Rapor Merah 100 Hari

- VIVAnews/Bayu Januar
Cicak dan Buaya II
Unjuk rasa yang digelar di seberang istana ini merupakan kelanjutan dari aksi serupa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Sebelumnya, pada Jumat, 23 Januari 2015, ratusan orang ‘menduduki’ gedung KPK guna memberi dukungan.
Mereka datang tanpa diundang. Tak hanya aktivis dan warga biasa, sejumlah tokoh masyarakat juga datang untuk memberi sokongan.
Haris Azhar, salah satu aktivis Save KPK mengatakan, massa mulai berdatangan demi mendengar BW ditangkap polisi. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini mengaku mendapat informasi penangkapan tersebut dari aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan.
Pagi itu, ia langsung menuju KPK. Di sana, ternyata sudah berkumpul banyak orang. Akhirnya mereka sepakat untuk menfasilitasi dukungan tersebut dalam bentuk aksi demonstrasi dan orasi.
Massa terus berdatangan dan menyemut di halaman gedung KPK. Mereka memilih bertahan hingga malam. Massa baru bubar jalan setelah mendapat kepastian, BW tak jadi ditahan.
“Kasus yang saat ini terjadi merupakan bentuk arogansi kekuasaan,” ujar Haris membuka percakapan saat VIVA.co.id berkunjung ke Kontras, Selasa, 27 Januari 2015. Menurut dia, kasus Cicak versus Buaya jilid II ini dipicu dari upaya sebagian orang yang memanfaatkan kekuasaan demi melindungi aset dan kekayaan yang diperoleh secara tidak wajar.
“Yang berada di belakang upaya kriminalisasi pimpinan KPK adalah parpol dan orang-orang di sekitar Jokowi yang berkepentingan dengan Budi Gunawan,” ujarnya menambahkan.
Ia melihat, sejumlah orang berusaha memanfaatkan institusi Polri untuk kepentingan mereka dan melayani penguasa. Oleh sebab itu, dalam kasus ini yang dirugikan bukan hanya KPK, tapi juga Polri. Haris mengatakan, saat ini yang berkuasa bukan Jokowi, namun orang-orang yang ada di selingkaran Jokowi.
“Kecurigaan sebagian orang bahwa Jokowi hanya menjadi boneka saat ini terbukti,” ujarnya menegaskan. Menurut dia, Jokowi lebih menarik saat menjadi calon presiden (capres) dibanding saat menjadi presiden. “Saat ini Jokowi menjadi persoalan baru negeri ini.”
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai kasus yang menimpa KPK saat ini merupakan pengulangan sejarah. Menurut dia, ini merupakan serangan balik dari koruptor dengan cara mengkriminalisasi pimpinan atau pegawai di KPK.
Bagi Denny, langkah Bareskrim Polri menetapkan BW sebagai tersangka tak bisa dipisahkan dengan perkara yang membelit Komjen Pol Budi Gunawan. Ketika BG ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi oleh KPK pada 13 Januari 2015, hal itu murni persoalan pribadi.