- REUTERS
VIVA.co.id - Waktu telah menunjukkan pukul 17.05 di Canberra. Kendati masih sore, langit di ibu kota Australia itu sudah gelap.
Pada jam itu, ratusan umat Muslim mulai memadati Wisma Indonesia, yang dihuni Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema. Hari itu, Dubes Nadjib menggelar buka puasa dan salat tarawih bagi seluruh umat Muslim Indonesia yang bermukim di Canberra.
Kepada VIVA.co.id yang menghubunginya beberapa waktu lalu, Nadjib mengaku Ramadhan tahun ini kemungkinan akan menjadi bulan suci terakhir yang dia rayakan di Negeri Kanguru. Sebab tugasnya sebagai Dubes kemungkinan akan berakhir tahun ini.
Dalam salat tarawih itu, Nadjib menyampaikan agar masyarakat Indonesia tetap menjalin tali silahturahmi walaupun berada di rantau.
"Kiranya kita semakin mempererat tali silahturahmi satu sama lain karena Bulan Ramadhan ini merupakan momen yang tepat bagi seluruh warga Indonesia untuk mempererat kebersamaan dan juga tentunya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Semoga amal ibadah dan puasa kita diterima oleh Allah," ujar mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia dan Uni Eropa itu seperti dikutip dari keterangan tertulis KBRI Canberra.
Warga Indonesia pun juga menikmati hidangan khas Tanah Air yang disiapkan tuan rumah. Hanya di Wisma dan Gedung KBRI lah, masyarakat Indonesia bisa menikmati variasi takjil sama seperti di Tanah Air.
"Takjil yang dibagikan di masjid di Canberra umumnya kurma. Sementara, takjil yang disediakan di KBRI dan Wisma Indonesia sangat khas yaitu kolak pisang dengan biji salak, kolang kaling, butir mutiara, bubur sumsum, ketan hitam dan kacang hijau dengan kuah gula merah dan santan," papar pejabat bidang penerangan sosial dan budaya KBRI Canberra, Marya Onny Silaban.
Pada tengah tahun ini, Australia tengah memasuki musim dingin. Sehingga, waktu umat Muslim berpuasa tergolong pendek. Marya menyebut kurang lebih WNI di Australia berpuasa selama 12 jam, dimulai dari pukul 05.40 hingga 17.05 waktu setempat.
"Suhu untuk di Canberra selama musim dingin mulai pukul 10.00 hingga 15.00 berkisar antara 10-13 derajat celsius. Suhu udara terus menurun mulai pukul 17.00 hingga 7 derajat celsius. Semakin malam, suhunya semakin dingin, bahkan mencapai minus 6 derajat celsius," papar Marya.
Kabut tebal turut menyelimuti Australia selama musim dingin. Sayangnya, sebagai warga perantauan, masyarakat Indonesia tak bisa merasakan suasana Ramadhan seperti di Tanah Air. Tak ada suara azan sebagai penanda berbuka dan tiada pula tetabuh tarling atau kentongan untuk membangunkan sahur.
Oleh sebab itu, Ketua Asosiasi Keluarga Muslim Indonesia dan Australia di Canberra, Marpudin Aziz, mengatakan ingin membawa suasana Ramadhan Tanah Air ke Negeri Kanguru. Selain memberikan masukan agar ada takjil dengan menu Indonesia, juga diadakan pengajian.
"Yang datang untuk berbuka puasa tidak hanya warga Muslim, tetapi banyak juga yang non Muslim. Bahkan, ada warga Australia yang ikut memberikan donasi atau mendengar ceramah ketika digelar kultum," papar pria yang telah tinggal selama 20 tahun di Canberra itu dan dihubungi VIVA.co.id pada Senin, 29 Juni 2015 .
Marpudin mengatakan, terdapat sekitar 300-400 umat Muslim Indonesia yang bermukim di Canberra. Mereka terdiri dari pelajar dan diplomat. Sementara, warga Negeri Kanguru kata Marpudin bisa memahami dan menunjukkan sikap toleransi yang tinggi terhadap umat Muslim yang tengah berpuasa.
Dia mengaku juga kerap mendapat pertanyaan dari warga lokal soal kesulitan yang dihadapi ketika berpuasa.
"Saya katakan di saat restoran dan tempat makan tetap buka seperti biasa, itu yang menjadi tantangannya. Tetapi, sebagai kelompok minoritas, kami biasa saja dan sudah siap mental," Marpudin menjelaskan.
Dia juga menyebut, tidak sulit bagi umat Muslim untuk menemukan masjid. Saat ini, sudah ada satu masjid di Canberra yang dibangun dengan dana dari tiga warga asal Indonesia, Pakistan dan Malaysia. Sementara, empat masjid lainnya masih dalam pembangunan.
Selama bulan Ramadhan ini, warga Indonesia turut mengumpulkan zakat fitrah. Marpudin mengatakan semua dana yang terkumpul dari zakat fitrah nantinya akan dikirim ke Indonesia.
Fenomena Publik
Sementara di mata Imam Senior di Dewan Islam Federasi Australia, Amin Hadi, bagi warga Negeri Kanguru, kata "Ramadhan" bukan lagi sesuatu yang asing terdengar di telinga. Imam yang bermukim di Sydney itu mengatakan Ramadhan telah menjadi suatu fenomena publik di sana. Warga Australia menyadari ketika memasuki bulan Ramadhan, maka umat Muslim akan berpuasa selama satu bulan penuh.
Bahkan, setiap tahunnya, Menteri Besar di negara bagian New South Wales mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan agama ke parlemen untuk berbuka puasa.
"Media massa seperti stasiun televisi SBS juga menyiarkan kegiatan Ramadhan. Warga Australia yang bekerja atau menuntut ilmu di universitas atau di perkantoran juga sudah tahu apa itu Ramadhan," kata pria yang bermukim di Negeri Kanguru sejak tahun 1981 lalu.
Bahkan, kata Amin, ada seorang Menteri Besar NSW yang non Muslim tetapi ikut berpuasa penuh bersama istrinya. Ini sudah kali kedua mereka berpuasa.
"Menteri Besar itu bernama Mike Baird. Dia mengaku bersimpati terhadap Umat Muslim. Setiap tahun, dia juga menggelar acara buka puasa di kediamannya. Saat memberikan sambutan, Baird menyebut Ramadhan merupakan bulan kontemplasi," kata Amin.
Oleh sebab itu, antar kaum minoritas pun menjadi lebih akrab.
Ketika ditanya mengenai meningkatnya fenomena paham ekstrimisme, termasuk di Australia, Amin mengakui ada pengetatan pengamanan. Kebijakan itu diambil, kata Amin, usai banyaknya warga Australia yang diketahui bergabung dengan kelompok ekstrimis tertentu. Data yang dikutip dari Business Insider Australia edisi tahun 2014, terdapat sekitar 200 warga Negeri Kanguru yang memilih untuk bergabung dengan kelompok Islamic State of Iraq and al Sham (ISIS).
Amin pun mengaku prihatin dengan realita itu. Sikap yang diambil oleh tokoh masyarakat dan pemerintah untu menanggulangi isu tersebut berbeda. Kendati tak sependapat dengan sikap yang diambil Pemerintah Australia, namun mereka tetap meminta pandangan Amin sebagai salah satu tokoh Muslim yang dihormati.
"Pemerintah Australia memutuskan akan mencabut kewarganegaraan Australia bagi warga yang memiliki dual citizenship, jika terbukti berperang di sana. Sebab, loyalitas terhadap Australia diragukan. Saya pribadi tak setuju, karena para pemuda yang berangkat ke sana juga korban," papar Amin.
Untungnya, dari sekitar 20 ribu umat Muslim Indonesia yang diketahui berada di Sydney, tidak ada satu pun yang diketahui ikut berangkat ke Suriah dan Irak.
Amin turut menyebut tidak ada sikap diskriminatif apa pun yang ditunjukkan oleh warga Australia terhadap umat Muslim, kendati paham ISIS mulai meningkat penyebarannya. Pada umumnya mereka bisa memahami ideologi yang disebarkan oleh ISIS tak menggambarkan Islam.
Kendati begitu, Amin tak menampik ada saja beberapa tayangan media di sana yang menggunakan isu tersebut untuk memojokkan Islam.