Waspada pada Stagflasi

Kios pakaian di pasar beringharjo yang belum ramai pengunjung
Sumber :
  • vstory

VIVA – Bank Dunia telah membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 hanya tumbuh 2,9 persen, menurun tajam dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 yang mencapai 5,7 persen.

Tempe, Tahu, dan Kemandirian Kedelai

Sementara inflasi global malahan cukup tinggi yaitu sampai 14,4 persen. Kondisi pada saat ekonomi stagnan, sementara inflasinya justru melonjak tinggi seperti ini dikenal dengan stagflasi. Stagflasi yang mengancam perlu diwaspadai bersama. Fenomena stagflasi ini menghantui seluruh negara tak terkecuali Indonesia.

Perekonomian Indonesia tak lepas dari risiko stagflasi. Risiko ini bisa mengancam pertumbuhan ekonomi yang mulai pulih akibat pandemi Covid-19. Risiko stagflasi yang dihadapi negara-negara di dunia tampak berbeda, sehingga perlu pencermatan lebih lanjut.

Meraih Ketahanan Pangan Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Indonesia secara tahunan (yoy) pada April 2022 sudah mencapai 3,47 persen. Angka ini tertinggi sejak Agustus tahun 2019. Sedangkan inflasi secara bulanan mencapai 0,95 persen, yang tertinggi sejak Januari 2017.

Sementara itu, pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 3,69% (yoy) pada 2021 dan mengalami kontraksi tahun 2020 sebesar minus 2,07 persen. Dengan demikian risiko stagflasi di Indonesia perlu kita waspadai, agar tidak menimbulkan dampak yang parah.

Waktunya Kebangkitan IMK

Kali ini, fenomena stagflasi dipicu oleh pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih disambung oleh perang Rusia dan Ukraina. Perang tersebut mengakibatkan harga pangan dan energi melonjak, karena kedua negara merupakan penyedia barang utama.

Kondisi ini merembet ke berbagai wilayah dan tidak bisa dihadapi sendiri oleh pemerintah dan perlu sinergi berbagai pihak. Harus ada kerja sama dari berbagai pihak untuk bisa menekan kenaikan harga-harga komoditas yang menjadi penyebab inflasi bisa melonjak tajam.

Kebijakan Strategis

Untuk mencegah parahnya dampak stagflasi yang terjadi di Indonesia perlu kebijakan strategis. Pertama, kerja sama antar stakeholder untuk menekan harga agar tidak terjadi lonjakan inflasi. Salah satunya dengan menambah anggaran subsidi energi agar tidak terjadi kenaikan harga dan menjaga harga pangan, yang selama ini menjadi pemacu inflasi.

Kedua, memperkuat peran tim pengendali inflasi pusat maupun daerah. Langkah ini terutama untuk menjaga agar inflasi dari sisi pangan tetap terkendali.

Langkah Bank Indonesia perlu didukung dalam menyusun kerangka kebijakan untuk menjaga stabilitas moneter dan mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi. Terdapat lima kebijakan yang dapat diprioritaskan.

Pertama, mewaspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi, terutama pada inflasi inti. Kedua, kebijakan makro yang tetap akomodatif dalam mendorong pembiayaan bagi perekonomian dan untuk mengatasi scarring effect ekonomi. Ketiga, kebijakan stabilisasi nilai tukar diarahkan untuk mencapai stabilitas rupiah yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan inflasi. Keempat, penguatan sistem pembayaran secara digital. Kelima, meningkatkan koordinasi untuk membangun kebijakan moneter dan fiskal yang cepat dan tepat.

Saat ini inflasi inti Indonesia berada di level yang relatif stabil. Berdasarkan data BPS, secara tahunan, inflasi inti Juni 2022 mencapai 2,63 persen atau meningkat dibandingkan periode Mei 2022 yang tercatat sebesar 2,58 persen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di level 5,01 persen pada Triwulan I 2022 yang artinya pertumbuhan ekonomi masih lumayan tinggi. Tetapi tentu saja kita perlu lebih waspada bila melihat komponen pertumbuhan yang relatif mengumpul dan pertumbuhannya masih sangat tinggi pada sektor tertentu.

Menjaga Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah
Porsi terbesar perekonomian Indonesia adalah dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Dengan demikian Indonesia harus menjaga konsumsi keduanya agar tetap tumbuh cepat. APBN harus hadir dengan memberi bantalan yang lebih tebal dan mampu melindungi masyarakat.

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah tetap menjaga anggaran perlindungan sosial. Realisasinya bisa diberikan dalam bentuk bantuan sosial dengan sasaran KPM dan BPUM yang ter-update sesuai kondisi sehingga dapat tepat sasaran. Anggaran subsidi energi dan kompensasi juga perlu ditambahkan dan direalokasi dengan tepat. Dengan demikian dapat terhindar dari parahnya dampak stagflasi. Suparna (Statistisi Madya pada BPS Provinsi DIY)

 

Lahan pertanian siap panen di Panggang Gunungkidul (26/01/2023)

Siapkah untuk Digitalisasi Pertanian?

Selain sumberdaya manusia, faktor lain kendala kesiapan penerapan digitalisasi pada sektor pertanian di Indonesia adalah keterbatasan Iahan dan biaya.

img_title
VIVA.co.id
30 Januari 2023
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.