Logo ABC

Alasan RI Tetap Undang Rusia ke G20 Meski Diprotes Negara Lain

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam sebuah pertemuan di Rusia tahun 2016. (Supplied: Reuters/Sergei Karpukhin)
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam sebuah pertemuan di Rusia tahun 2016. (Supplied: Reuters/Sergei Karpukhin)
Sumber :
  • abc

“Secara politik tidak ada masalah selama perusahaan yang kita hadapi tidak terkena sanksi. Kita juga sudah membicarakan pengaturan pembayaran yang mungkin melalui India,” kata Nicke Widyawati.

Membiarkan pintu terbuka untuk dialog

Sikap dan pernyataan Indonesia ini, menurut akademisi Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada, Muhadi Sugiyono, “lebih frutiful dibanding condemning", atau bermanfaat dibanding mengutuk.

"Posisi kita yang bebas aktif itu harus seperti itu. Bahwa kita tidak menjadi bagian dari mayoritas, itu bukan masalah. Yang penting kita berpegang pada prinsip."

"Di saat kita tidak ada di posisi yang hitam-putih itu lah, ruang-ruang untuk perdamaian bisa dibangun," tambahnya.

Namun, Evan Laksmana, peneliti senior di Pusat Asia dan Globalisasi di National University of Singapore, mengatakan Indonesia seharusnya sejak awal mengambil "sikap dan posisi yang lebih kuat, misalnya mengutuk invasi dan secara eksplisit menyebut Rusia".

Evan mengatakan menjadi "bebas dan aktif" juga berarti membela kepentingan Indonesia, termasuk di dalamnya prinsip-prinsip hukum internasional - tetapi itu pun tidak menghentikan Indonesia mengundang Putin.

Ketika ditanya tentang tuduhan kejahatan perang yang diduga dilakukan oleh pasukan Rusia di kota-kota dekat Kyiv, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan: "Itu adalah tuduhan dan oleh karena itu perlu diverifikasi oleh penyelidikan independen. Ini adalah proses yang akan kami dukung."

Romantisme masa lalu dengan Rusia

Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan, kedekatan historis antara Indonesia dan bekas Uni Soviet, sejak tahun 1950-an, telah memengaruhi posisi Indonesia dalam krisis Ukraina sekarang.

Selain mendukung pencalonan Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia juga menerima pinjaman lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dolar AS untuk membangun arena dan stadion olahraga, guna memenuhi ambisi Presiden Sukarno untuk menjadi tuan rumah Asian Games 1962.