SOROT 469

Mitra Tak Setara

Pengemudi Angkutan Umum dan ojek berbasis aplikasi daring (online) menggelar konvoi damai di Tangerang, Banten.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Lucky R

VIVA.co.id – Ratusan orang berjaket hijau-hijau tertib berjalan kaki. Satu ruas jalan sudah mereka kuasai. Kendaraan memang masih bisa lewat di ruas yang lain, namun harus pelan. Bendera Merah Putih dikibarkan, bersama dengan spanduk-spanduk tuntutan. Mengiringi “massa hijau” itu, mengalun musik gendang dari mobil komando yang berada di paling depan. Massa makin semangat, musik makin mengentak.

Transaksi Ojol Tasya Farasya Capai Ratusan Juta, Netizen: Dia Gak Pencet Gratis Ongkir Kali Ya!

Terdengar alunan musik, “Di manakah adanya keadilan, bila masih memandang golongan? Yang kuat selalu berkuasa, yang lemah pasti merana”.

Lagu berjudul “Hukum Rimba” - karya band underground punk Marjinal yang kali pertama diputar pada Mei lalu - kembali membakar semangat massa demonstran menyusuri ruas jalan dari Patung Kuda Indosat di Jalan Medan Berdeka Barat menuju gedung Kementerian Perhubungan.

Dukung Program Reboisasi Prabowo, Komisi IV DPR Bakal Sidak Perusahaan Nakal

Massa yang semangat dengan alunan musik kritik sosial itu, kian berkobar kala pimpinan orasi membakar semangat mereka di tengah terik matahari. "Hidup online! Hidup pejuang keluarga," teriak sang orator disambut pekikan serupa dari massa.  

Dia mengingatkan kembali bahwa mereka harus turun ke jalan karena sudah jengah hak mereka dirampas, tak mendapatkan perlindungan berupa asuransi, mereka gusar dengan adanya perang tarif dan menuntut kembalikan tarif lama. Orator kemudian berhenti sejenak. Hilang ide untuk bahan orasi.

Menteri Yandri Dorong Pengembangan Ekonomi di 2 Desa Kaltim, Intip Strateginya

"Hidup ojek online, hidup ojek online," pekik massa mengisi ruang kosong orator.
 
Massa tersebut merupakan para pengojek berbasis pesan online dari Uber, Grab dan Gojek. Mereka hari itu kompak memperjuangkan nasib. Pengemudi ojek online merasa sudah bekerja keras, namun tak sebanding dengan keringan dan lelah yang mereka hasilkan.

sorot ojek online - transportasi online - unjukrasa driver aksi

Puluhan pengemudi transportasi berbasis online roda dua dan empat mengkuti aksi yang diprakarsai oleh Asosiasi Driver Online di Depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Tuntutan yang diajukan massa ojek online pada aksi Mei 2017 itu adalah agar pemerintah merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tuntutan ini untuk mengakomodir keberadaan ojek online yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat kota di Indonesia. Selain itu massa ojek online juga menuntut perusahaan mereka bernaung untuk memberikan asuransi kepada mereka secara layak. Beban asuransi selama ini banyak ditanggung oleh pengemudi yang statusnya semuanya adalah mitra pengemudi.

Tuntutan lainnya dalam aksi di Kementerian Perhubungan yaitu berlakukan tarif dasar yang sama, berlakukan sistem aplikasi online yang tidak merugikan pengemudi, tolak pemutusan mitra/suspend yang semena-mena.

Perusahaan transportasi online memang sudah makin populer di Indonesia. Mulai 2011 dan 2012 layanan ini muncul kemudian bermunculan yang kemudian muncul ojek online. Ada tiga nama populer ojek online yang wara-wiri di jalanan kota besar di Indonesia, yaitu Gojek, Grab dan Uber. Dua awal pertama dominasi dengan warna hijau dan Uber mengaspal dengan warga hitam, berpadu orange.

Ojek online memang sudah menjadi wadah baru untuk mendulang rupiah dan meningkatkan taraf ekonomi para pengemudi. Mulai dari kalangan manula sampai mahasiswa dan remaja.

Makin Banyak

Jumlah pengojek online makin bertumbuh, seiring dengan kebutuhan pengguna yang makin lekat. Gojek punya 400 ribuan mitra pengemudi di Indonesia, Grab mempekerjakan 1,9 juta mitra pengemudi untuk seluruh mitra pengemudi di Asia Tenggara dan Uber sekitar 6 ribu mitra pengemudi.

Namun dalam perkembangannya, mitra pengemudi ojek online merasa keringat dan lelah mereka bekerja siang dan malam tak dihargai setimpal. Pada pertengahan tahun ini, suara-suara kecewa dari mitra pengemudi ojek online masih muncul. Dalam demo medio Mei 2017 misalnya, pendemo ojek online menyoroti soal kesejahteraan mereka 'dimainkan' perusahaan lewat aturan tarif, kemudian tanggungan asuransi yang melindungi mitra pengemudi dinilai terlalu kecil.

Suara kekecewaan itu dipotret oleh peneliti Aulia Nastiti yang diunggah dalam laman The Conversation. Riset mahasiswi doktoral Political Science Northwestern University Amerika Serikat itu mengungkapkan bagaimana pengemudi ojek online diekspolitasi perusahaan ojek online. Dalam risetnya kurun waktu enam bulan dari November 2016 sampai April 2017, Aulia menganalisis narasi dan testimoni pengemudi pada medium media sosial dan berbincang dengan 10 pengemudi ojek online di Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Makassar pada pertengahan 2017.

Kesimpulannya, tulis Aulia, alih-alih menjadi mitra bagi perusahaan, pengemudi malah menjadi objek eksploitatif. Mitra pengemudi dikontrol oleh aplikasi dan sistem bonus yang membuat mereka mengikuti sistem itu untuk bisa mendapatkan rupiah yang lebih banyak.

Aulia juga menuliskan, dalam menjalani sebagai mitra, posisi pengemudi ojek online malah berada di bawah perusahaan dan penumpang. Perusahaan kuasa atas aplikasi, modal dan akses sedangkan penumpang, menurut Aulia, menentukan nasib mitra pengemudi karena bertindak sebagai 'manajer'. Penumpang bisa memberikan rating kepada pengemudi yang menentukan bonus mereka.    

Temuan tersebut ramai ‘dibantah’ oleh manajemen Grab, Uber dan Gojek. Mereka menegaskan layanan mereka membantu meningkatkan kesejahteraan para “mitra kerja”.

Perwakilan Grab menilai kesejahteraan mitra pengemudi mereka makin 'naik kelas'. Marketing Director Grab Indonesia, Mediko Azwar mengungkapkan perusahaan berhasil meningkatkan potensi penghasilan para mitra pengemudi Grab. Mitra pengemudi mereka memperoleh 34 persen lebih tinggi per jam dibandingkan dengan upah pekerja rata-rata di seluruh pasar.

"Kami menghasilkan lebih dari US$260 juta pendapatan untuk mitra pengemudi kami di Indonesia pada Februari 2017," ujar Mediko kepada VIVA.co.id, Kamis 5 Oktober 2017.

Senada, Gojek juga mengaku kualitas hidup mitra pengemudi mereka meningkat selama bergabung dengan layanan besutan Nadiem Makariem tersebut. Perwakilan Manajemen Gojek, Rindu Ragillia mengatakan, temuan itu muncul dalam hasil survei Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia.

Studi itu mengungkapkan, 83 persen mitra ojek online Gojek atau Go-Ride merasa kualitas hidup mereka meningkat, khususnya dari segi ekonomi dan jam kerja yang fleksibel, sehingga punya lebih banyak waktu untuk bagi keluarga.

"Survei yang sama juga mengungkapkan bahwa lebih dari 75 persen mitra Go-Ride memiliki penghasilan yang lebih besar dari pada rata-rata upah minimum nasional," jelas Rindu.

Uber juga menegaskan mitra pengemudi mereka sudah menikmati kenyamanan. Berdasarkan survei AlphaBeta, 46 persen mitra pengemudi yang disurvei mengungkapkan, fleksibilitas adalah alasan utama para mitra pengemudi tersebut bergabung bersama Uber.

Dari survei itu, mitra pengemudi Uber Indonesia, mengakui layanan ojek online Uber menjadi sumber pendapatan bagi masyakarat Indonesia yang berisiko tersisih dari kemajuan ekonomi.

"43 persen dari mitra pengemudi Uber yang disurvei sebelumnya tidak memiliki pekerjaan. 6 persen tidak memiliki rekening bank," jelas Uber Indonesia.

Sedangkan soal asuransi, Grab menegaskan sejak layanannya hadir di Indonesia, fasilitas asuransi sudah tersedia. Termasuk, saat layanan ojek online Grab Bike muncul di Indonesia. Asuransi mengikuti bisnis mereka.

Mediko mengatakan, semua mitra pengemudi Grab Indonesia dilindungi oleh asuransi kecelakaan yang disediakan gratis bagi seluruh mitra pengemudi maupun penumpang. Grab, ujarnya, siap menanggung seluruh biaya perawatan medis yang dibutuhkan oleh mitra pengemudi Grab Indonesia yang mengalami kecelakaan atau menjadi korban perampokan.

"Kami juga memberikan santunan kepada mitra pengemudi dan keluarganya dalam situasi tertentu sesuai dengan kebijakan kami," ujarnya.

sorot ojek online - transportasi online - ojek uber

Sejumlah driver ojek online Uber tengah berjalan di jalanan Jakarta. (REUTERS/Darren Whiteside)

Uber juga melindungi mitra pengemudi dan penumpang mereka dengan asuransi. Nilai asuransi PT Asuransi Allianz Utama Indonesia yang disediakan Uber untuk mitra dan penumpang hingga Rp100 juta. Asuransi tersebut untuk melindungi keduanya dari kecelakaan lalu lintas yang terjadi sejak pemesanan terkonfirmasi sampai perjalanan berakhir.

Sedangkan perlindungan Gojek lebih banyak. Gojek melindungi mitra pengemudi dan penumpangnya dengan asuransi PT Asuransi Allianz Utama Indonesia dan asuransi BPJS. Untuk asuransi kedua tersebut, preminya cuma Rp2300/hari/orang atau asuransi kendaraan bermotor yang hanya Rp15.000/bulan.

Soal menindaklanjuti keluhan penumpang, perusahaan berdalih mereka tidak berat sebelah, selalu menguntungkan penumpang. Perusahaan menegaskan akan menindak mitra pengemudi bila mereka terbukti melanggar kode etik dan dalam menindaklanjuti keluhan, mereka melakukan penyelidikan sampai cek silang antara mitra pengemudi dan penumpang.

Gojek misalnya, mereka punya sistem banding bagi mitra pengemudi yang disanksi berupa suspend untuk mengklarifikasi. Gojek menuturkan, semua laporan yang masuk dari penumpang maupun mitra pengemudi, akan ditindaklanjuti dan diselidiki secara dalam.

Sedangkan pada sistem Uber, memungkinkan mitra pengemudi dan penumpang bisa saling memberikan rating, keduanya juga bisa saling kehilangan akses ke Uber, akibat perbuatan yang dilaporkan oleh pihak tertentu. Uber menegaskan mitra pengemudi dan penumpang hanya menggunakan aplikasi Uber untuk tujuan dan aktivitas yang dibenarkan oleh hukum.

"Semua perilaku dan aktivitas yang melanggar hukum saat sedang menggunakan aplikasi Uber  dapat membuat akun mitra atau penumpang segera dinonaktifkan," kata Uber dalam emailnya.

Sedangkan Grab, menegaskan akan memverifikasi semua keluhan yang masuk ke sistem mereka, dan kemudian melakukan pendalaman dan cek silang laporan kepada mitra pengemudi dan penumpang.

Mediko mengatakan tim Grab akan menghubungi penumpang dan mitra pengemudi untuk memperoleh keterangan lebih lanjut mengenai laporan yang diterima, kemudian diinvestigasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan kode etik.

"Grab tidak akan segan untuk menindak tegas mitra pengemudi yang melanggar kode etik, termasuk memberikan sanksi berupa pemberhentian sementara maupun pemutusan kemitraan," ujarnya.

Mediko mengatakan, sebagai perusahaan mereka menyediakan ruang bagi mitra pengemudi. Mereka bisa memberikan masukan dan umpan balik atas sistem yang ada melalui fitur Ulasan Perjalanan yang ada pada aplikasi.

Soal tudingan mengeksploitasi mitra pengemudi melalui sistem bonus, Uber menegaskan mitranya punya kebebasan untuk menentukan kapan menggunakan aplikasi dan kapan offline dari aplikasi. Dalam keterangannya, Uber mengatakan hasil survei AlphaBeta menunjukan fleksibilitas mitra pengemudi yang Uber menunjukkan mitra pengemudi adalah pewirausaha dan bos bagi diri mereka masing-masing. Mitra pengemudi Uber bekerja semau mereka, tanpa shift, tanpa target setoran, dan tidak harus menuju pool tertentu.  

Dengan fleksibilitas sistem itu, lanjut Uber, 61 persen mitra menggunakan aplikasi Uber kurang dari 10 jam per minggu. Maka sistem yang dibangun Uber masih membuka ruang bagi mitra pengemudi mengurus keluarga, sekolah, menjalani proses lamaran kerja, pekerjaan utama sampai menekuni UKM yang mereka rintis.

Uber juga menjelaskan, pendapatan yang didapatkan dari mengantarkan penumpang sebagian besar akan masuk ke rekening mitra pengemudi, yakni 90 persen untuk mitra roda dua dan 10 persen ke Uber.

Sistem kemitraan Gojek tak jauh beda dengan Uber. Gojek mengatakan, mitra pengemudi mereka punya jam kerja yang fleksibel dan lebih produktif, punya kebebasan untuk menentukan waktu kerja sesuai waktu yang diinginkan mereka.

Grab menegaskan, soal sistem bonus mereka tetap memerhatikan kesejahteraan mitra pengemudi dalam mendapatkan jaminan penghasilan. Grab mengacu pada skema pencocokan permintaan dan suplai layanan dengan data aktual di lapangan serta menerapkan prinsip efisiensi yang menjamin para mitra pengemudi mereka memperoleh pendapatan yang berkesinambungan.

Tanpa Kejelasan

Beberapa masalah yang teraji dalam sistem ojek online memang sudah menjadi perhatian pemerintah. Kementerian Perhubungan, sebagai regulator bidang transportasi, sudah bergerak untuk menyikapi munculnya bisnis baru transportasi berbasis aplikasi. Namun Kemenhub baru menggodok aturan untuk taksi berbasis aplikasi atau online, belum menggodok aturan untuk ojek online.

Alasannya, penggunaan kendaraan roda dua untuk angkutan transportasi, baik ojek online maupun ojek konvensional tidak diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ, sedangkan penggunaan roda empat termasuk taksi online, sudah masuk dalam angkutan umum sesuai UU tersebut. Taksi online akan masuk dalam kategori angkutan sewa khusus, bukan angkutan umum.

"Kan sementara memikirkan Undang-Undang terkait ojek itu. Tetapi, konsentrasi pertama kami adalah taksi berbasis online, karena deadline-nya pada 1 November harus sudah jalan. Kita memang itu sudah kita pikirkan, kita siapkan perangkat hukum untuk kita bisa memayungi dengan mengatur tentang ojek online itu," jelas Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Hindro Surahmat, kepada VIVA.co.id.

Menurut dia, mengingat undang-undang tak mengatur kendaraan roda dua untuk angkutan, keberadaan angkutan roda dua sulit untuk segera diatur seperti halnya taksi online.

Tapi, Kemenhub tak angkat tangan. Kementerian yang dipimpin Budi Karya Sumadi itu akan menyesuaikan dengan perkembangan bisnis baru itu. Hindro mengakui, setelah selesai menelurkan aturan untuk taksi online, Kemenhub bisa nanti fokus mengatur bisnis ojek. Menyelesaikan aturan untuk taksi online dan ojek online sekaligus, menurutnya agak berat, untuk itu karena mendesak maka Kemenhub memilih untuk merampungkan aturan untuk taksi online.

Absennya aturan bisnis transportasi online dinilai berdampak pada relasi perusahaan dan mitra pengemudi. Hindro mengatakan, relasi tersebut berbeda pada perusahan angkutan umum konvensional. Dalam aturan relasi yang tercipta, lebih jelas kewajiban dan hak masing-masing, sedangkan relasi pada perusahaan transportasi online masih punya celah.

"Jaminan (mitra pengemudi) justru itu salah satu kelemahan dasar itu adalah penyedia aplikasi, karena dia bukan perusahaan angkutan. Dia tidak bisa melindungi, berbeda dengan perusahaan angkutan yang bisa memberikan perlindungan, jaminan kesehatan dan lainnya," ujarnya.

Hindro menyontohkan, relasi perusahaan angkutan Blue Bird dengan sopirnya lebih jelas, apa saja kewajiban dan hak perusahaan dan sopir mereka. Tapi kalau dalam aplikasi, karena mereka perusahaan angkutan, menurut Hindro, tidak bisa melindungi pengemudi.

sorot ojek online - transportasi online - ojek uber unjukrasa aksi

Puluhan pengemudi transportasi berbasis online roda dua dan empat mengkuti aksi yang diprakarsai oleh Asosiasi Driver Online di Depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Selain itu, kelemahan lainnya dari perusahaan ojek online tidak ada pengaturan tarif dalam taksi online, yang bertujuan industri agar isa bersaing lebih fair. Padahal sebenarnya pengaturan kuota dan tarif itu sebetulnya dalam rangka perlindungan kepada semua pihak mulai dari mitra pengemudi dan konsumen juga.

"Karena kalau tidak diatur kuota dan tarif, itu sama dengan tidak mengatur apa, mekanisme pasar yang berlaku, tarif tidak jelas yang kuat akan memakan yang lemah. Ketika sudah menang yang kuat yang akan berdiri sendiri," ucapnya.

Relasi dan nasib mitra pengemudi ojek online membuat Kementerian Tenaga Kerja “turun gunung”. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Kemenaker sudah mempelajari status mitra pengemudi dengan meminta penjelasan dari perusahaan aplikasi transportasi online. Dari hasil diskusi itu, perusahaan menegaskan status pengemudi ojek online adalah mitra bukan pekerja atau karyawan.

Sekretaris Jenderal Kemenaker, Hery Sudarmanto, mengatakan institusinya masih menyelesaikan kajian relasi perusahaan dan mitra pengemudi. Dalam kajian, kementerian ini juga membahas bagaimana perlindungan terhadap mitra pengemudi, sistem kerja, sistem bonus sampai bagaimana pertanggung jawaban perusahaan dalam hal mitra pengemudi meninggal saat mengantarkan penumpang atau pesanan.

"Jadi PR bagi kita semua bagaimana untuk menyikapi agar hubungan kerja itu jelas. Ini yang saat ini sedang dikaji," katanya.

Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit berpandangan, sebaiknya perusahaan merekrut mitra pengemudi yang sebelumnya sudah punya pekerjaan tetap. Dengan menjalani ojek online sebagai pekerjaan tambahan, menurutnya akan memperkuat arah sharing economy.

Menurutnya, konsep awal dari berlakunya sistem ride sharing atau berbagi tumpangan, adalah untuk sharing economy. Contohnya saat seorang punya pekerjaan tetap dan memiliki kendaraan, begitu orang tersebut pulang kerja bisa sekalian menangkut atau memberi tumpangan bagi orang lain.

"Tapi sekarang ini (transportasi online) kan sudah jadi pekerjaan utama," jelasnya.

Menjamin Keberlangsungan

Menyusul berbagai celah dan kelemahan bisnis ojek online, Danang menyarankan agar pemerintah segera mengatur ojek online. Poin yang diatur, menurut Danang, soal standar keselamatan dan keamanan serta komitmen berbuka data kepada regulator.

Aturan standar tersebut penting untuk mengetahui potensi keberlangsungan bisnis ojek online ke depan. Danang mengatakan, walau ojek online sudah menjadi kebutuhan, tapi masih ada keraguan keberlanjutan bisnis baru tersebut.

Aturan itu harus memastikan pemerintah hadir dan meyakinkan masyarakat atas keberlanjutan layanan, sekaligus mengantisipasi dalam hal perusahaan jasa ojek online tumbang di masa depan tak sampai merugikan konsumen.

Danang menuturkan, praktik bisnis transportasi online di beberapa negara luar Indonesia, sudah menginginkan adanya transparansi keuangan dari layanan tersebut. Yang harus dipastikan dalam bisnis transportasi online, kata Danang, yaitu kelaikan teknis dan kelayakan finansial layanan transportasi online.

Sejumlah penumpang menunggu layanan ojek dan taksi berbasis online.

Pengguna kereta api menunggu pesanan kendaraan online di sebuah stasiun. (REUTERS/Edgar Su)

Keberadaan transportasi online dinilai menutup celah konektivitas di sebuah daerah. Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Widjatmoko, mengatakan wara-wiri ojek online mengisi ruang kosong dan menjadi angkutan penghubung. Namun di sisi lain dengan status hukum ojek online yang masih lemah, maka makin memacu Pempro DKI untuk makin menigkatkan tata kelola transportasi lokal.

Sigit menuturkan, demam ojek online mendorong Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk segera menyelesaikan rerouting trayek.

"Saat ini memang penggunaan roda dua ini cukup efektif. Tapi kedepan kita kan susah punya roadmap yang jelas perencanaan utk angkutan umum massalnya sudah jelas," ujarnya.

Dia menuturkan, soal pengaturan ojek online, jajarannya masih menunggu kebijakan pemerintah pusat untuk mengatur transportasi roda dua online tersebut.

Di tengah ruih rendah perkembangan ojek online, Grab, Uber dan Gojek menegaskan mereka sudah berkomitmen untuk menaikkan harkat mitra menjadi lebih baik, dengan terus meningkatkan layanan mereka. Beberapa inisiatif yang dilakukan di antaranya mendorong mitra pengemudi beserta keluarganya terjun ke wirausaha daring, akses terhadap lembaga keuangan seperti perbankan. Semua untuk membalas perih payah dan kerja keras mitra mereka. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya