Muhammadiyah Sangat Terbuka dan Tak Kenal Kasta
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Proses peralihan kekuasaan di Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah terjadi tak lama setelah Ketua Umum PP Pemuda Muhammdiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dipilih menjadi juru bicara Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno. Tak pelak proses suksesi jadi isu tersendiri dan sangat ditunggu publik.
Melalui pertarungan di Muktamar PP Pemuda Muhammadiyah, Rabu 28 November 2019, Sunanto atau akrab disapa Cak Nanto, berhasil unggul atas para kompetitornya. Kemenangan Cak Nanto diumumkan jelang tengah malam, sekitar pukul 23.47 WIB. Cak Nanto, pemuda yang sudah ditinggal orang tuanya sejak masih belia berhasil mencapai posisi bergengsi tersebut untuk periode 2018-2022.
Ia mengaku sangat berterima kasih pada Muhammdiyah. Berkat Muhammadiyah, ia berhasil menyelesaikan sekolah, sejak pendidikan dasar hingga kuliah, walau bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Ia juga mengaku sudah aktif di Muhammadiyah sejak masih pelajar. Muhammadiyah, bagi Cak Nanto adalah tempatnya belajar dan tumbuh. Meski dari keluarga tak berpunya, tapi Muhammadiyah memberinya kesempatan untuk berkiprah dan berkarya.
Kepada VIVA yang mewawancarainya, Cak Nanto berkisah. Ia juga menjawab pertanyaan, benarkah Dahnil Anzar tersingkir karena jelas-jelas memberi dukungan pada paslon nomor 02? Juga jawaban lain seputar Pemuda Muhammadiyah. Berikut petikan wawancara Cak Nanto dengan VIVA.co.id.
Anda terpilih menjadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, bagaimana proses perjuangannya?
(Sunanto sempat tergelak sebentar). Saya bukan ambisi jadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, tapi ingin mengabdikan diri di Muhammadiyah. Dengan Muhammadiyah, saya itu merasa banyak berhutang budi kepada Muhammadiyah yaa. Jadi perjalanan hidup saya ini dibentuk oleh Muhamadiyah. Sejak sekolah di SMA Muhammadiyah, tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah. Kalau saya tidak diasuh Muhammadiyah, mungkin saya tidak bisa hidup seperti sekarang ini.
Bagaimana ceritanya?
Jadi, ketika saya masih MTs (Madrasah Tsanawiyah) orang tua saya sakit. Saya tidak bisa melanjutkan sekolah waktu itu. Keluarga saya memasukkan saya ke Panti Asuhan Muhammadiyah. Di situ spirit keterbukaan untuk saya berani melanjutkan sekolah itu muncul.
Kemudian saya melanjutkan sekolah, saya bersekolah di SMA Muhammadiyah, terus sampai ke Perguruan Tinggi. Jadi saya melihat Muhammadiyah sangat menolong saya bersekolah, sampai saya terus berkarir di organisasi Pemuda Muhammadiyah.
Ketika di Perguruan Tinggi, saya pernah jadi Ketua Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau IMM, Kabid Kader Komisariat, Kabid Kader Cabang, terus pokoknya. Kemudian dari DPD IMM Jawa Tengah, terus DPP IMM, pokoknya pengkaderan saya lengkap, struktur saya lengkap, pokoknya lengkap semua lah saya mengabdi di Muhammadiyah itu.
Ternyata sudah cukup panjang proses Anda di Pemuda Muhammadiyah ya?
Lengkap. Sampai sertifikat Syahadah (pendidikan kaderisasi) saya itu lengkap semua ada,dan penyimpanannya masih rapih sampai sekarang. Saya merasa, mungkin ini jalan saya mengabdi dengan cara aktif berorganisasi.
Selain alasan personal tadi, hal apa yang membuat Anda terus bersama Muhammadiyah?
Pertama, ruang Muhammadiyah itu sangat terbuka, tidak mengenal kasta, tidak mengenal irisan, siapa pun yang mau mengabdi di Muhammadiyah, ruangnya pasti diberikan. Makanya saya merasa di Muhammadiyah itu saya tidak harus menjadi siapa-siapa atau harus menjadi keturunan orang besar untuk mengabdi di Muhammadiyah.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto
Jadi ruangnya sangat terbuka, dan ini menjadi catatan bagi saya pribadi, bahwa siapapun orangnya selama dia tekun dan terus berusaha, dia pasti bisa mengabdikan dirinya dengan posisi apapun di Muhammadiyah. Jadi, sebenarnya buat saya itu organisasi Muhammadiyah itu sebagai tempat untuk aktualisasi saja.
Saya merasa senang dapat mengaktualisasikan keinginan saya, kemampuan saya di organisasi ini. Misalnya, saya senang organisasi, makanya saya bisa mengabdikan atau mengamalkan pengalaman organisasi saya di Muhammadiyah.
Jadi itu saja sih sebenarnya, selain menghargai keterbukaan, menghargai orang lain, tidak cepat menjustifikasi, persaudaraannya kuat, itu yang menurut saya menarik. Tidak mungkin Muhammadiyah mempunyai kultur seperti mendirikan Panti Asuhan, Rumah Sakit kalau dia tidak memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dan itu tidak harus kita mempunyai keturunan tertentu.
Anda terpilih dalam proses Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, Ketika itu ada enam calon. Apakah benar keterpilihan anda sebagai ketua umum ini karena sebagian besar pengurus atau kader Pemuda Muhammadiyah jengah dengan aktivitas politik Ketua Umum sebelumnya?
Tidak juga, biasa saja sebenarnya itu. Pertama, proses pemilihan saya ini sebenarnya sudah sangat panjang sebelumnya.
Jadi proses saya memperkenalkan diri kepada teman-teman pengurus di daerah itu juga sudah sangat lama dan panjang sebenarnya. Karena saya kebetulan pegiat pemilu, sering bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu, dan kebetulan diamanahkan oleh teman-teman untuk mengurus kader-kader Muhammadiyah yang direkomendasikan.
Selama bisa menunjukkan kualifikasi sebagai kader bagus, integritasnya bagus, pasti pendapat-pendapat kita juga didengar oleh teman-teman baik di KPU maupun di Bawaslu, karena banyak sahabat-sahabat saya juga yang aktif di situ, termasuk di daerah.
Bagaimana proses pembinaan yang dilakukan?
Saya selalu menyampaikan kepada kader-kader Muhammadiyah yang ingin mendaftar sebagai anggota KPU atau Bawaslu di daerah itu, yang penting kualifikasinya harus bagus, harus lulus CAT, ikuti seleksi dengan baik, kita akan bimbing. Jadi tidak hanya sekedar memberikan rekomendasi saja sebagai kader Muhammadiyah, tidak.
Kami bahkan turun ke daerah-daerah untuk membekali pengetahuan tentang pemilu kepada teman-teman daerah itu. Jadi ada Bimtek, ada kisi-kisi, ada pemateri tentang kepemiluan yang kita berikan, dan sebagainya itu kita berikan kepada teman-teman daerah.
Jadi pendekatannya memang sudah agak lama saya dengan teman-teman daerah, dan mereka alhamdulillah banyak yang jadi penyelenggara pemilu, baik itu Bawaslu maupun KPU. Jadi mungkin banyak kader-kader Muhammadiyah di daerah itu merasa tertolong.
Anda terjun langsung membina mereka?
Padahal sebenarnya saya cuma memberikan sedikit ruang saja kepada teman-teman daerah. Saya hanya memberikan kisi-kisi, memberikan materi-materi tentang kepemiluan,dan pengalaman tentang kepemiluan, dsb. Jadi prinsipnya kemarin itu kita berkawan dengan baik, bekerja dengan baik, dan bekerja untuk dakwah.
Jadi kenapa saya bisa terpilih itu ya karena kebetulan saya sudah melakukan investasi itu sudah panjang, itu saja sebetulnya. Tapi meskipun begitu bukan berarti tidak ada tantangannya ketika kemarin maju.
Kan peraturannya yang menjadi Komisioner KPU atau Bawaslu dia harus melepaskan jabatan di organisasi sebagai ketua atau sekretaris organisasi Pemuda Muhammadiyah di daerahnya.
Apakah menjadi Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah itu memang merupakan inisiatif atau keinginan anda, atau karena dorongan teman-teman pengurus di daerah?
Kalau prinsip di Muhammadiyah itu sebenarnya ‘jabatan itu tidak boleh dikejar’. Tapi, saya melihatnya begini, mengejar aja belum tentu dapat, apalagi tidak dikejar kan? Jadi ini bukan soal keinginan nafsu, bukan.
Tapi kalau kita tidak berusaha, tidak punya niatan dari awal untuk memimpin, ya tidak mungkin saya persiapkan skenario jangka panjang. Jadi makanya skenarionya ini saya sudah persiapkan sangat panjang.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto
Ada anggapan bahwa keterpilihan Anda dalam Muktamar kemarin itu merupakan titipan dari Istana. Bagaimana Anda menanggapi itu?
Bagaimana itu judulnya bisa begitu? Lho, saya itu aktivis pemilu. Di JPPR itu saya kurang lebih 10 tahun, sejak 2008, bareng Mas Afif (Bawaslu), sama Daniel (JPPR), Masykur, dan teman-teman lainnya. Jadi kalau misalnya itu ada relasi politiknya itu kebetulan saja.
Jadi situasinya sangat beruntun, dengan sikap politik mantan Ketua Umum (Dahniel Azhar) yang menjadi jubir salah satu capres-cawapres. Itu memang jadi salah satu varian isu yang membuat agak ringan lah dikit pertarungan di Muktamar kemarin, kalau dia netral pada pemilu ini mungkin akan beda juga ceritanya di Muktamar kemarin itu.
Artinya memang bisa dikatakan teman-teman atau kader Pemuda Muhammadiyah di bawah ini agak risih dengan posisi mantan Ketua Umum Dahniel Azhar Simanjuntak yang menjadi Jubir salah satu kandidat capres?
Tidak juga, bukan di situnya sebenarnya. Sebenarnya sih, kita itu membebaskan kader kita untuk mendukung salah satu kandidat yang dia inginkan, teman-teman di bawah juga ada yang mendukung pasangan nomor 02, ada juga yang mendukung pasangan nomor 01.
Tapi memang kalau secara kelembagaan tidak mungkin, karena itu sudah ada khittahnya di organisasi kita. Nah, posisi mantan ketua umum ini meskipun dia tidak membawa lembaga, tapi kan dia simbol organisasi.
Meskipun dia tidak ingin menempelkan aktivitasnya dengan posisi ketua umum organisasi, tapi kan orang lain yang melihat berbeda. Itu yang saya kira menjadi persoalan-persoalan yang saya kira memang membutuhkan ruang yang sama.
Karena kalau diarahkan ke satu ruang, tidak semua pemikiran kader itu bisa sama kan. Ada memang yang mempersoalkan itu, tapi minoritas. Tapi meskipun minoritas kan tidak bisa dinafikan juga.
Jadi sebenarnya kader bebas memilih?
Jadi saya kira, Muhammadiyah secara organisatoris memberikan ruang yang sama, jangan menutup ruang yang lainnya juga dong. Kalau saya yang mau memilih Jokowi monggo, yang mau memilih Prabowo monggo.
Tapi kalau kader itu memilih itu harus ada dasarnya, harus ada rasionalitasnya, saya tidak mau kader itu memilih tanpa dasar yang jelas. Kalau bisa ideologi atau gagasan Muhammadiyah itu ada di dua kubu ini, kan itu yang lebih diharapkan dan itu lebih menarik.
Artinya kemarin itu sikap ketua umum (Dahniel Azhar) itu bisa dikatakan berat sebelah begitu?
Tidak. Tapi karena dia mengambil sikap politiknya ke situ, maka orang menganggap sudah seperti itu.
Padahal secara organisatoris tidak demikian?
Iya, tidak pernah Dahniel itu mengatakan lembaga atau organisatoris. Tapi karena dia merupakan simbol organisasi, jadi sebagian besar publik menganggap bahwa Pemuda Muhammadiyah ikut ke situ.
Dengan perolehan suara yang cukup tinggi ketika di Muktamar, bisa dianggap suara kader memang menginginkan Pemuda Muhammadiyah netral di Pemilu, atau bagaimana?
Kalau secara kelembagaan semua sudah sepakat, tidak ada yang tidak sepakat sampai saat ini, bahwa tidak boleh membawa organisasi dalam dukung mendukung. Tapi secara individu kita tahu, bahwa kita tidak pernah membawa organisasi. Jadi tidak perlu menegaskan juga, karena kita kan ormas, bukan partai politik yang harus menegaskan dukungan.
Dengan terpilihnya Anda sebagai Ketua Umum, apa yang akan Anda lakukan untuk organisasi ini?
Pertama, tentu kami berterima kasih kepada Bung Dahnil yang telah membuat gerakan kita ini membesar, maka gerakan organisasi kita yang baik akan kita terus lanjuti. Kedua, memberikan ruang, kesempatan untuk kaderisasi kader. Karena kita membutuhkan banyak ruang untuk para kader Muhammadiyah.
Kemudian, organisasi kita, Muhammadiyah selama ini menjadi solusi terhadap persoalan-persoalan bangsa. Kita ingin Pemuda Muhammadiyah juga bisa menjadi solusi dalam mengatasi masalah-masalah kebangsaan.
Dan dalam kebijakan publiknya, kita akan tetap kritis dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan keadilan, dan tetap membantu kalau benar, kira-kira seperti itu. Jadi, ketimpangan sosial juga harus dijauhi.
Dinamika di tubuh Pemuda Muhammadiyah ternyata cukup tinggi. Bagaimana Anda memposisikan kader?
Iyaa, sangat dinamis sekali memang. Tapi dinamisnya kita itu tetap terkonsolidasi, tetap kita konsolidasi dalam kepentingan dakwah. Siapa yang akan membawa kepentingan dakwah? Tentu kader kita sendiri. Kalau ada kader kita yang berjuang dan ingin berdakwah dalam politik pasti kita dukung.
Kita akan mengkonsolidasi diri. Persoalan menang atau tidak menang itu kan tergantung bagaimana gerakan kita. Jadi begitu, jangan sampai setelah jadi baru kita anggap dia kader, tapi ketika dia berjuang kita biarkan dia berjuang sendirian, tidak boleh seperti itu. Jadi pekerjaannya itu berat, dan butuh proses waktu yang lama. Tapi kita akan kerjakan itu.
Ada warisan pekerjaan rumah yang harus Anda selesaikan di dalam organisasi Pemuda Muhammadiyah?
Pertama, tentang bagaimana politik inisiasi terhadap kasus korupsi, misalnya. Korupsi itu sekarang itu kan bisa dikatakan sudah agak akut dengan banyaknya pejabat terlibat dalam kasus korupsi.
Tapi apakah dengan cara berteriak, kita berdemo, kita bisa menyelesaikan persoalan-persoalan itu? Kan tidak. Jadi PR kita itu mencari problemnya, di mana sebenarnya? Apakah dengan jargon anti-korupsi terus selesai semua persoalan korupsi itu? Kan tidak. Jadi harus dicari apa akar persoalannya. Apakah di partai politiknya? Atau seperti apa saya kira ini yang harus dibenahi.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Sunanto
Kedua, kebangkitan semangat kemanusiaannya juga harus dibangunkan. Seperti model ekonomi kita, ada Warung Dhuafa. Setiap Jumat memberikan makan kepada kaum dhuafa. 'Kalau modelnya sih sudah bagus ya, tapi apakah ini menjadi solusi terhadap pengembangan ekonomi dan membangun kemandirian ummat?
Kita harus cari solusinya, kalau kata orang itu jangan berikan ikannya, tapi kailnya. Nah, kalau kita mempunyai model seperti itu mungkin bisa jadi model Warung Dhuafa itu kita ubah ke model yang lebih baik lagi.
Seperti apa misalnya?
Misalnya, sekarang Warung Dhuafa itu punya kas 500 ribu, kalau uang itu kita berikan kepada satu orang untuk dia berjualan kopi atau jualan bakwan gitu ya, satu minggu kam dapat keuntungan berapa, nanti modalnya kamu balikin, keuntungannya itu bisa buat kamu. Kan bisa begitu.
Kita juga mempunyai kepentingan memberikan dorongan ekonomi kepada umat. Bukannya kita tidak sepakat dengan model memberikan makan kepada dhuafa itu, tidak. Tapi bagaimana kita membangun mereka agar kekuatan ekonomi mereka itu terbangun kuat.
Apa program prioritas Anda periode mendatang?
Karena ini tahun politik, maka sekarang kami pasca Raker nanti akan lakukan konsolidasi kader. Karena target kami bagaimana kader Muhammadiyah itu ada dan dapat posisi di tahun politik ini, dengan target satu dapil satu orang kader yang jadi.
Wah, luar biasa. Satu Dapil satu orang?
Iya, memang sudah jauh-jauh hari kita persiapkan itu. Tapi memang kesadaran politik kader Muhammadiyah itu masih kurang ya, jadi perlu didorong. Tapi kan kita tetap mengkonsolidasi diri. Maka kita harus bergerak. Mungkin secara organisasi tidak bisa bergerak, tetapi secara kultural kita harus tetap bergerak meyakinkan orang-orang untuk memilih.
Apa yang diincar dengan target satu Dapil satu orang?
Iya. Selainnya itu mungkin program pengkaderan. Karena selama ini pengkaderan itu tidak berjalan secara maksimal. Saya melihat seperti ini, pemerintahan Jokowi sekarang ini sudah banyak memberikan kinerja dengan membangun infrastruktur, tetapi pembangunan sumber daya manusianya itu yang saya lihat tidak seimbang dengan jumlah infrastrukturnya.
Maka kami akan berperan untuk mengisi ruang sumber daya manusianya, kalau untuk infrastrukturnya biar pemerintah lah. Tapi kalau SDM-nya biar kita yang persiapkan. (ren)