- Istimewa
VIVA – Tidak lama lagi, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian akan menerapkan Standar Nasional Indonesia untuk semua pelumas kendaraan yang dijual di dalam negeri. Tanpa SNI, produsen pelumas tidak bisa menjual produk mereka.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, kalau aturannya sudah rampung, semua pelumas otomotif harus bersertifikat, dan produsen oli dari luar negeri harus mematuhinya.
"Harus dikeluarkan dari pasar Indonesia, kalau sudah wajib nanti. Merek oli di Indonesia itu ada 44 industri dalam negeri," ujarnya di Bekasi, Jawa Barat, belum lama ini.
Sigit menjelaskan, pemerintah menerapkan SNI agar konsumen mendapat produk dengan kualitas terjamin. Karena, pengujian SNI sama dengan internasional. Proses mendapatkannya pun diklaim tidak susah.
Namun, keputusan itu rupanya tidak serta merta disetujui oleh pihak produsen, terutama yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia atau Perdippi.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu, yang bertentangan dengan fakta di lapangan,” ujar Ketua Umum Perdippi, Paul Toarmelalui rilis yang diterima VIVA, Jumat 24 Agustus 2018.
Menurut Paul, produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lembaga Minyak dan Gas Bumi, dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
Selain itu, kata Paul, biaya pengurusan SNI yang berkisar Rp500 juta per stock keeping unit atau SKU justru akan mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil.
“Ujung-ujungnya, masyarakat yang selama ini telah mendapatkan layanan terbaik dengan hadirnya pelumas berkualitas dengan harga terjangkau serta mudah diperoleh, juga akan menghadapi kesulitan,” tuturnya.