Logo ABC

Kisah Mahasiswa Indonesia Rindu Wuhan

Salah satu WNI asal Wuhan sesaat sebelum meninggalkan Natuna selepas karantina selama 14 hari.
Salah satu WNI asal Wuhan sesaat sebelum meninggalkan Natuna selepas karantina selama 14 hari.
Sumber :
  • abc

Sejumlah universitas di China memang juga menawarkan metode online, baik untuk aktivitas perkuliahan maupun untuk pengumpulan tugas.

Metode kuliah online diberlakukan oleh sejumlah universitas di China yang terdampak virus corona, agar mahasiswa internasional, seperti Yuli, Eva, dan Gerard dapat terus mengikuti perkuliahan jarak jauh.

Karena saat ini mereka tak berada di China, uang beasiswa mereka untuk sementara dihentikan sampai mereka kembali ke Wuhan.

Untuk hidup bulanan, biasanya Pemerintah China memberikan dana sebesar 3.500 Yuan, lebih dari Rp 7 juta untuk mahasiswa doktoral, 3.000 Yuan, atau lebih dari Rp 6 juta untuk mahasiswa master, dan 2.500 Yuan, atau sekitar Rp 5 juta untuk mahasiswa S-1.

Jumlah tersebut diterima utuh, karena mereka tidak perlu membayar uang sewa bulanan asrama yang ditanggung oleh universitas.

Karena kini mereka tak mendapat tanggungan, Yuli mengaku telah mencoba mencari pekerjaan sementara untuk menutup biaya hidupnya selama di Indonesia.

Ditolak saat mencari kerja

Usaha untuk mencari kerja sudah mulai dilakukan Yuli saat ia menyadari kepulangannya ke Wuhan masih serba tak pasti.

Tetapi usahanya masih terbentur stigma virus corona.

"Begitu tahu saya dari Wuhan dan baru habis karantina, mereka kelihatan sekali ragu-ragu dan akhirnya menolak," kata Yuli.

"Sepertinya banyak orang Indonesia yang masih ketakutan berinteraksi dengan kami, padahal kami sudah dilengkapi sertifikat sehat saat selesai karantina" ujarnya.