- VIVA/Zahrotustianah
VIVA – "Itu tempat maksiat," seru wanita berusia di awal 40 tahunan itu sambil menunjuk ke dalam gedung bekas bioskop tua, Mulia Agung dan Grand Senen.
Sebut saja namanya Asih. Sehari-hari dia adalah penjaja minuman, khususnya untuk sopir-sopir Metromini yang mangkal di tikungan Senen. Sering juga preman dan tukang asongan mampir menikmati seduhan kopinya atau minuman berwarna lain seadanya.
Asih bukan pendatang baru di Jakarta. Dia adalah satu dari begitu banyak orang desa yang konon ingin menggantung asa di Jakarta. Tanpa mau menyebutkan asalnya, Asih hanya mengaku sudah puluhan tahun hidup di Ibu Kota.
"Saya udah lama banget di sini," katanya kepada VIVA saat menemuinya, Selasa, 20 Maret 2018.
Saya menoleh ke dalam gedung. Gelap, tanpa tanda-tanda kehidupan. Seolah tahu apa yang ada di pikiran saya, Asih langsung bercerita.
"Waktu saya baru datang dari daerah, saya pernah diajak ke sini. Nonton, tapi ternyata gitu. Filmnya jorok, di dalamnya juga penuh orang 'gitu-gitu'. Maksiat lah," katanya melanjutkan.
Penuturan Asih tak jauh berbeda dari cerita-cerita orang kebanyakan. Bioskop Grand, begitu orang sekitar menyebutnya, memang dikenal sebagai bioskop tua berselimut praktik esek-esek.
Poster film kekinian di luar gedung hanya kamuflase semata. Tak pernah ada film baru yang diputar di sana. Film yang diputar adalah film syur kelas B yang entah bercerita tentang apa. Lagi pula, tak ada yang benar-benar niat menonton di bioskop itu.
Berbagai pengakuan dari orang-orang yang pernah masuk, juga tak berbeda dengan kisah yang Asih tuturkan. Bukan hanya para wanita yang menjajakan 'layanan spesialnya', banyak juga para lelaki penyuka sesama jenis di sana.
Lalu, bagaimana kondisi Bioskop Grand di Senen saat ini? Masihkah bioskop ini buka praktik 'esek-esek'?