Smartfren Bantah Kenaikan Saham Akibat Merger dengan XL Axiata

Kantor Pusat Smartfren.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA – Presiden Direktur PT Smartfren Telecom Tbk, berkode saham FREN, Merza Fachys menjelaskan, positifnya kinerja perseroan di sepanjang tahun buku 2018 lalu, dinilai cukup berhasil menimbulkan dampak positif bagi pihaknya. Termasuk, dalam hal kenaikan harga saham.

Smartfren Bakal Rights Issue Rp 8,5 Triliun, Ini Jadwalnya

Oleh karenanya, Merza membantah isu dan dugaan yang menyebut bahwa hal itu disebabkan mergernya PT Smartfren Telecom dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

"Kami sangat yakin, semua ini (naiknya harga saham) adalah karena pada 2018 lalu, kinerja perusahaan memang sangat baik," kata Merza di Gedung BEI Jakarta, Rabu 20 Februari 2019.

Kemenkominfo Ingatkan Telkomsel, Indosat, Smartfren dan XL Axiata

Meskipun, dia juga membantah isu merger pihaknya dengan XL Axiata, namun ia mengaku sangat bersyukur dengan kondisi naiknya harga saham FREN tersebut.

"Kita wajib bersyukur, karena performa kita yang cukup baik," kata Merza.

Menkominfo Kasih Lampu Hijau Operator Telekomunikasi untuk Merger

Merza menjelaskan, isu mengenai merger FREN dan EXCL ini memang sudah santer bergulir di kalangan dunia bisnis dan industri telekomunikasi nasional.

Dengan kondisi yang semakin penuh tantangan di industri telekomunikasi nasional saat ini, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, bahkan pernah menyebut bahwa idelanya jumlah operator telekomunikasi di Indonesia semestinya hanya tiga sampai empat pemain saja.

"Kominfo bilang bahwa nantinya hanya akan ada tiga sampai empat pemain di industri ini. Apakah kami FREN akan merger dengan EXCL, apakah FREN dengan ISAT (Indosat), atau apakah EXCL dengan ISAT? Tentunya, pembicaraan ini masih terus dilakukan," ujarnya.

Diketahui, pada suatu kesempatan, Menkominfo Rudiantara pernah mengatakan bahwa idealnya jumlah operator telekomunikasi di Indonesia itu semestinya hanya tiga sampai empat pemain saja. Sehingga, nantinya industri telekomunikasi akan lebih efisien dan tidak terus-terusan merugi.

“Menurut saya, idealnya tiga sampai empat operator saja,” kata Rudiantara dalam satu kesempatan.

Penciutan jumlah operator, menurut Rudiantara akan membuat alokasi dan penggunaan frekuensi menjadi maksimal, sehingga dapat mendorong tumbuhnya ekonomi broandband ke seluruh pelosok Indonesia.

Saat ini, di Indonesia tercatat ada 10 operator telekomunikasi, yakni Telkom, Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Tri, Smartfren, dan Sampoerna. Lima lainnya adalah operator BWA (broadband wireless access) yang masih tersisa, yakni Bolt (Internux), Sitra (First Media), dan Hinet (Berca Hardaya Perkasa).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya