Ujian Nasional Menantang Maut Corona

Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer tingkat SMP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 24 April 2019.
Sumber :
  • VIVA/Yasir

VIVA – Pemerintah nekat. Ujian Nasional tahun 2020 untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas tetap diselenggarakan sesuai jadwal di tengah ancaman wabah virus corona Covid-19, tidak hanya secara global melainkan Indonesia juga.

7 Tips Menghadapi Ujian Nasional: Persiapan yang Efektif untuk Sukses

Badan Kesehatan Dunia sudah menyatakan status pandemi. Kasus infeksi Covid-19 di dunia telah mencapai 126.293 orang per 12 Maret 2020. Di Indonesia, jumlah warga yang dinyatakan positif terinfeksi corona terus bertambah dari hari ke hari: 34 orang —lonjakan signifikan hanya dalam 10 hari sejak kali pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) Berbasis Komputer yang massal dan serentak itu sebentar lagi. Yang paling dekat adalah UN untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Khusus pada 16 Maret. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada 8,3 juta peserta UN dari semua jenjang pendidikan se-Indonesia. Keselamatan mereka dipertaruhkan.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Bagaimana Protokol Kesehatan?

Para murid SMK/MAK mengawali UN pada 16-19 Maret. Menyusul setelahnya bagi jenjang pendidikan lainnya: Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah 30 Maret-2 April, Pendidikan Kesetaraan Program Paket C/Ulya 4-7 April, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsnawiyah 20-23 April, dan Pendidikan Kesetaraan Program Paket B/Wustha 2-4 Mei.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Persiapan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Bandung

Ringkasnya, jutaan murid peserta UN, juga para pihak yang terlibat, akan berkumpul di satu momen selama 20 hari dalam periode 16 Maret sampai 4 Mei itu. Potensi penularan virus corona, sedikit atau banyak, tetap ada, atau bahkan mungkin besar.

Di sejumlah negara —13 negara menurut catatan Badan Pendidikan dan Kebudayaan Dunia—kegiatan belajar dan mengajar diliburkan dan sekolah-sekolah ditutup, sebagian secara nasional dan yang lainnya bersifat lokal. Arab Saudi, dengan jumlah infeksi 45 kasus, telah sejak dini menutup sekolah-sekolah di sana dan menggantinya dengan pembelajaran secara virtual.

Intinya, pemerintah negara-negara itu membuat kebijakan yang menghindarkan para warga negaranya dari pertemuan-pertemuan yang melibatkan banyak orang, termasuk di sekolah-sekolah dan universitas-universitas. Pemerintah Indonesia, barangkali karena merasa kasus corona belum mengkhawatirkan, memutuskan tetap melaksanakan UN yang melibatkan sedikitnya 8,3 juta murid.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak menjelaskan dengan terang alasan tetap menyelenggarakan UN, meski “dengan ekstra kehati-hatian," sebagaimana dikatakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Totok Suprayitno. 

Kementerian memang telah menerbitkan protokol kesehatan untuk pelaksanaan UN, berisi delapan poin anjuran, di antaranya menghindari kontak fisik langsung; penyediaan sabun cuci tangan atau pencuci tangan berbasis alkohol; pembersihan dengan disinfektan ruang ujian dan seluruh perangkat; menghindari penggunaan alat tulis yang dipakai bersama; segera melapor jika ditemukan kasus gejala infeksi Covid-19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, juga sudah menerbitkan surat edaran kepada semua lembaga pendidikan tentang langkah-langkah pencegahan penularan corona. “Laporkan kepada Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan/atau Lembaga Satuan Pendidikan Tinggi jika terdapat ketidakhadiran dalam jumlah besar karena sakit yang berkaitan dengan pernapasan,” kata Nadiem, dikutip dari laman Kemdikbud.go.id.

“Jika ada siswa/mahasiswa yang menunjukkan gejala penyakit [Covid-19],”  perintah Nadiem, “segera laporkan ke Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan terkait untuk dilakukan pengujian.”

Tetapi, apakah protokol itu cukup menjamin tidak akan terjadi penularan? Kalau semua orang melaksanakan protokol kesehatan itu, mungkin ya. Masalahnya, sejauh mana orang-orang disiplin menerapkan protokol itu, dan bagaimana jika ada yang tak mengetahuinya, atau lalai menerapkannya? Entahlah.


Sebaiknya Ditunda

Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengkhawatirkan itu. Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf berpendapat, protokol kesehatan itu tidak cukup sederhana; banyak prosedurnya. Mungkin bisa diterapkan oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi belum tentu di daerah-daerah lain.

Dede Yusuf menyarankan sebaiknya Kementerian Pendidikan menunda pelaksanaan UN karena ini menyangkut bencana, bukan hanya nasional tetapi dunia. “Jika dirasa harus ditunda, [sebaiknya] ditunda.” Mumpung belum terlambat, katanya. “Kalau sampai terjadi penyebaran di sekolah-sekolah, lebih merepotkan lagi.”

Politikus Partai Demokrat itu mengingatkan, beberapa kepala daerah telah membatalkan atau menunda kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang. Mestinya UN juga begitu.

“Harus dipertimbangkan kembali oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: perlukah menunda waktu, karena sifatnya bencana--bencananya bencana dunia.” Pertimbangannya hanya satu, katanya, “demi keselamatan anak-anak kita.”

Wakil Ketua Komisi X DPR yang lain, Hetifah Sjaifudian, tak setuju dengan saran penundaan UN. Alasannya, para peserta UN, yang merupakan remaja, sebenarnya bukanlah pihak yang rentan terjangkit corona; berdasarkan data, korban yang paling parah tertular coronavirus adalah yang sudah berusia agak lanjut.

Lagi pula, menurut politikus Partai Golkar itu, belum diketahui kapan wabah corona akan mereda, bisa jadi malah berbulan-bulan sepanjang tahun. “Jika kegiatan belajar-mengajar ditunda begitu lama,” menurutnya, “kerugian siswa dan masyarakat akan sangat besar.” Justru di lingkungan sekolah lah para guru dapat memonitor para muridnya untuk menjaga kesehatan demi mencegah penularan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya