Adu Bukti di Mahkamah Konstitusi

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi Hakim Konstitusi (dari kiri) Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra dan I Dewa Gede Palguna saat memimpin sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) bersiap mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pemilu Presiden 2019, Jumat, 14 Juni 2019. Perkara PHPU yang diajukan kubu pasangan 02, Prabowo-Sandiaga Uno, akan disidang perdana mulai pukul 09.00 WIB. Sembilan hakim konstitusi akan memulai agenda persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.

Jokowi Ogah Komentari soal Sengketa Pemilu 2024 di MK

Sesuai peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018, bahwa pemeriksaan perkara PHPU presiden dan wakil presiden didahului dengan pemeriksaan pendahuluan, dilanjutkan pemeriksaan persidangan. 

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono, mengatakan pemeriksaan pendahuluan itu adalah memeriksa kelengkapan dan kejelasan permohonan pemohon. Sesuai peraturan MK, pemeriksaan pendahuluan ini paling lama 3 hari setelah permohonan pemohon dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).

Menkopolhukam Minta Semua Pihak Hormati Langkah Kubu Anies dan Ganjar Gugat Hasil Pemilu ke MK

"Artinya, pemohon diberikan kesempatan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan di depan pihak termohon, terkait dan pihak lainnya," kata Fajar kepada para wartawan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.

Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan persidangan, yang meliputi memeriksa permohonan pemohon, pemeriksaan jawaban termohon dan pihak terkait/atau Bawaslu, pengesahan alat bukti, pemeriksaan bukti tertulis, mendengarkan keterangan saksi dan keterangan ahli, dan memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan atau peristiwa yang sesuai dengan alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk.

Respons Istana soal Jokowi Disebut-sebut dalam Sidang Sengketa Pemilu di MK

Disamping itu, MK juga sudah memastikan persiapan dan kelengkapan teknis demi kelancaran persidangan MK. Seperti sound system, IT, termasuk pengamanan. "Kemarin Pak Kapolda dan Pak Pangdam sudah datang ke MK untuk memastikan, meninjau titik-titik pengamanan di MK. Bahkan Pak Kapolda memastikan 12.000 personel akan mengamankan persidangan di MK," terang Fajar.

Terkait pengamanan, Fajar menambahkan aparat keamanan akan melakukan rekayasa lalu lintas dan penutupan jalan di sekitaran MK. Hal tersebut dilakukan karena alasan pengamanan persidangan, dan semata-mata demi kelancaran persidangan MK. 

"Jangan diartikan sebagai pembatasan maupun menghalangi publik untuk menjangkau MK. Sebab, MK hanya punya 14 hari kerja untuk menyelesaikan perkara hasil Pemilihan Presiden," ujarnya.

Terpisah, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan guna mengantisipasi kericuhan seperti yang terjadi di Gedung Bawaslu pada 21 dan 22 Mei, Polri melarang massa untuk menggelar demonstrasi yang dapat mengganggu ketertiban umum. Terlebih, kawasan MK ramai dilalui oleh masyarakat.

 "Kami tak perbolehkan sampaikan aspirasi depan MK. Karena, mengganggu kegiatan orang lain. Itu diatur dalam UU No 9 Tahun 1999 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Itu ada di pasal 6. Itu tak boleh lagi terjadi di depan MK, karena itu menggangu jalan umum. Itu jalan Medan Merdeka Barat, yang merupakan jalan umum yang dilewati orang. Nanti, kami fasilitasi depan IRTI dan patung Kuda," kata Tito di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.

Tito mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas imbauan capres 02, Prabowo Subianto yang melarang seluruh pendukungnya agar tidak pengerahan massa saat sidang gugutan Pilpres di MK.

Prabowo mengatakan, ia dan Sandiaga Uno sudah memutuskan untuk menyerahkan sengketa Pilpres 2019, melalui jalur hukum dan konstitusi. Termasuk, menyerahkan pada tim hukum yang diketuai Bambang Widjojanto.

"Kami tentunya berterima kasih dan mengharapkan masyarakat tak datang berbondong-bondong ke Mahkamah Konstitusi," ujar Tito.

Meski demikian, Tito menyebut, personel gabungan TNI-Polri telah disiagakan untuk mengamankan jalannya sidang tersebut. Tak hanya itu, ia memerintahkan agar personel dari daerah disiagakan. "Mereka stand by sesuai kebutuhan dan perkiraan cepat intelijen kami lakukan setiap hari. Untuk melihat, apakah ada gerakan massa," katanya.

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Independensi MK

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menegaskan lembaganya akan bersikap independen dan tidak akan dapat diintervensi siapapun dalam menyidangkan sengketa PHPU Pilpres 2019. Para hakim MK, lanjut Anwar, tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun.   

"Kami hanya tunduk pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan konstitusi, dan kami hanya takut kepada Allah SWT," kata Anwar Usman kepada media di Gedung MK, Jakarta, Rabu 12 Juni 2019.

Anwar Usman menegaskan MK akan memperlakukan semua pemohon pencari keadilan di MK, termasuk terkait PHPU Pilpres secara adil. Baginya, PHPU Pilpres ini bukan semata tentang siapa yang kelak menjadi Presiden terpilih, melainkan juga tentang persatuan dan keutuhan NKRI. 

Senada, Hakim Konstitusi, I Gede Dewa Palguna juga menyatakan kesiapan MK untuk menggelar sidang perdana PHPU Pilpres 2019. Palguna meminta semua pihak tidak meragukan independensi para hakim. "Jangan meragukan independensi dan imparsialitas kami," kata Gede di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 13 Juni 2019.

Menurut Gede, cara mengecek hal itu mudah. Yaitu masyarakat katanya tinggal benar-benar mengikuti jalannya persidangan yang bisa disaksikan secara langsung dan terbuka. "Ikuti persidangan itu, ikuti putusannya, baca pertimbangan hukumnya, kemudian kaitkan dengan amar putusan itu," ujar Gede.

Dia menegaskan, independensi dan imparsialitas hakim itu adalah harga yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Menurutnya hal itu tidak boleh hilang khususnya di MK. 

"Sebab kalau itu hilang dari lembaga pengadilan apapun, lebih-lebih Mahkamah Konstitusi, maka marwah peradilan itu akan hilang. Jadi itu bukan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar," ucap dia.

Terkait proses verifikasi semua berkas bukti sengketa PHPU Pilpres 2019, Palguna memastikan prosesnya sudah rampung. Semua bukti, lanjut dia, diverifikasi oleh sedikitnya 700 anggota satuan tugas yang dibentuk khusus oleh MK guna memeriksa semua dokumen perkara sengketa pilpres ini.
 
"Kalau teknisnya sudah diverifikasi. Tidak boleh ada bukti yang tidak diverifikasi, itu pasti," ujar Palguna.

Menurut Palguna, proses verifikasi bukti dan dokumen permohonan dilakukan secara berlapis mulai dari tingkat panitera hingga hakim konstitusi. "Jadi kalau itu jangan diragukan," tegasnya.

Disamping itu, proses verifikasi tumpukan berkas gugatan PHPU Pilpres ini bukan yang pertama kalinya ditangani MK. Palguna menerangkan, MK sejak tahun 2004 telah memeriksa berbagai berkas bukti gugatan pilpres maupun pileg. "Bahkan itu pertama kali kita menangani sengketa pemilu baik piplres maupun pileg, berkasnya begitu-begitu juga kan," ungkapnya.

Dalam proses persidangan nanti, MK memiliki tenggat waktu untuk memutus hasil dari sidang sengketa PHPU Pilpres selambat-lambatnya tanggal 28 Juni 2019. Tapi, putusan sengketa terkait PHPU Pilpres 2019 bisa saja dibacakan lebih cepat dari tenggat waktu maksimal, tergantung pihak-pihak terkait dalam sengketa itu.

"Tergantung dari para pihak, (tanggal) 28 Juni itu paling lambat, para pihak menyiapkan jawaban, bukti, saksi ahli. para pihak diberi kesempatan yang sama," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Anwar Usman memastikan MK sudah sangat siap menghadapi sidang sengketa ini. Menurutnya sejauh ini tak ada lagi hal-hal yang dianggap sebagai kendala untuk pelaksanaan sidang sengketa PHPU Pilpres 2019 yang akan digelar perdana pada 14 Juni mendatang. 

"Saya sudah katakan kami siap 100 persen, tidak ada lagi hal-hal yang perlu dibahas atau menjadi kendala, ada sembilan hakim," tegasnya. 

Strategi Tim Hukum

Anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Nasrullah memastikan kesiapannya untuk persidangan perdana PHPU Pilpres 2019 di MK. Dalam permohonan gugatannya, Nasrullah menerangkan bahwa Tim Hukum Prabowo-Sandi mengajukan gugatan yang sifatnya kuantitatif dan kualitatif. 

Untuk gugatan yang sifatnya kuantitatif, Tim Prabowo-Sandi mengklaim punya banyak bukti yang akan dicari keadilan di depan mahkamah. Diantaranya, gugatan bercerita tentang adanya selisih perolehan suara yang merugikan Prabowo-Sandi.

"Ada sekitar 24 juta suara yang rugikan Pak Prabowo, itu sudah kami ajukan dalam gugatan kuantitatif kami," kata Nasrullah di tvOne, Kamis, 13 Juni 2019.

Kemudian, untuk gugatan yang bersifat kualitatif, pihaknya menyebut ada pelanggaran atau kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Dalam gugatan tersebut, Nasrullah menguraikan kecurangan tersebut dalam tiga tahap. 

Kecurangan bersifat TSM yang dilakukan sebelum pemilu, kecurangan yang terjadi pada hari H pemilu, kecurangan yang dilakukan setelah pemilu terjadi. "Termasuk input data, perhitungan dan lain-lain," paparnya.

Selain itu, beberapa pelanggaran lain yang dilakukan Jokowi-Ma'ruf Amin, juga akan menjadi senjata Tim Hukum Prabowo-Sandi di hadapan majelis MK. Antara lain, status cawapres Jokowi, KH Ma'ruf Amin yang saat mendaftar sebagai cawapres, ternyata masih menjabat jabatan di BUMN.

"Pak calon wakil presiden, dalam laman BNI Syariah dan Mandiri Syariah, namanya masih ada, dan itu berarti melanggar pasal 227 huruf P," kata Ketua Tim Hukum paslon 02, Bambang Widjojanto di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juni 2019.

Kemudian, Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana juga menyoroti laporan sumbangan dana kampanye Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019. Dalam laporan penerimaan sumbangan dana kampanye paslon 01 tanggal 25 April 2019, tertulis sumbangan pribadi Joko Widodo sejumlah, bentuk uang Rp19.508.272.030, bentuk barang Rp25.000.000.

Sedangkan di Laporan Harta  Kekayaan  Pejabat  Negara/LHKPN Joko Widodo yang diumumkan KPU pada tanggal 12 April 2019, harta kekayaan berupa kas dan setara kas hanya berjumlah Rp6.109.234.704.

"Ada pertanyaan, apakah dalam waktu 13 (tiga belas) hari saja, harta kekayaan Joko Widodo berupa kas dan setara kas bertambah hingga sebesar Rp13.399.037.326?" kata Denny melalui siaran persnya, Rabu 12 Juni 2019.

Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mendaftarkan gugatan Pilpres 2019 ke MK.

Terkait hal itu, Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra mengaku sudah membaca permohonan yang diajukan kubu Prabowo-Sandi, dari alasan permohonan karena terjadinya kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM), sampai pada petitum diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf dan penetapan Prabowo-Sandiaga Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Yusril menegaskan timnya akan menyanggah semua permohonan kubu Paslon 02 itu dengan landasan formil. Ia akan mempertanyakan apakah semua permohonan yang diajukan itu menjadi sepenuhnya kewenangan MK atau tidak, sebagaimana UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khusus Pilpres dengan asumsi telah terjadi kecurangan TSM.

"Kalau itu bukan kewenangan MK, maka pada tahap eksepsi mudah-mudahan MK mengambil putusan sela, akan menerima gugatan ini atau tidak. Mahkamah bisa menolak bahwa permohonan ini bukan kewenangannyadan tidak jelas," kata Yusril di tvOne, Kamis, 13 Juni 2019.

Untuk status Ma'ruf Amin yang dipersoalkan kubu 02 karena masih menjabat jabatan di BUMN saat mendaftar sebagai cawapres, menurut Yusril, hal itu sudah lewat. "Itu ranah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara bukan Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Kemudian, masalah sumbangan dana kampanye Jokowi yang juga turut dipersoalkan, mantan Menteri Kehakiman itu mengatakan, kubu 02 mestinya jika menemukan ada dugaan tindak pidana dalam sumbangan dana kampanye bisa melaporkannya ke sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu), karena itu ranah pengadilan pidana bukan MK.

Yusril menambahkan MK dibatasi mengadili perkara hasil akhir pemilu. Jika aturan terdahulu, MK bisa mengadili kecurangan yang sifatnya TSM, tapi setelah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kewenangan itu sudah dibagi kepada instansi lainnya, seperti Bawaslu untuk pelanggaran pemilu dan Gakkumdu untuk pidana pemilu.

"Semua sudah pada tempatnya. Kalau minta mahkamah minta diskualifikasi dan minta pemilu ulang, dulu iya (masih bisa). Kalau saat ini sudah tidak lagi saatnya mahkamah membahas masalah-masalah itu lagi," tegasnya.

Peluang di MK

Mantan Ketua MK, Mahfud MD menuturkan berdasar pengalaman selama ini, MK bisa mengadili suatu perkara melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Jika MK selama ini dipersepsikan dalam mengadili suatu perkara cenderung menggunakan pendekatan kuantitatif, Mahfud menegaskan hal itu sudah ada ketentuannya dalam Undang-undang.

"Ada dalam Undang-undang sengketa dulu dianggap hitungan kuantitatif semata. Tapi tahun 2008, saya keluarkan pernyataan, MK bukan mahkamah kalkulator, itu ada di media, itu di Pilkada Jatim. Jadi itu bukan Pak BW yang pertama kali (sampaikan) tapi saya. Saya yang buat itu," terang Mahfud MD di tvOne, Kamis 13 Juni 2019.

Sementara terkait batasan kewenangan MK di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dalam menangani pelanggaran atau kecurangan pemilu yang memenuhi syarat terstruktur, sistematis dan masif, Mahfud mengatakan keputusan itu tergantung majelis MK. "Itu tergantung hakim MK, apakah cukup siginifikan atau tidak (kecurangannya)," tegasnya.

Mahfud menjelaskan yang dimaksud kecurangan terstruktur adalah ketika ada pelanggaran yang dilakukan oleh unsur-unsur pemerintah, penyelenggaran pemilu yang ada kaitannya dengan TPS. Aparatur negara itu, lanjutnya, secara struktural terang-terangan atau terbuka berkampanye dan mengarahkan pilihan untuk calon tertentu.

"Tapi kalau tidak ada buktinya sifat strukturnya itu menjadi tidak ada, itu masuk pelanggaran kampanye biasa, ini yang selama ini ada di MK," ungkapnya.

Gedung Mahkamah Konstitusi

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengakui perjuangan Tim Hukum Prabowo-Sandi untuk membuktikan kecurangan Pilpres 2019 di MK memang sangat berat. Jika hanya paradigma di MK berdasarkan kalkulasi dan kecurangan terstruktur dan masif, maka dipastikan 99,9 persen akan ditolak MK. Permohonan itu akan hidup jika memakai paradigma lain.

"Saya katakan 99,9 persen permohonan akan ditolak, the game is over. Bahwa permohonan ini akan hidup dan ada proses lebih lanjut kalau dia pakai paradigma yang lain, kalau pakai perhitungan suara dan TSM saja selesai," kata Refly saat diskusi di Jakarta Pusat, Kamis 13 Juni 2019.

Refly menjelaskan, hendaknya beralih ke paradigma lain seperti keadilan pemilu dan isu soal persyaratan.

"Pakai paradigma TSM pun hampir selesai juga, kecuali bergerak pada paradigma keadilan pemilu, atau isu tentang persyaratan. Kalau yang disampaikan Pak Hamdan Zoelva selesai juga, karena jadi domainnya Bawaslu soal pelanggaran," ucapnya.

Kendati demikian, Refly menuturkan bahwa hukum tentu akan muncul di kepala hakim di MK. Sebab, dalam memutuskan sesuatu MK tidak semata-mata didasarkan pada undang-undang semata.

"Tetapi biar bijaksana-bijaksini, memang nanti hukum itu akan muncul di kepala 9 hakim konstitusi. Karena selama ini memang hakim MK dalam konteks pilkada yang saya pahami memutuskan sesuatu tidak semata-mata didasarkan pada UU saja, kadang praktek persidangan itu juga menjadi variasi putusan," ujar Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi 2014 ini. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya