Rapor Merah 100 Hari

- VIVAnews/Bayu Januar
Kekecewaan yang sama juga datang dari warga yang memilih Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu. Mustafa (40) misalnya. Warga Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ini mengaku kecewa dengan Jokowi.
“Baru beberapa bulan, kami sudah disulitkan dengan kenaikan BBM dan kenaikan harga barang," ujarnya, Kamis, 29 Januari 2015.
Menurut dia, meski saat ini harga BBM turun, namun imbas atas kenaikan sebelumnya tak berubah. Harga bahan pokok sudah terlanjur naik dan sulit untuk turun. "Barang-barang udah terlanjur naik. Dan sangat tidak mungkin kalau bisa turun lagi. Jadi sekalipun BBM sudah diturunkan, tidak ada pengaruhnya lagi," katanya menambahkan.
Zainal (39), warga yang lain, mengatakan polemik yang terjadi di elit pemerintahan berdampak negatif pada publik. "Kalau dipikir-pikir memang kami tidak ada sangkut pautnya dengan pak Jokowi dan JK.
Tapi dengan banyaknya ribut di pemerintahan, ini itulah, membuat kami ikut tidak nyaman," ujar pria yang berprofesi sebagai penarik Bajaj ini.
Keluhan serupa juga dilontarkan salah seorang relawan Jokowi, Ahmad Ali (39). Warga yang tinggal di kawasan Setiabudi ini mengaku geram dengan isu yang membelit Jokowi. Menurut dia, aroma partai terasa kental di pemerintahan.
Akibatnya, tak sedikit pemilih Jokowi yang kini berbalik, dan menentang Jokowi. "Dulu kami mendukung karena memang figur beliau memang mencirikan rakyat Indonesia. Tapi kini, rasanya berat untuk menggambarkannya. Bau partai kuat sekali menempel ke pak Jokowi."
Namun, tak semua relawan kecewa dan menarik dukungan. Fajroel Rachman salah satunya. Aktivis yang getol mendukung Jokowi dalam Pilpres tersebut menilai, Jokowi sudah bagus saat menyusun kabinet, karena melibatkan KPK dan PPATK.
Namun, prestasi Jokowi melorot saat memilih Jaksa Agung dan Kapolri. “Lebih krusial lagi dalam kasus Kapolri. Karena sudah tersangka tapi tetap dicalonkan,” ujarnya, Kamis, 29 Januari 2015.
Ia mengaku protes terkait pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri karena prosesnya dinilai bermasalah. Menurut dia, relawan Dua Jari menginginkan proses pengisian semua jabatan serupa dengan cara Jokowi menyusun kabinet.
“Standar yang sebelumnya itu dipakai untuk semua jabatan. Apapun jabatan di republik ini,” ujarnya. Fajroel juga mengkritik proses pemilihan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).
Menurut dia, jabatan itu seharusnay diisi oleh para guru bangsa bukan wakil partai politik. “Mestinya melibatkan publik dan dibuka untuk publik.”