Logo DW

Industri Perikanan Thailand Masih Dihantui Perbudakan Manusia

picture-alliance/dpa
picture-alliance/dpa
Sumber :
  • dw

Pada bulan Oktober, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengumumkan penangguhan kebijakan perdagangan preferensial untuk Thailand di bawah Sistem Preferensi Umum (GSP). Penangguhan ini akan berpengaruh terhadap lebih dari 500 produk, termasuk yang terkait dengan industri makanan laut asal Thailand dan akan mulai berlaku pada 25 April 2020.

Alasan AS menerapkan langkah tersebut adalah gagalnya Thailand dalam melindungi hak-hak pekerja secara memadai. Sejumlah kalangan meragukan motif sebenarnya dari tindakan itu. Namun, laporan dalam beberapa bulan terakhir tentang kondisi kerja yang buruk telah menunjukkan bahwa langkah itu tidak sepenuhnya tanpa dasar.

Nasib para pekerja perikanan

Terpikat janji upah yang lebih baik oleh seorang pialang, sedikitnya 18 anggota awak kapal berangkat dari Thailand ke Iran awal tahun ini. Segalanya berjalan lancar sampai ketika mereka memasuki perairan Somalia ketika bendera kapal ditukar menjadi bendera negara Afrika timur itu.

Para nelayan tiba-tiba merasa terjebak karena mereka tidak diizinkan meninggalkan kapal dan upah mereka ditahan. Nasib kian buruk ketika kapal kehabisan bahan bakar dan persediaan makanan.

Laporan bahwa mereka terdampar di kapal pukat ikan dalam kondisi mengalami eksploitasi, layaknya budak di laut lepas Somalia, muncul di media pada bulan Agustus. Laporan ini pun mengungkap praktik curang di sektor perikanan.

''Thailand memang telah mengubah dan menegakkan peraturannya. Tetapi ini adalah kejahatan lintas batas. Kapal penangkap ikan tidak menggunakan bendera Thailand jika sedang ada pengetatan pengawasan," ujar aktivis hak asasi manusia Thailand Patima Tungpuchayakul kepada DW.