Logo BBC

Pemilu Serentak Banyak Masalah, Nasional dan Daerah Disarankan Dipisah

Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) menyusun kotak suara yang berisi surat suara hasil Pemilu Serentak 2019 sebelum dilakukan rekapitulasi surat suara di GOR Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat
Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) menyusun kotak suara yang berisi surat suara hasil Pemilu Serentak 2019 sebelum dilakukan rekapitulasi surat suara di GOR Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

"Kalau sekarang ini kan aktornya (peserta pemilu) banyak sekali," ujar Titi Anggraini kepada BBC News Indonesia, Minggu (21/04).

Kata Titi, koalisi pemantau pemilu mengusulkan pemisahan antara pemilu serentak di tingkat nasional dan daerah. Ia mencontohkan, pemilu serentak tingkat nasional diikuti oleh Presiden-Wakil Presiden, DPR RI, dan DPD RI. Sementara pemilu serentak daerah diikuti kepala daerah, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kendati begitu, pemisahan pemilu serentak nasional dan daerah ini disarankan berjarak 30 bulan atau 2,5 tahun. Tujuannya untuk merapikan jadwal pemilu dan menghindari kejenuhan di masyarakat.

"Akhirnya kita punya pemilu yang lebih terjadwal dan tertib. Itu juga bisa dimanfatakan pemilih untuk mengevaluasi keterpilihan produk pemilu serentak nasional tanpa harus menunggu lima tahun."

Dengan pemisahan itu pula, beban untuk penyelenggara pemilu berkurang. Selain itu, informasi yang dibawa para peserta pemilu tidak bertabrakan.

"Jadi distribusi informasi, beban, kompetisi, masih bisa terkendali. Nah ke depan misalnya cuma ada tiga surat suara, isunya bisa kongruen (sama). Begitu juga dengan daerah," jelas Titi.

"Selain itu, distribusi beban masuk akal bagi pemilih, penyelenggara, dan pemilih," sambungnya.

"Bayangkan antara lima, kan berbeda dengan hanya tiga saja. Kalau lima sekaligus akan tumpang tindah."