Logo ABC

Peter Lansia yang akan Pecahkan Rekor Syal Rajut Terpanjang Dunia

Pria Australia berusia 73 tahun, Peter Haines menghabiskan hampir 10 jam per hari merajut syal untuk memecahkan rekor dunia. (Supplied: Pichunga )
Pria Australia berusia 73 tahun, Peter Haines menghabiskan hampir 10 jam per hari merajut syal untuk memecahkan rekor dunia. (Supplied: Pichunga )
Sumber :
  • abc

Seorang pria Australia berusia 73 tahun bernama Peter Haines bisa menghabiskan 10 jam sehari merajut sebuah syal yang diharapkannya dapat memecahkan rekor dunia.

Dari panti jomponya di Pinchunga, Australia Selatan, Peter berniat menjahit syal dengan panjang melampaui rekor dari Norwegia pada tahun 2013, yakni 4,5 kilometer.

Peter yang dulunya bekerja sebagai tukang cat rumah hingga saat ini sudah berhasil merajut syal berwarna pelangi sepanjang 140 meter.

Kegiatan ini dilakukannya untuk mengatasi rasa sendu akibat 'lockdown'.

"Waktu lockdown, kita harus mencari kesibukan. Jangan hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa," katanya.

"Kita tidak bisa cuma duduk dan nonton TV, jadinya bosan. Jadi saya pikir lebih baik mencoba merajut supaya ada kesibukan."

Warga sekitar turut mendukung

Peter yang belajar merajut secara otodidak telah menghabiskan sekitar 266 jam menekuni hobi baru tersebut.

Kegiatan ini juga menarik perhatian warga komunitas di sekitarnya.

"Awalnya saya mencoba merajut dengan alat tenun plastik kecil, yang untuk merajut topi, tapi waktu sudah ada target memecahkan rekor, saya sadar kalau alat tenunnya harus lebih besar dan lebih kuat," katanya.

Akhirnya setelah teman panti jomponya memberikan alat tenun kayu, Peter bisa merajut dengan lebih cepat.

"Target saya sekarang adalah 3.500 meter. Kami harus memiliki target karena tentunya tidak mau ada yang datang dan mengalahkan. Kami harus punya target," katanya.

Peter berharap syal yang dirajutnya bisa mencapai target 300 meter di bulan Mei.

"Nanti itu akan menjadi pertama kalinya orang-orang melihatnya," ujarnya.

Syal yang dirajut Peter akan dibentangkan di Festival Seni Penola Coonawarra yang berlangsung pada tanggal 12-15 Mei.

"Sekelompok warga, beberapa staf dan saya sendiri akan membentangkannya di lapangan bola ... harapannya anak sekolah juga dapat melihatnya. Ini akan jadi kegiatan komunitas," kata Peter.

Dukungan dari warga dan staf antara lain adalah dengan menyediakan wol akrilik dan memberikan donasi yang dikumpulkan oleh toko barang bekas di kota itu.

Merajut dengan tujuan

Peter berharap proyek ini bisa menghasilkan uang yang nantinya bisa disumbangkan pada Panti Jompo Pinchunga yang sudah dianggap seperti rumah sendiri.

"Saya tidak mau mengambil keuntungan; saya cuma ingin tahu apakah bisa mengumpulkan uang untuk fasilitas di sini - ini rumah saya dan saya mau merawatnya," katanya.

"Tapi pastinya, ada juga sedikit rasa bangga dari usaha mencapai tujuan ini."

Peter yang lahir di Melbourne bekerja sebagai tukang cat selama 53 tahun di Ascot Vale dan Moonee Ponds, sebelum menetap di Townsville, Cairns, Birchip, Naracoorte dan Penola.

Ia mengatakan tetap melihat sisi positif dari kehidupan meski sempat di 'lockdown' di kota kecil tersebut.

"Saya suka tinggal di sini. Saya punya teman, dan di sini sudah seperti rumah. Semua orang tidak suka 'lockdown', tapi saya suka tetap sibuk dan berusaha membuat orang tertawa," katanya.

"Dukungan komunitas adalah yang paling saya butuhkan untuk tetap bertahan."

Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris.