Belasan Perempuan Eks ISIS Suriah Tunggu Dipulangkan ke RI

Bendera kelompok ISIS
Sumber :
  • Reuters

VIVA – Rangkaian serangan bom di Surabaya, Jawa Timur, dalam dua hari terakhir telah menelan korban jiwa dan puluhan orang luka-luka. Bom bunuh diri di tiga gereja pada Minggu, 13 Mei, bahkan dilakukan oleh satu keluarga yang terdiri dari wanita dan anak-anak di bawah umur.

ISIS Tembaki 20 Pejuang Bersenjata Palestina hingga Tewas di Suriah

Mantan teroris Sofyan Tsauri mengatakan, aksi terorisme yang melibatkan keluarga merupakan sebuah tren baru. Para pelaku sering memotivasi kepada anak-anaknya, para jemaahnya karena ingin membela Islam.

Hal ini mengingatkan kembali fakta bahwa masih ada belasan perempuan asal Indonesia yang pernah tergabung dalam kelompok ekstremis Daulah Islamiyah Irak dan al-Syam atau ISIS, menunggu dipulangkan ke Indonesia.

Iran Tangkap Anggota Senior ISIS yang Berencana Ledakkan Kota saat Idul Fitri

Saat ini, sekitar 15 perempuan WNI tengah ditahan oleh pasukan Kurdi di Suriah, sejak Februari 2018. Mereka termasuk di antara 800 perempuan dan anak-anak dari berbagai negara lainnya.

Nadim Houry, direktur Terorisme dan Program Kontra-Terorisme dari Human Rights Watch, mengatakan telah bertemu dengan banyak perempuan selama kunjungannya ke kamp-kamp penahanan di daerah yang dikuasai Kurdi. Sebagian besar perempuan tersebut turut membawa anak mereka.

Fakta Terbaru Serangan Mematikan di Moskow Rusia, Ternyata Iran Sudah Lakukan Ini

Mereka ditahan secara terpisah dari militan ISIS yang telah ditangkap. Mereka diberi kebebasan dalam batasan tertentu, namun tetap tak diizinkan meninggalkan kamp. 

Ingin Pulang

Beberapa wanita yang diwawancarai oleh Houry mengaku dipukuli dan dipermalukan selama interogasi, serta dipaksa untuk hidup dalam kondisi yang tak higienis bersama anak mereka.

"Para wanita ini berada dalam situasi yang sangat sulit, terutama untuk anak-anak kecil," kata Houry, seperti dikutip dari Alaraby.

Houry mengatakan, para perempuan yang ditahan itu ingin pulang ke rumah (negara masing-masing) dan bersedia jika harus dihukum di negara asal mereka.

"Beberapa wanita ingin mengembalikan anak-anak mereka ke rumah. Anak-anak tidak melakukan kejahatan apa pun. Mereka adalah korban perang dan seringkali orangtua mereka yang radikal," katanya.

Otoritas Kurdi mengatakan, tidak ingin mengadili para wanita dan lebih suka mengirim kembali ke negara asal mereka. Namun beberapa negara menentang langkah itu, ketika harus berurusan dengan ribuan ekstremis yang akan kembali ke negaranya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya