepala lebih dari sekali risiko stroke

5 Mitos Tentang Masturbasi, Benarkah Bisa Hilangkan Keperawanan?

Stroke iskemik, jenis stroke yang paling umum, disebabkan oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah yang memasok darah ke otak. TBI bisa ringan, sedang atau berat.

Para peneliti menemukan bahwa mereka yang mengalami cedera kepala memiliki peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 32 persen. Mereka yang mengalami dua atau lebih cedera kepala memiliki peningkatan risiko stroke iskemik sebesar 94 persen dibandingkan mereka yang tidak mengalami cedera kepala. 

TBI dapat meningkatkan risiko stroke dengan merusak pembuluh darah kecil di otak, sel-sel yang melapisi pembuluh darah dan lapisan dalam arteri, menurut penelitian sebelumnya. Kerusakan ini dapat menghalangi atau memperlambat aliran darah di otak.

“Hasil kami menekankan pentingnya tindakan untuk mencegah cedera kepala, seperti selalu mengenakan sabuk pengaman di dalam mobil dan mengenakan helm saat bersepeda,” kata Elser. 

Data Kementerian Kesehatan RI, prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur >15 tahun sebesar (10,9 persen) atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang. Di sisi lain, risiko stroke juga meningkat pada kasus-kasus penyakit jantung.

“Hasil kami juga menunjukkan bahwa langkah-langkah untuk mencegah stroke mungkin sangat penting pada orang-orang yang menderita cedera kepala, yang dapat mencakup intervensi seperti menurunkan tekanan darah dan kolesterol, meningkatkan aktivitas fisik dan berhenti merokok," imbuhnya.

Ilustrasi serangan jantung/stroke.

Photo :
  • Freepik/rawpixel.com

Pencegahan stroke paling utama melalui pemantauan dini

Plt. Direktur Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Ir. Sodikin Sadek, M.Kes. mengatakan bahwa keselamatan pasien ini perlu dilakukan melalui alat medis yang mumpuni. Hal itu tercantum dalam transformasi kesehatan pilar ke-3 di bidang teknologi kesehatan dan pilar ke-5 di bidang Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI.

"Dalam upaya resiliensi atau ketahanan alat kesehatan, Kementerian Kesehatan fokus pada percepatan produksi alat kesehatan dalam negeri (AKD)," ujar Sodikin Sadek dalam keterangan pers GE HealthCare.

Sodikin Sadek menambahkan bahwa AKD yang telah memiliki izin edar dan tentunya memenuhi persyaratan keamanan, mutu serta kemanfaatan ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri, dan kemudian dapat bersaing secara global. Pihaknya berharap AKD dalam bentuk patient monitor buatan Indonesia berstandar Internasional mampu menjembatani tujuan tersebut.

"Patient monitor berstandard Internasional dapat memudahkan penggunanya, mengingat 75 persen SDM kesehatan merasa stres dengan perangkat medis karena memiliki tampilan data yang membingungkan, informasi yang berlebih, serta desain rumit," imbuhnya.

Salah satu langkah pencegahan ini dilakukan dengan alat patient monitor untuk memantau kondisi pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung. Untuk memantau kondisi berbahaya itu, GE HealhCare memproduksi patient monitor dalam negeri. Alat ini dilengkapi dengan modul Entropi dan Algoritma EK-Pro yang berfungsi memantau kondisi tubuh dengan tepat sehingga ragam penyakit dapat dicegah, seperti stroke.

Fungsi Entropi sendiri mengukur aktivitas otak yang merupakan organ target untuk obat anestesi, yang telah terbukti untuk mencerminkan tingkat anestesi yang berbeda. Dengan pemantauan Entropi, patient monitor dapat memastikan pemulihan lebih cepat di ruang operasi, dan mengoptimalkan proses perioperatif, serta memastikan proses pengoperasian yang efisien. 

Sedangkan Algoritme EK-Pro, menggunakan empat sadapan untuk deteksi aritmia atau gangguan pada detak jantung. Ini termasuk fibrilasi atrium (AFib) yaitu irama jantung yang tidak teratur dan sering kali sangat cepat. Hal ini sangat penting untuk mencegah risiko 3 hingga 5 kali lebih besar terkena stroke iskemik bagi pasien dengan AFib.

Untuk itu, PERDATIN (Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif) dan GE HealthCare melakukan kerja sama strategis dengan untuk meningkatkan keselamatan dan hasil klinis pasien dengan patient monitor dalam negeri berstandar internasional. Implementasi kerja sama ini berupa Continuing Medical Education atau CME (Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan) untuk memperkenalkan dan mempelajari penggunaan patient monitor dalam negeri yang dilengkapi dengan modul Entropi dan algoritma EK-Pro bagi dokter Anestesi di seluruh Indonesia. 

Sebab, dokter anestesi mengambil peran penting dalam keselamatan pasien (patient safety) melalui evaluasi pra-anestesia, monitoring ketat anestesia dan tanda vital selama pembedahan, serta pemantauan pascabedah. Untuk melakukan hal tersebut, dokter anestesi membutuhkan patient monitor yang canggih dengan parameter yang lengkap guna memastikan pemulihan pasien lancar dan nyeri dapat terkontrol, sehingga meningkatkan pengalaman bedah secara keseluruhan dan meningkatkan outcome klinis pasien. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya