UU Cipta Kerja Mengubah Izin Usaha

uu cipta kerja merubah izin usaha
Sumber :
  • vstory

VIVA – Iklim investasi di Indonesia masih menghadapai berbagai kendala. Terlalu cepatnya penerbitan izin usaha dan prosedur penerbitan izin dinilai masih cenderung lambat, terutama pada tingkat daerah.

UNS Kerjasama dengan BRI Gelar Program Desa Inspiratif

Dalam laporan Ease of Doing Business (EoDB) 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia memperoleh nilai 69,6 dari 100 dan menempati peringkat ke-73 dari 190 negara.

Peringkat tersebut tidak berubah jika dibandingkan dengan perolehan pada tahun sebelumnya. Salah satu poin evaluasi berasal dari indikator memulai usaha di Indonesia yang masih terbentur beberapa prosedur.

Kinerja Industri Pengolahan RI Kuartal I-2024 Moncer, BI: Ada di Fase Ekspansi

Saat ini, proses memulai usaha di Indonesia masih harus melewati 11 prosedur, jauh di atas rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik dan Asia Timur yang sebanyak 6,5 prosedur. Sektor yang terdampak akan regulasi yang “Ruwet” ini adalah Pariwisata, Perindustrian, dan Perdagangan.

Masalah tumpang tindih regulasi perizinan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang membingungkan investor menjadi salah satu pemicu sulitnya peluang usaha di Indonesia.

Kinerja Seluruh Sektor Lapangan Usaha Kinclong Kuartal I-2024, BI Kasih Buktinya

Peranan pemerintah dalam mengembangkan investasi sangat besar, bukan hanya dalam bentyj perizinan usaha, melainkan yang lebih mendasar adalah bagaimana menjadikan investasi bermanfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat.

Jika investasi terbuka luas di daerah, proses perizinan mudah dan cepat, serta regulasi ketenagakerjaan dibuat lebih fleksibel, maka akan menciptakan lapangan usaha yang meningkatkan permintaan atas tenaga kerja.

Kemudahan perizinan berusaha dapat diciptakan dengan penyederhanaan peraturan dalam berinvestasi. Saat ini penyederhanaan izin tersedia di dalam UU Cipta Kerja, UU Cipta Kerja harus dipahami sebagai kesatuan mekanisme dalam menciptakan kondisi yang lebih seimbang antara pasokan dan permintaan tenaga kerja.

Undang-Undang Cipta Kerja mengatur soal risk based approach (perizinan berbasis risiko-RBA). RBA ini merupakan perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha.

Sebelumnnya pemerintah menggunakan pendekatan license-based approach (LBA) yang membuat pelaku usaha dihadapkan dengan banyak perizinan, sebab setiap izin memiliki regulasinya sehingga menimbulkan tumpang tindih persyaratan.

Selama ini yang diterapkan adalah pendekatan berbasis izin (LBA) yang berlapis-lapis, baik dari level kantor administrasi maupun tingkat regulasi, tanpa melihat besar-kecil kompleksitas dampak dan “dipukul rata” untuk jenis usaha.

Pendekatan RBA ini menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim ketenagakerjaan yang patut diapresiasi. Dampak positifnya, alur perizinan menjadi lebih sederhana.

Perizinan Sektoral dan Potensi Implikasinya

  • Perindustrian

UU Cipta Kerja mengubah beberapa hal mendasar yang ditetapkan dalam sektor perindustrian. Beberapa hal mendasar yang ditetapkan dalam sektor perindustrian. Beberapa perubahan tersebut terkait lokus kewenangan pemberian izin. Pemerintah Pusat diamanatkan untuk memberikan perizinan berusaha sektor industri.

Pengaturan ini dilatari pemikiran bahwa Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Persiden sebagai puncak kekuasaan eksekutif memiliki kewenangan mengatur tata kelola dalam berbagai aspek perizinan berusaha maupun administrasi pemerintahan pada umumnya.

Perubahan ini  bertujuan untuk meredam ego sektoral kementerian/lembaga yang menghambat proses standarisasi perizinian industri di Indonesia. Pengaturan lokus kewenangan perizinan ini berimplikasi tergerusnya desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Perindustrian tidak sepenuhnya menjadi urusan pemerintahan pusat. Daerah juga memiliki kepentingan dan hak untuk mengatur perindustrian di daerah masing-masing. Sebagaimana tertuang dalam lampiran UU 23 Tahun 2014 tentang urusan pemerintahan di bidang perindustrian, urusan tersebut mencakup pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

  • Pariwisata

Penataan perizinan berusaha sektor pariwisata dalam UU Cipta Kerja sudah sejalan dengan prinsip pembagian urusan pemerintahan konkruen. Dalam UU No.23 Tahun 2014, sektor pariwisata ditetapkan sebagai salah satu urusan pemerintahan konkruen: pusat dan daerah berbagi kewenangan dalam penyelenggaran urusan pariwisata. Pembagian kewenangan tersebut didasarkan pada empat prinsip yaitu: akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis nasional.

Pada tataran prinsip, pemberian kewenangan penyelenggaraan perizinan ke daerah menjunjung tinggi otonomi daerah sebagai dasar penyelenggaraan pemerintah daerah. Fondasi otonomi adalah kewenangan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada urusan pariwisata, UU No.23 Tahun 2014 mengamanatkan dengan jelas pembagian urusan antara pusat dan daerah. Pembagian ini berbasiskan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. UU Cipta Kerja megnubah paradigma perizinan berusaha dengan penerapan standar dan berbasis resiko. Dampak dari perubahan ini pelaku usaha tidak lagi mengurus serangkaian perizinan untuk mendapatkan izin usaha karena izin hanya diberikan kepada usaha yang memiliki risiko tertentu.

  • Perdagangan

Perizinan berusaha sektor perdagangan diberikan kepada pemerintah pusat. Pemusatan kewenangan kepada pemerintah pusat didasarkan pada prinsip di mana presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi.

Presiden sebagai puncak kekukasaan eksekutif memiliki kewenangan untuk mengatur tata kelola dalam berbagai aspek perizinan berusaha maupun administrasi pemerintahan pada umumnya.

Pada tataran proses dalam implementasi Online Single Submission (OSS), pemberian izin berusaha oleh pemerintah pusat merupakan upaya untuk melakukan simplifikasi terhadap proses bisnis dari perizinan berusaha.

Perubahan lainnya, pemerintah daerah memiliki peran pembinaan dan pengawasan atas dokumen izin dan pelaksanaan izin. lebih lanjut, patut diapresiasi adalah perubahan nomenklatur Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Gudang (TDG) yang menjadi perizinan berusaha. Perubahan nomenklatur ini menyederhanakan perizinan berusaha.

Sebab perizinan dasar menjadi bagian integral dari perizinan berusaha sektoral. Dengan demikian rancangan regulasi ini berupaya menyederhanakan beberapa izin menjadi hanya satu perizinan berusaha.

Perizinan sektoral dalam UU Cipta Kerja memiliki kewenangan yang berbeda pada masing-masing sektornya. Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah pusat menjadi pihak yang berwenang dalam memberikan perizinan berusaha dalam sektor perindustrian dan perdagangan; tidak lagi diserahkan kepada daerah sebagai wujud rezim sektoral dalam tata perizinan.

Hal ini merujuk pada kepentingan strategis nasional, di mana sektor perindustrian dan perdagangan akan menjadi penopang dalam meningkatkan daya saing, sehingga harus diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan kewenangan sektor pariwisata tetap berada di daerah karena pariwisata diharapkan menjadi penopang fiskal daerah ke depannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.