Soal Kasus Ayah yang Tega Habisi 4 Anaknya, Begini Pandangan Psikolog

Poster anti-kekerasan terhadap anak.
Sumber :
  • Pixabay

JAKARTA – Empat bocah dilaporkan tewas dalam satu kamar mandi di salah satu rumah kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mereka tewas diduga dikunci ayahnya sendiri di dalam kamar.

Tragedi DBD, Kisah Meninggalnya Seorang Anak di Lampung

Sang ayah pun juga hendak mengakhiri hidupnya sendiri. Hal itu diungkap Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro. Menurutnya, sang ayah selamat dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Scroll lebih lanjut.

Sementara itu berdasarkan keterangan ketua RT setempat menyebut bahwa pelaku diketahui belum membayar sewa kontrakan selama enam bulan terakhir. 

Ustaz Khalid Basalamah: Orangtua Gak Wajib Kasih Nafkah ke Anak Laki-laki Jika Sudah Baliqh

Tulisan Puas Bunda Tx For All di kasus 4 anak tewas di Jagakarsa

Photo :
  • VIVA/Andrew Tito

Ketua RT 004 RW 03 Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Yakob, menduga pelaku P kesulitan membayar sewa kontrakan karena faktor ekonomi. P diketahui saat ini tidak bekerja alias menganggur.

Jangan Ragu Masukkan Anak ke PAUD Bun, Ini 5 Manfaat Pentingnya

“P ini dulunya sopir, sekarang nganggur. Kalau istrinya kerja, tapi enggak tahu di mana," ujarnya.

Selain itu diketahui pula P diduga menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga kepada istrinya. Pihak keluarga istri P juga disebut telah melaporkan kasus dugaan KDRT itu ke Polsek Jagakarsa.

Lantas bagaimana pandangan psikolog melihat kasus tersebut? Psikolog Klinis Meity Arianty menjelaskan berdasarkan data yang dikumpulkan berdasarkan pemberitaan di media masa ada beberapa hal yang digarisbawahinya. 

Pertama kata Meity pelaku seorang pria yang tertutup kurang bersosialisasi, menurut pak RT selama mengontrak di rumah tersebut baru bertemu 1 kali dan tidak membawa identitas sehingga pak RT atau warga tidak mengetahui identitas pelaku. 

Kedua pelaku diketahui menganggur tidak memiliki kesibukan apa-apa dan hanya istri yang bekerja. Seseorang yang tidak memiliki kesibukan apa-apa, akan lebih mudah frustrasi dibanding jika memiliki kegiatan. 

Ketiga sejak Agustus 2023, mereka menunggak kontrakan dan pemilik kontrakan memberi batas waktu pembayaran paling lambat pada 15 Desember 2023 yang itu artinya batas pembayaran sebentar lagi, bisa dibayangkan uang dari mana dan bagaimana harus melunasi kontrakan. 

Keempat, selain beban ekonomi yang menumpuk, ada beban hidup anak-anak yang harus ditanggung, ada 4 nyawa yang harus di hidupi dan di urus. Pelaku seakan tidak kuat lagi memikul beban hidup. 

Disini saat pelaku membunuh ke 4 anaknya, ia mencoba membunuh diri dan sempat menulis menggunakan darah kata ( 'Puas Bunda. Tx For ALL'), diyakini tulisan ini untuk istrinya. Menurut saksi sebelumnya pelaku sempat cekcok dan melakukan kekerasan kepada istrinya sebelum kejadian pembunuhan tersebut.

“Yang artinya sempat terjadi pertengkaran terkait keresahan atau beban yang dirasakan istri dilampiaskan ke suami terkait hidup mereka dan anak-anak, sehingga pelaku yang tidak dapat berpikir realistis memilih jalan pintas dengan membunuh sumber stressor dalam rumah tangga mereka yaitu dirinya dan anak-anak untuk membuktikan ke istrinya beban kamu saya hilangkan,” katanya kepada VIVA.co.id, Kamis 7 Desember 2023. 

Foto simbol kekerasan terhadap anak.-picture alliance / ZB

Photo :
  • dw

Kelima, pelaku diduga kerap melakukan kekerasan yang bisa jadi salah satu bentuk frustrasi yang dimiliki. Beberapa faktor yang berkontribusi pada perilaku kekerasan, bunuh diri dan pembunuhan melibatkan kombinasi masalah kesehatan mental, tekanan ekonomi, konflik interpersonal, dan faktor-faktor lingkungan. 

Diungkapkan Meity gambaran kepribadian atau masalah kesehatan mental dapat terkait dengan tindakan tersebut. 

“Kita lihat gambaran pelaku, pertama konflik  yang serius dalam hubungan keluarga pelaku dapat menjadi pemicu terjadinya perilaku tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga, atau ketidakmampuan mengatasi konflik dapat berkontribusi pada kejadian ini,” ujarnya. 

Kedua kata Meity. Stres Finansial yang dialami pasangan ini, dimana tekanan ekonomi dapat menciptakan situasi yang sulit yang dapat meningkatkan ketegangan dalam rumah tangga mereka, dan ini menyebabkan pelaku merasa tidak mampu mengatasi masalah kehidupan sehari-hari. 

Stress

Photo :
  • vstory

“Ketiga isolasi social, pelaku yang merasa terisolasi secara social (tidak bersosialisasi), tanpa dukungan sosial yang memadai, lebih rentan terhadap perasaan kesepian dan putus asa. Mungkin pelaku mengalami depresi, sebab seseorang yang mengalami depresi yang dalam dan tidak diobati dapat mengalami perasaan putus asa, kehilangan harapan, dan kecenderungan untuk melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, ini bisa jadi dialami oleh pelaku,” ujarnya.

Diungkap Meity, beberapa jenis gangguan kepribadian, seperti gangguan kepribadian antisosial atau gangguan kepribadian borderline, dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara sehat.

“Namun ini harus dilakukan pemeriksaan untuk melihat apakah pelaku mengalami ini gak boleh mendiagnosa sembarangan mengatakan pelaku mengalami gangguan ini,” terangnya. 

Kemudian terkait hukuman bagi pelaku, diungkap Meity apapun alasannya tidak dibenarkan menghabisi nyawa orang lain, apalagi ini dilakukan oleh seorang ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarganya terutama anak-anaknya. 

“Jika pelaku mengalami gangguan mental atau masalah kejiwaan dibuktikan saja dan diberikan sangsi atau pengobatan jika memungkinkan, namun jangan sampai alasan kejiwaan atau mental dijadikan alasan untuk lolos dari hukuman,” ungkapnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya