Generasi Z Gemar Budaya Instan

Generasi Z suka proses yang instan dalam aktivitas keseharian.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Remaja saat ini memilih kepraktisan dalam berbagai aktivitas karena proses yang mudah demi mencapai tujuan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sekitar tahun 2021 sebanyak 27,94% merupakan generasi Z, sehingga generasi Z akan membawa pengaruh besar bagi perkembangan dan pertumbuhan suatu negara.

Air Terjun Klinting Kuning: Sensasi Kesegaran Alam dan Rahasia Kulit Sehat!

Realitanya pengadaan fasilitas teknologi yang mumpuni membentuk sifat generasi Z terkesan malas, maka dari itu generasi Z dikenal dengan generasi strawberry yang manja dan mudah tertekan, seperti tekstur buah tersebut dikutip dari brainacademy.id.

Peristiwa tersebut menunjukkan dengan adanya budaya instan akan memberikan konsekuensi tidak tahan banting serta sifat mager (malas gerak). Hal tersebut semakin mendukung ciri dari generasi Z, sehingga semakin berkembangnya zaman, generasi Z akan semakin berada dalam lingkungan yang cepat dan mudah dengan terlalu bergantung pada teknologi, tidak menghargai proses, dan menginginkan kepraktisan.

Galangan Kapal Panji Gumilang Masih Disegel, Alvin Lim Kritik Pemkab Indramayu

Teknologi dan generasi Z adalah dua subjek yang memiliki kaitan erat dalam kehidupan sehari-hari. Era revolusi industri 4.0 yang berkembang pesat memberikan dampak bagi aktivitas generasi Z dalam memesan makanan atau minuman cepat saji. Dilansir dari laman cnbc indonesia pengguna aplikasi makanan online (GrabFood) mencapai 50% di Indonesia dan menariknya 44% responden adalah generasi Z sebagai pengguna baru akibat pandemi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi Z dapat memanfaatkan perkembangan teknologi dan digitalisasi yang memudahkan aktivitas dengan tidak perlu menggunakan waktu lama dan energi yang banyak. Munculnya kemudahan aktivitas membuat generasi Z tidak dapat menghargai proses hingga menimbulkan ketergantungan terhadap proses yang instan. Sehingga, generasi Z pintar dalam pemanfaatan teknologi-teknolgi baru tetapi memiliki penyebab kemalasan untuk melakukan aktivitas yang bisa berubah menjadi kebiasaan buruk.

Bruno Fernandes ke Barcelona, De Jong ke Manchester United

Membeli makanan secara online tentu disukai dan menguntungkan bagi generasi Z. Generasi Z tidak perlu menjalani proses rumit, hanya memesan melalui gawai, membayar via e-money, dan menunggu hingga pesanan datang.

Namun demikian, membeli makanan secara online memiliki sisi negatif terhadap suatu lingkungan dunia kerja. Selain lebih mahal karena adanya pajak dan ongkos kirim, memesan makanan secara online dapat menghilangkan pekerjaan. Fenomena tersebut membuat karyawan akan mengalami kehilangan pekerjaan dalam jangka waktu panjang yang disebabkan oleh teknologi dan digitalisasi.

Hal tersebut siap untuk menggantikan para pekerja manusia seperti cashier yang dapat digantikan dengan mesin dengan pekerjaan lebih akurat dibandingkan dengan manusia serta memiliki kelebihan yang tidak dapat dicurangi karena sudah terprogram secara otomatis.

Menurut Gina E.P (2021) dalam jurnalnya mengatakan bahwa kemudahan konsumerisme dalam apliksi online menjadi faktor kelima setelah harga, desain produk, promosi, dan kualitas produk. Akses yang lebih besar menuju kepraktisan dalam proses pembuatan makanan dapat menumbuhkan tingkat kemalasan yang kemudian dapat menjadi kebiasaan.

Kepraktisan yang ada dalam berproses dapat memudahkan generasi Z untuk mendapatkan hasil atau tujuan yang telah diinginkan. Hal tersebut berdampak pada kenyamanan yang berkelanjutan bagi generasi Z apabila ditanam dan dikembangkan terus-menerus. Mereka telah memiliki karakteristik dan sifat positif tersendiri sebagai keunikan dalam proses untuk meraih tujuan dengan sifat dalam pengaplikasian teknologi digital yang sulit ditemukan pada generasi-generasi sebelumnya. Dimana mereka dapat menggunakan teknologi agar semakin efektif dan efisien dalam menjalankan tugas dan kebutuhan sehari-harinya

Pada dasarnya teknologi dan digitalisasi memiliki dampak positif dalam menjalankan aktivitas. Adanya pendangan negatif membuat teknologi dan digitalisasi tidak dapat dimanfaatkan secara bebas dan maksimal, sehingga timbul ketergantungan, bahkan kemalasan untuk melakukan proses.

Dalam mencapai keinginannya generasi Z tidak mementingkan adanya sebuah proses, ungkapan “proses tidak mengkhianati hasil” bagi generasi Z adalah ungkapan yang dilontarkan sebagai parafrase saja tidak memiliki makna yang penting dan mendalam. Generasi Z harus berhati-hati jika mengalami bahaya dalam perkembangan teknologi digitalisasi karena dapat membuat dampak negatif sebab kemudahan dan kepraktisannya. Aspek tidak menghargai proses dan kepraktisan adalah hal yang mengakibatkan generasi Z disebut sebagai generasi penggemar keinstanan, sehingga ada kemungkinan untuk tidak memiliki jiwa kompetitif dan mandiri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.