Logo ABC

Perjuangan Dua Sahabat Asal Indonesia Tinggal di Australia

Zakaria Sanny (John) dan Muhammad Imran (Max) mendapatkan izin tinggal warga tetap (PR) Australia dengan mudah di tahun 1976. (ABC News: Natasya Salim)
Zakaria Sanny (John) dan Muhammad Imran (Max) mendapatkan izin tinggal warga tetap (PR) Australia dengan mudah di tahun 1976. (ABC News: Natasya Salim)
Sumber :
  • abc

"Tulisannya itu kecil, waktu [pemerintahan partai] Liberal, Malcolm Fraser," ujar John mencoba mengingat tampilan berita yang mengubah hidupnya tersebut.

Meski awalnya ragu, keduanya maju setelah mendapat konfirmasi dari mantan mertua Max, anggota Partai Liberal yang waktu itu berkuasa.

"Jadi akhirnya kita semua satu per satu ke imigrasi, menyerahkan diri, langsung stempel, 'kamu teman saya sekarang'. Katanya gitu," ujar John menirukan ucapan petugas imigrasi sambil tertawa.

Perasaan khawatir sempat juga dirasakan Max saat menghadap petugas imigrasi.

Ia menyadari bagaimana sebenarnya petugas imigrasi mengetahui pergerakan mereka ketika masih imigran gelap.

"Mereka punya map sangat tebal, isinya informasi kita. Mereka tahu [kami imigran gelap], cuma karena enggak ada yang melapor ya sudah mereka lewatkan saja," katanya.

"Kami lapor, langsung dikasih residence ... dicap di paspor kita ... dapat permanent resident di Australia."

Menurut catatan Departemen Imigrasi Australia, program amnesti ini merupakan upaya 'dispensasi' yang menarik lebih dari 8.600 aplikasi, termasuk di antaranya dari Inggris, Yunani, Indonesia, dan China.

Program ini berlaku menyusul dihapuskannya White Australia Policy pada tahun 1973, kebijakan yang mengutamakan orang kulit putih atau bangsa Eropa yang bisa datang ke Australia.