SOROT 354

Menengok Kampung Batik Jakarta

Rumah Batik Palbatu
Sumber :
  • VIVA.co.id/Tasya Paramitha

VIVA.co.id - Puluhan orang tampak meriung di ruang depan "Rumah Batik Palbatu". Meski hanya duduk di lantai dan beralaskan karpet, mereka tampak antusias mendengarkan paparan dari Budi Darmawan. Dia adalah salah satu pendiri "Kampung Batik Palbatu".

Pria yang akrab disapa Iwan ini terlihat sibuk menjelaskan tentang tata cara membatik kepada para tamunya tersebut. Sesekali, tangannya menunjuk ke dinding ruangan yang disulap menjadi layar proyektor.

"Rumah Batik" ini merupakan lokasi yang menjadi pusat kegiatan belajar mengajar batik di permukiman padat penduduk tersebut. Tak sulit mencari rumah ini. Karena, seluruh dinding bangunan dipenuhi mural bermotif batik.

Tak hanya itu, seluruh isi ruangan penuh dengan tumpukan kain, baik yang sudah dibatik maupun dalam proses dibatik. Kain batik beragam motif dipajang di rak yang menempel di dinding. Sementara itu, sisanya dipajang di manekin atau ditumpuk di pojok-pojok ruangan.

Siang itu, "Rumah Batik" kedatangan tamu. Puluhan karyawan dari salah satu perusahaan di Jakarta ingin mengetahui seluk beluk tentang batik. Selain itu, mereka ingin belajar membatik. Usai menerima materi dari Iwan, mereka langsung membentuk kelompok.

Sementara itu, sejumlah warga Palbatu yang bekerja di "Rumah Batik" sibuk menyiapkan kompor, canting, malam, serta kain yang akan digunakan untuk praktik belajar membatik. Tak berselang lama, puluhan warga Jakarta itu pun terlihat asyik dengan canting dan kain di depannya.

Rumah Batik Palbatu

Sejumlah pengunjung mendengarkan penjelasan tentang batik di Rumah Batik Palbatu di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha



Merawat Budaya

Iwan mengatakan, ide awal mendirikan "Kampung Batik" adalah untuk menciptakan kampung perajin batik, guna mengedukasi generasi muda mengenai proses pembuatan batik, khususnya warga Jakarta yang notabene tidak ada yang berprofesi sebagai pembatik.

Tujuan lainnya adalah, agar "Kampung Batik Palbatu" menjadi tujuan wisata edukasi batik. Orang yang ingin belajar membatik tak perlu jauh-jauh pergi ke Jawa.

"Kami mencari satu kampung yang memang di tengah kota. Artinya, perkampungan yang bukan perumahan. Kebetulan, Mas Hari warga situ dan tinggal di situ (Palbatu). Saya lihat daerah situ sudah kondusif, tertata rapi, penghijauannya juga sudah bagus, jadi kan kalau dimasukin unsur budaya tambah bagus lagi," ujar Iwan kepada VIVA.co.id, Rabu, 1 Juli 2015.

Berawal dari harapan itu, tiga sekawan, Iwan, Hari, dan Bimo akhirnya mendirikan "Forum Komunikasi Pengembangan Kampung Batik Palbatu" pada 21 Mei 2011. Mereka memilih lokasi di Jalan Palbatu No. 17, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan.

Awalnya, konsep "Kampung Batik" mencakup satu RW yang terdiri atas satu workshop dan satu gerai batik di setiap RT. Namun, rencana ini belum bisa tercapai, karena sejumlah kendala.

"Rencana awalnya begitu, tapi biasa kan, kalau warga menunggu jadi. Akhirnya kami memberanikan diri membuka 'Rumah Batik Palbatu' yang menjadi tempat workshop sekaligus gerai. Jadi, bisa jualan produk batik hasil karya warga. Sekalian menjadi contoh supaya warga mengikuti di rumah masing-masing," Iwan menambahkan.

Rumah Batik Palbatu

Sejumlah kain batik terlihat di Rumah Batik Palbatu di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha

Proses mendirikan dan mengembangkan "Kampung Batik" tak semulus yang dibayangkan. Sejak awal pendirian, tak sedikit warga yang menentang rencana tersebut. Iwan mengatakan, banyak warga yang tak sepakat dengan ide mendirikan "Kampung Batik" tersebut.

"Sampai sekarang pun masih ada yang kontra. Kami harus sabar menjelaskan tujuannya satu per satu supaya mereka bisa menerima. Yang pro kami ajak, yang kontra kami informasikan pelan-pelan," kata Iwan.

Saat ini, "Rumah Batik Palbatu" menjadi pusat kegiatan "Kampung Batik". Rumah kontrakan yang tak seberapa luas ini buka setiap hari. Karena, selain menjadi gerai, rumah ini menjadi workshop membatik bagi warga atau tamu dari luar Palbatu yang ingin belajar cara membuat batik.

Setiap harinya, Iwan dan kedua temannya bergantian untuk mengajarkan para peserta tentang proses pembuatan batik. Warga setempat selalu dilibatkan sebagai pendamping peserta saat belajar membatik. Kini, sudah ada lima gerai batik milik warga di "Kampung Batik Palbatu".



Batik Jakarta
Iwan mengatakan, dia belum menemukan "Kampung Batik" yang memiliki konsep seperti yang ia dan kawan-kawannya lakukan di Jakarta. Menurut dia, selama ini, yang ada adalah gerai kain batik yang mengklaim sebagai kampung batik.

Menurut dia, sejarah batik Betawi berasal dari keraton. Namun, zaman dahulu, batik hanya dikenakan para saudagar China. Karena, hanya mereka yang memiliki uang untuk membuat kain batik.

"Pembatik Betawi zaman dulu ada. Yang membuat batik encim China yang bunga-bunga dan warna-warni itu adalah pembatik Betawi. Disebutnya, batik encim bukan batik Betawi," ujarnya.

Sebelum mendirikan kampung batik, Iwan mengaku belum bisa membatik. Ia lantas belajar membatik dari perajin batik kenalannya di Pekalongan. Ia banyak bertanya dan berdiskusi dengan para tokoh serta orang yang mengerti batik.

Kini, setelah empat tahun didirikan, "Kampung Batik Palbatu" kian berkembang. Hingga saat ini, kira-kira sudah ada 4.000 orang yang belajar mengenai proses pembuatan batik.

Berbagai acara pun telah sukses diselenggarakan, seperti "Kampoeng Batik Palbatu", "Jakarta Batik Festival", "Ngebatik Sekampung", dan masih banyak lagi. Sejumlah penghargaan juga sudah mereka raih, salah satunya dari Museum Rekor Indonesia (Muri).

Warga Palbatu merasa terbantu dengan keberadaan "Kampung Batik". Romlah misalnya. Ia mengatakan, sejak ada "Kampung Batik", ia jadi bisa membatik. Selain itu, ia bisa menghasilkan kain batik dan mendapat tambahan penghasilan. Ia mengaku sudah belajar membatik sejak rumah batik berdiri. 

Seneng lah. Apalagi, ibu-ibu kan jadi ada kegiatan. Kami jadi tahu caranya ngebatik. Kan, sebelumnya nggak ngerti. Bisa ngehasilin produk batik.”

Respons positif juga datang dari pemerhati budaya Betawi, JJ Rizal. Ia mengatakan, berdirinya "Kampung Batik" merupakan sesuatu yang sangat positif. Sebab, saat ini masyarakat sudah tidak terlalu memperhatikan budaya turun-temurun Betawi melalui kain dengan motif atau corak Betawi yang khas. Karena, sudah terkontaminasi dengan budaya-budaya luar yang lebih modern.

Rumah Batik Palbatu

Sejumlah piagam penghargaan menghiasi salah satu sisi Rumah Batik Palbatu di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan.  Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha


“Menurut gue bagus ya. Itu tindakan atau aktivitas yang bagus. Apalagi, jika aktivitas 'Kampung Batik' itu diorientasikan bagi penghidupan kembali motif-motif batik Betawi yang klasik,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 1 Juli 2015.

Menurut dia, keberadaan "Kampung Batik" bisa memperkenalkan kembali corak batik Betawi yang saat ini mulai pudar. Sementara itu, permintaan kain atau baju dan pakaian dengan corak batik sedang banyak diminati, baik dari konsumen dalam negeri maupun luar negeri.

Terlebih, ada peraturan bagi pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta yang wajib mengenakan pakaian khas Betawi setiap Jumat.

“Dengan adanya 'Kampung Batik', maka warga Jakarta maupun para PNS dan seluruh pengunjung 'Kampung Batik' dapat mengetahui perbedaan antara corak batik Betawi yang asli dengan lainnya,” dia menambahkan.

JJ Rizal menyayangkan, banyak orang yang asal dalam memilih kain atau baju batik. Karena, menurut dia, saat ini banyak bermunculan motif batik yang asal-asalan dan jauh dari sejarah Betawi, seperti gambar ondel-ondel, Monas, Kembang Kelapa, dan sebagainya.

Kembali ke Tradisi

“Itu (corak batik) tidak ada kaitannya dengan Betawi, jadi terlepas juga dari tradisi batik Betawi yang menyejarah,” ia menjelaskan.

Menurut dia, tantangan terbesar yang dihadapi khususnya pada pengrajin batik di "Kampung Batik" adalah kemampuan mereka untuk menciptakan motif baru sembari menghidupkan kembali motif klasik Betawi. Bukannya mengikuti motif yang ada sekarang atau membuat sebuah motif baru dan mengklaimnya sebagai Betawi, tanpa dibarengi pengetahuan tentang corak khas Betawi.

Selain itu, "Kampung Batik" berpeluang besar untuk menyerap atau menarik tenaga kerja dari warga yang berada dan tinggal di daerah sekitar.

“Ya, bagaimanapun itu kan industri yang akan menyerap tenaga kerja, alangkah lebih baik jika serap tenaga kerja dari warga sekitar. Yang terpenting adalah supaya industri batik di Jakarta itu hidup lagi dan berkembang.”

Hal senada disampaikan Ridwan Saidi. Budayawan Betawi ini juga mengaku senang dengan keberadaan "Kampung Batik". Ia berharap, hadirnya "Kampung Batik" dapat bertahan lama.

Merawat Jejak Wayang Sasak

"Saya sambut baik saja, karena memang dulu Jakarta juga daerah batik. Karena itu, semoga bisa bertahan aja lah, harapan kita,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 1 Juli 2015.

Menurut dia, dengan adanya "Kampung Batik", secara otomatis akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, karena membuka lapangan pekerjaan. “Iya dong, bermanfaat untuk masyarakat, apalagi dalam keadaan ekonomi kayak gini. Kebudayaan juga akan berkembang.”



Respons Pemerintah
Iwan mengatakan, sejauh ini respons pemerintah baru sebatas kunjungan, belum ada bantuan dalam bentuk pembinaan warga. "Kami sebenarnya lembaga non-profit, jadi lebih ke arah sosial daripada mencari profit. Tapi, bukan berarti nggak perlu dana," ujarnya.

Ia berharap, nantinya akan ada kampung-kampung batik serupa di Jakarta agar semakin banyak orang yang mengerti proses pembuatan batik dan pada gilirannya bisa turut melestarikan batik sebagai kebudayaan asli Indonesia.

Ludruk di Ujung Tanduk

"Kalau hanya memiliki atau membeli batik semua orang memang sudah melakukan. Tapi, kalau ditanya mengerti atau tidak cara pembuatannya kan banyak yang tidak tahu. Nah, itu yang mesti kita lestarikan."

Sekretaris Kelurahan Menteng Dalam, Herry Suhardiman, juga mendukung keberadaan "Kampung Batik". Menurut dia, keberadaan "Kampung Batik" mampu memberdayakan warga. Karena, selain menambah keterampilan, warga juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan.

Ia mengklaim, pemerintah selalu mendukung jika "Kampung Batik" menggelar acara dan pameran. Ia pun berharap, "Kampung Batik" bisa berkembang. Namun ia mengaku, jika sejauh ini pemerintah belum membantu dari segi pendanaan.

“Kami bantu mereka mempromosikan,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 2 Juli 2015.

Hari menjelang sore. Namun, puluhan orang tersebut masih asyik belajar membatik. Mereka tepekur dangan canting, malam, kompor, dan kain yang akan mereka "sulap" menjadi batik. Meski harus bolak balik meniup canting, mereka tak terlihat lelah. Bahkan, sesekali terdengar canda dan tawa renyah mereka.

"Target kami mengedukasi sebanyak-banyaknya orang agar mengerti cara membuat batik," ujar Iwan. (art)

Pagelaran wayang kulit menampilkan dalang Ki Sigit Ariyanto

Wayang, Media Efektif Membangun Jati Diri Bangsa

Pagelaran wayang kulit menampilkan dalang Ki Sigit Ariyanto.

img_title
VIVA.co.id
3 Agustus 2015