VIVAnews - Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W Kusumah, mengkritik kepemimpinan Komisi Pemilihan Umum sekarang yang dinilainya tak mampu menegakkan independensi. Mulyana yang dipenjara di Rumah Tahanan Salemba karena korupsi saat menjadi anggota Komisi itu menilai kredibilitas 'wasit' Pemilu juga merosot.
Mulyana menyebutkan, banyak protes terhadap Komisi terjadi. Sengketa Pemilu banyak harus diselesaikan oleh lembaga yudikatif. "Dalam tahapan Pemilu, Komisi terlihat partisan, sikap komisi cenderung lembek ketika ditekan oleh kekuatan politik tertentu," kata Mulyana dalam diskusi di media center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Jumat, 7 November 2008.
Panelis diskusi lainnya, Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform, Hadar Navis, menyambut pernyataan Mulyana itu. "Saat ini Pemilu dalam keadaan bahaya," kata Hadar yang gagal terpilih menjadi anggota Komisi itu. Hadar melihat, anggota KPU tampak tidak siap sebagai penyelenggara Pemilu. Indikatornya adalah pelanggaran KPU terhadap jadwal yang mereka tentukan sendiri. Kedua, kurangnya koordinasi antara para anggota, ketiga tidak jelasnya prioritas kerja, dan terakhir, tidak ada transparansi dalam penyusunan peraturan. "Mestinya Komisi Pemilihan memberikan draf di website resmi, lalu masyarakat diminta memberi masukan. Peraturan yang sudah jadinya, mestinya juga segera di-publish ke masyarakat," terang Hadar.
Ketidakjelasan prioritas kerja terlihat ketika daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar calon tetap (DCT) ditetapkan dan masih banyak mendapat masalah, sejumlah komisioner malah ke luar negeri. Komisi dinilai tidak sensitif terhadap perkembangan masalah. "Apa relevansi Pemilu AS dengan Pemilu kita," kata Hadar.
Sementara itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera, Agus Purnomo, menyatakan kritik terhadap KPU harus dirujuk pada Undang-undang No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Semangat UU ini antitesis UU No 13 Tahun 1999 yang membuat KPU sangat powerful dan berwibawa. Berdasarkan UU lama itu, KPU bisa mengelola dana sendiri. "Sementara KPU sekarang cenderung banyak dibatasi," kata Agus.
Pelaksanaan tender logistik Pemilu saat ini ditangani sekretariat. "Ini juga bermasalah, karena petugas sekretariat khawatir melakukan tender. Sehingga beberapa tahapan tender terlambat, misalnya pengumuman daftar calon sementara," jelas Agus.
Kritik Agus pada KPU adalah koordinasi sesama anggota yang kurang. "Cenderung ada ketidakkompakan di antara mereka. Pernah satu komisioner yang sosialisasi tentang peraturan KPU, tapi ternyata yang disosialisasikan itu salah, dan ternyata itu produk pribadi komisioner tersebut, bukan hasil putusan kolektif," kata Agus.
Kemudian masalah menolak mobil dinas. "Mestinya kalau satu menolak, ya menolak semua. KPU itu bukan tempatnya jual citra, karena kerjanya melaksanakan Pemilu," tandasnya. Akhirnya, Komisi tetap mengadakan tender pengadaan mobil untuk 7 anggotanya.
VIVA.co.id
29 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
Partner
Industri hiburan Korea Selatan terus menorehkan prestasi dengan karya-karya yang memikat penonton di seluruh dunia. Tidak hanya populer di dalam negeri, drama-drama Korea
Seorang emak-emak bernama Rosmini viral karena meminta uang dengan paksa sehingga meresahkan warga. Berikut hukum meminta-minta dan mengemis menurut Islam.
Survei KedaiKOPI : Mayoritas Masyarakat Puas dengan Rekayasa Lalu Lintas Polri Saat Mudik Lebaran
Padang
10 menit lalu
Diketahui, Polri menerapkan kebijakan rekayasa lalu lintas seperti one way dan contraflow di beberapa ruas jalan tol untuk mengurai kemacetan dan memperlancar perjalanan
Trend berburu saldo DANA gratis belakangan ini tengah menjadi perbincangan hangat warganet di media sosial. Namun, jarang ada yang tahu, ternyata untuk mendapatkan saldo
Selengkapnya
Isu Terkini