Komisi IX Dorong Aturan Tembakau Dikeluarkan dari RPP Kesehatan, Ini Alasannya

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Jakarta - Penolakan atas masuknya pengaturan komoditi tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, kembali diutarakan oleh sejumlah pihak. 

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Kali ini berasal dari anggota Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah, yang mendukung dikeluarkannya pengaturan komoditi tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Anggota dewan dari fraksi PKB itu menegaskan, sikap ini sejalan dengan permintaan dari banyak pihak, terutama yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan nasional. Hal itu sebagaimana tercermin dalam hasil Halaqoh Nasional, yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).

DPR Segera Panggil KPU, Bahas Evaluasi Pemilu hingga Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

"Ya, kami mendukung hasil pertemuan (P3M) yang lalu. Kami memang ingin mengarahkan aturan (produk tembakau) ini dikeluarkan dari RPP kesehatan," kata Nur dalam keterangannya, Kamis, 26 Oktober 2023.

Tumbuhan tembakau

Photo :
  • Pixabay
Peran Presiden Salurkan Bansos, Lembaga Kepresidenan Masuk Kajian Revisi UU Pemilu

Dia menegaskan, pemisahan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan itu, sangat memungkinkan untuk dilakukan. "Memungkinkan dipisahkan atau dikeluarkan dari RPP Kesehatan. Itu juga yang sedang kami dukung dan upayakan," ujar Anggota Badan Legislasi DPR tersebut.

Nur pun merinci bahwa dalam RPP Kesehatan, isinya memuat banyak larangan bagi produk tembakau tersebut. Hal itu menurutnya memberikan kesan, bahwa produk tembakau seolah merupakan produk terlarang.

Upaya ini mengindikasikan adanya kecenderungan untuk menyetarakan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika. Padahal, produk tembakau jelas merupakan produk legal, yang keberadaannya turut mendorong perekonomian negara.

Karenanya, Nur pun menyarankan Kementerian Kesehatan, sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan, harus lebih melibatkan petani, pekerja, dan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di industri tembakau, guna menentukan arah yang tepat tanpa harus ada pihak yang dirugikan.

"Serapan tenaga kerja tembakau sangat besar lho, dan kita punya sumber dayanya. Itu rasanya juga perlu dipertimbangkan," ujarnya.

Sebagai informasi, lima poin yang disampaikan kepada pemerintah pasca pertemuan halaqoh (P3M) itu yakni pertama, pembahasan RPP Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif harus melibatkan partisipasi publik secara luas dan berimbang, serta mengeluarkan pasal-pasal terkait Pengamanan Zat Adiktif dari draft RPP 2023 serta dibahas secara terpisah.

Kedua, RPP Kesehatan harus mengacu pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum, yaitu bahwa kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan. Ketiga, perumusan RPP harus mengacu pada prinsip-prinsip Pengayoman, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kekeluargaan, Kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, Keadilan, Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan, Ketertiban Dan Kepastian Hukum, dan/atau Keseimbangan, Keserasian, serta Keselarasan, sebagaimana amanat dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Keempat, Pemerintah bersama berbagai pemangku kepentingan merumuskan pasal-pasal alternatif terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan. Kelima, P3M sebagai inisiator Halaqoh Nasional mendorong terbangunnya jejaring aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk advokasi kebijakan tembakau di pusat dan daerah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya