Apa Itu Nisfu Syaban, Ini Penjelasan Sejarah dan Amalannya

Ilustrasi masjid berdoa orang muslim (pixabay)
Sumber :
  • U-Report

VIVA –  Malam Nisfu Syaban jatuh pada 15 Hijiriyah, atau terhitung mulai Minggu, 28 Maret 2021. Malam Nisfu Syaban  diyakini sebagai malam pengampunan dan penuh keberkahan. 

Bukan Cuma Rancang Busana, IFPC Lahirkan Pengusaha Mode Muda Indonesia

Maka dari itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, doa dan istighfar di malam pertengahan Syaban. Dilansir dari laman NU online, malam nisfu Sya’ban pertama kali diperingati oleh kalangan Tabi’in penduduk negeri Syam, seperti Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir dan lain-lain. 

Kalangan Tabi’in, mengagungkan malam itu dan memperbanyak ibadah di dalamnya. Hingga kemudian tersiar kabar bahwa yang mereka lakukan itu bersumber dari atsar isra’iliyat (perkataan sahabat yang sebenarnya adalah buatan orang Yahudi -pen).

Akhiri Masa Siaga, PLN Sukses Layani Kelistrikan Nasional Selama Idul Fitri 2024

Setelah itu, ada dua kubu yang menyikapi peringatan malam Nisfu Syaban. Sebagian mengikuti apa yang dilakukan para tabi’in negeri Syam. Sementara ulama penduduk Hijaz )Imam ‘Atha, Ibu Abi Malikah dan para fuqaha dari kota Madinah) menentangnya dan menganggap sebagai praktik bid’ah. 

Bagaimana menghidupkan malam Nisfu Syaban? Terkait hal ini sejumlah ulama negeri Syam memiliki perbedaan pendapat. Sebagian dari mereka ada yang memperingatinya dengan beribadah secara berjamaah di masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, mengenakan sibak dan menghidupkan malam dengan beribadah di masjid tersebut. Pedapat ini didukung oleh Ishaq bin Rahaweh dan diunggulkan oleh Imam Al-Walid ra. 

Mudik Lebaran 2024 Dinilai Beri Dampak Positif untuk Perekonomian Indonesia

Sementara sebagian ulama Syam seperti Imam Al-Auza’i, seorang imam bagi penduduk Syam saat itu menyebut makruh jika dilakukan berjamaah di masjid dalam bentuk membaca kisah-kisah dan berdoa. Tapi jika shalat sendiri di masjid untuk laki-laki, maka boleh. Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Al-Auza’i, seorang imam bagi penduduk Syam saat itu.

Bolehkah menjalankan ibadah puasa setelah nisfu syaban? 

Terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadis yang melarang puasa setelah Nisfu Syaban, dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadan

Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan:

“Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha’, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa’.

Ulama melarang puasa setelah Nisfu Syaban dikarenakan pada hari itu dianggap hari syak (ragu). Hal ini lantaran beberapa waktu ke depan umat muslim akan menyambut Ramadan. Mereka mengkhawatirkan, orang yang puasa setelah Nisfu Syaban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadan. 

Ada juga ulama yang mengatakan, puasa setelah Nisfu Syaban dilarang. Hal ini lantaran agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadan. 

Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti mengerjakan puasa Senin dan Kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.

Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadis di atas dianggap lemah dan termasuk hadis munkar, karena ada perawi hadisnya yang bermasalah. 

Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfu Syaban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan: 

“Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah Nisfu Syaban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah Nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadis tersebut munkar”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya